Subagio S. Waluyo

Membaca Surat Al-Qashash ayat 76 – 78 kita seperti diingatkan oleh Allah SWT tentang kisah di zaman Nabi Musa AS tentang orang yang serakah. Adalah Qarun yang dimaksudkan sebagai tokoh yang serakah, riya, kikir, dan sombong yang digambarkan pada ketiga ayat di atas. Karena kesombongannya, Qarun melakukan cara-cara tidak terpuji pada pengikut-pengikut Nabi Musa AS di antaranya melakukan provokasi agar mereka (para pengikut Nabi Musa AS) memusuhinya dan ingkar pada Allah SWT. Perilaku  Qarun sama dengan perilaku Fir`aun yang juga menganggap dirinya lebih tinggi daripada Allah SWT.  Agar lebih jelas lagi, silakan disimak bunyi ketiga ayat itu berikut ini:

“Sesungguhya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka (sesama kaumnya). Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, `Janganlah kamu terlalu bangga. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orng-orang yang terlalu membanggakan diri`. Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan Janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qarun berkata, `Sesungguhnya aku  hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku`….”

(Al-Qashash: 76—78)

Qarun dan Nabi Musa masih terhitung sepupu karena Qarun anak paman Nabi Musa AS. Ketika miskin Qarun berakhlak baik. Tapi, entah mengapa ketika Allah berikan kekayaan ada perubahan dalam akhlaknya. Qarun menjadi berakhlak buruk. Qarun merasa bahwa kekayaannya selama ini merupakan jerih payahnya berbisnis. Memang benar dari kerja kerasnya Allah berikan sedikit demi sedikit kekayaan sehingga digambarkan kunci-kunci gudang yang digunakan untuk mengunci perbendaharaan hartanya demikian berat dipikul oleh orang-orang yang berotot. Keberhasilannya dalam mengubah nasibnya dari seorang miskin menjadi orang yang sangat kaya tidak disyukurinya. Justru dia semakin sombong. Bentuk kesombongan yang paling nyata ketika dia mengumpulkan orang untuk memamerkan kekayaannya. Meskipun ada orang yang memberikan nasihat agar dia tidak membanggakan diri, dia bergeming alias cuek bebek (masa bodo amat). Dia pun diingatkan oleh Allah seperti yang termaktub dalam ayat 77 di surat yang sama (Al-Qashash).

Khusus untuk ayat 77, ada empat butir yang bisa kita ambil sebagai pembelajaran. Keempat butir itu bisa kita uraikan satu persatu. Pertama, mencari kebahagiaan negeri akhirat. Sebagai manusia perlu dicamkan bahwa kita hidup bukan hanya di dunia ini. Di dunia ini kita hidup hanya sementara. Ada kehidupan yang abadi, yaitu kehidupan akhirat. Kalau semua manusia sadar bahwa ada kehidupan akhirat yang abadi, mereka tentu tidak mau menyia-nyiakan waktu selama hidup di dunia ini. Mereka pasti berusaha mau memanfaatkan hidupnya sebaik mungkin. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, kebanyakan manusia tidak menyadarinya sehingga mereka melakukan lebih banyak keburukan daripada kebaikan. Untuk itu, tidaklah aneh jika sebagian besar manusia gagal dalam menjalankan kehidupan baik di dunia maupun di akhirat.

Kedua, ada kesempatan manusia untuk memanfaatkan hidupnya selama  di dunia dengan melakukan sesuatu yang merupakan kenikmatan duniawi. Tapi, perlu diingat, kenikmatan duniawi tentu saja yang tidak berbaur dengan kemaksiatan. Ada manusia yang selama hidupnya menikmati kenikmatan duniawi dengan melakukan hal-hal yang terlarang, misalnya berzina, berjudi, dan mabuk-mabukan. Jelas, yang seperti itu merupakan perbuatan terlarang. Kenikmatan yang diperoleh dengan melakukan itu semua hanya kenikmatan sementara. Kenikmatan semacam itu adalah kenikmatan yang bergelimang dengan lumpur-lumpur dosa. Karena itu, selagi Allah masih memberi kesempatan pada kita untuk bisa hidup di dunia ini, kita perlu menyibukkan diri dengan sesuatu yang bermanfaat sebagaimana bunyi hadits berikut ini.

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: `sebagian dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak berguna`”

(HR Tirmidzi)

 

Ketiga, berbuat baik pada orang lain dengan memberikan bantuan entah itu dalam bentuk tenaga, pikiran, materi, atau do`a. Selama kita memiliki kemampuan fisik yang memadai, apa salahnya kita bantu orang lain yang memang diminta atau tidak memerlukan tenaga kita? Orang-orang di sekitar kita yang menjadi korban entah itu yang namanya gempa, misalnya, bisa kita bantu dengan tenaga kita selama kita ada waktu walaupun sehari saja atau beberapa jam saja. Kalau tenaga memang tidak bisa, karena waktunya memang tidak ada, kita bisa bantu lewat bantuan pemikiran. Negara ini kondisinya seperti kita ketahui demikian acakadul. Kita bisa bantu dalam bentuk sumbangan pemikiran. Kita menulis di media sosial atau media cetak berupa artikel atau apapun yang memuat pemikiran-pemikiran kita. Di sini dengan cara seperti itu kita sudah memberikan bantuan pemikiran. Lebih baik lagi kalau kita berperan sebagai narasumber dalam sebuah seminar, diskusi panel, atau workshop yang membahas masalah-masalah sosial di sekitar kita. Tenaga kita sudah tidak memungkinkan karena ada faktor kesehatan. Pemikiran juga kita tidak bisa karena memang ada keterbatasan untuk menulis atau berbicara. Tapi, kita masih punya harta. Nah, dengan harta yang kita miliki sebagian apa salahnya kalau kita sumbangkan. Terakhir, ini juga urgen, kita bisa memberikan bantuan dalam bentuk do`a. Singkatnya, selama kita masih diberi umur oleh Allah SWT manfaatkan baik tenaga, pemikiran, harta, maupun do`a untuk membantu orang lain. Sebagai tambahan, perlu juga direnungkan bunyi hadits berikut ini.

“Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda `Jika salah seorang di antara kalian baik (sempurna) Islamnya, setiap kebaikan yang dikerjakannya akan dicatat/dilipatgandakan dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Dan setiap keburukan yang dilakukannya akan dicatat seperti apa yang ia lakukan (tidak ditambahi)`”

(HR Bukhari)

Keempat, usahakan kita tidak menjadi orang yang melakukan kerusakan di muka bumi ini atau berbuat dzolim pada sesama kita. Sebagai orang yang beriman tidak selayaknya kita berperilaku seperti orang munafik yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah:11—12. Orang-orang munafik di ayat itu jika ada larangan berbuat kerusakan di muka bumi, justru menjawab sebaliknya bahwa mereka mengadakan perbaikan padahal yang dilakukan adalah sebaliknya, yaitu mereka berlaku dzolim. Jadi, di hadapan kita mereka mengatakan melakukan kebaikan tetapi di belakang kita mereka melakukan berbagai kerusakan (kedzoliman). Perilaku seperti ini di zaman kiwari persis sama dengan perilaku musuh-musuh orang beriman. Gambar di atas merupakan contoh orang-orang yang berlaku dzolim. Mereka berbisnis yang menguntungkan diri sendiri tapi di sekitarnya banyak orang susah. Inilah gambaran negara kita yang sebenarnya.

Orang seperti Qarun walaupun sudah diingatkan, karena sudah dikuasai iblis, tetap saja bergeming. Qarun malah berkilah bahwa semua harta yang diperolehnya lebih karena ilmu yang ada padanya. Ini bentuk kesombongan manusia yang telah dikuasai iblis. Perilaku Qarun di samping sombong, juga serakah, riya`, dan kikir. Perilaku Qarun sama persis dengan perilaku orang-orang kapitalis. Atau bukankah malah sebaliknya, orang-orang kapitalis justru banyak belajar dari Qarun?  Coba saja perhatikan perilaku Qarun, sebagai  orang yang termasuk serakah dia beranggapan boleh-boleh (mungkin juga sah-sah) saja kalau manusia itu serakah asalkan tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Bukankah ajaran mbahnya kapitalis, Adam Smith, memang demikian?

Perilaku buruk Qarun semakin menjadi-jadi, dia memprovokasi Nabi Musa AS agar tidak mau mengikuti ajarannya. Banyak juga pengikut Nabi Musa yang terkena provokasinya. Melihat semakin banyaknya orang yang ingkar pada Allah akibat provokasi Qarun, Nabi Musa AS tidak bisa berdiam diri. Beliau berdo`a pada Allah SWT agar diberi hukuman yang setimpal atas perilaku Qarun yang telah berlebihan. Akhirnya, Allah SWT memberikan hukuman yang tidak tanggung-tanggung, Qarun beserta harta miliknya ditelan bumi (Surat Al-Qashash:81). Naudzubillahi min dzalik !

Begitulah cara Allah SWT memberikan hukuman kepada orang-orang yang, serakah, riya`, kikir, dan sombong. Buat Allah demikian mudah untuk memberikan hukuman pada orang-orang seperti Qarun. Mudah-mudahan saja kita-kita yang tetap dalam keimanan pada Allah SWT tidak menjadi Qarun. Kalau memiliki profesi tertentu, dari profesi itu membuat kita kaya, berpangkat, atau punya kekuasaan tidak membuat kita kikir, serakah, riya`, atau sombong. Kita berharap pada Allah SWT semoga kita tetap dalam kondisi keimanan pada Allah SWT sampai Allah mencabut nyawa kita. Wallahu a`lam bissawab.

Sumber Gambar:

  1. (https://www.republika.co.id/berita/oejxju301/serakah)
  2. (https://www.suara.com/news/2020/02/21/154313/polantas-bantu-dorong-gerobak-penuh-rumput)
  3. (https://al-waie.id/muhasabah/pemimpin-haus-jabatan/)

By subagio

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp chat