Subagio S.Waluyo
Bagaimana keberagamaan TOKOH KITA? Sebagai seorang Muslim, TOKOH KITA termasuk orang yang taat dengan agamanya. Kalau ditelusuri, beberapa tulisannya ada yang secara khusus membahas tentang Islam. Tapi, tentu saja bukan melulu bicara tentang Islam dalam arti ilmunya atau syariahnya (Islamologi, syariat Islam) karena TOKOH KITA bukan berlatar belakang dari pondok pesantren atau dari perguruan tinggi Islam (apa lagi sampai mengambil program studi yang berkaitan dengan Ilmu Agama Islam) melainkan sampai saat ini TOKOH KITA lebih banyak belajar Islam dari pengajian-pengajian. Bahkan, lebih sering juga banyak membaca buku-buku yang berkaitan dengan Islam, entah itu hadis, fiqih dakwah, akidah, ibadah, atau akhlak. TOKOH KITA juga akrab dengan buku-buku yang berkaitan dengan sejarah, baik yang berkaitan dengan sejarah Rasululullah, sejarah para sahabat, maupun sejarah kerajaan-kerajaan Islam setelah tidak adanya kekhalifahan, seperti sejarah kerajaan di masa Muawiyah, Abasiyah, dan Usmaniyah. Sejarah yang berkaitan dengan gerakan-gerakan Islam di negara ini juga tidak luput dari objek bacaan TOKOH KITA. Dengan demikian, sebagai seorang Muslim TOKOH KITA sedikit banyak tahu tentang Islam walaupun TOKOH KITA enggan disebut sebagai seorang ahli agama Islam atau tokoh Islam.
***
TOKOH KITA memang bukan orang ahli agama Islam. Karena sedikit banyak tahu tentang Islam, TOKOH KITA dalam beberapa kesempatan dengan kesedikittahuannya tentang Islam pernah menulis tentang kisah Qarun. Dalam tulisannya berjudul “Qarun Sang Kapitalis” (https://subagiowaluyo. com/ qarun-sang-kapitalis/) mengajak pembacanya untuk merenungkan tiga ayat yang terdapat di Surat Al-Qashas (76-78). Qarun digambarkan dalam tulisannya itu seorang tokoh yang serakah, riya, kikir, dan sombong. Karena kesombongannya, Qarun melakukan cara-cara tidak terpuji pada pengikut-pengikut Nabi Musa AS di antaranya melakukan provokasi agar mereka (para pengikut Nabi Musa AS) memusuhinya dan ingkar pada Allah SWT. Perilaku Qarun sama dengan perilaku Fir`aun yang juga menganggap dirinya lebih tinggi daripada Allah SWT. Hal tersebut ditulis TOKOH KITA ketika mencoba menjelaskan bunyi Surat Al-Qashas: 76-78 berikut ini.
“Sesungguhya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka (sesama kaumnya). Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, `Janganlah kamu terlalu bangga. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orng-orang yang terlalu membanggakan diri`. Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan Janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qarun berkata, `Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku`….” |
Selanjutnya, berdasarkan ketiga ayat tersebut TOKOH KITA mencoba menyampaikan bahwa Qarun dan Nabi Musa masih terhitung sepupu karena Qarun anak paman Nabi Musa AS. Ketika miskin Qarun berakhlak baik. Tapi, entah mengapa ketika Allah berikan kekayaan ada perubahan dalam akhlaknya. Qarun menjadi berakhlak buruk. Qarun merasa bahwa kekayaannya selama ini merupakan jerih payahnya berbisnis. Memang benar dari kerja kerasnya Allah berikan sedikit demi sedikit kekayaan sehingga digambarkan kunci-kunci gudang yang digunakan untuk mengunci perbendaharaan hartanya demikian berat dipikul oleh orang-orang yang berotot. Keberhasilannya dalam mengubah nasibnya dari seorang miskin menjadi orang yang sangat kaya tidak disyukurinya. Justru dia semakin sombong. Bentuk kesombongan yang paling nyata ketika dia mengumpulkan orang untuk memamerkan kekayaannya. Meskipun ada orang yang memberikan nasihat agar dia tidak membanggakan diri, dia bergeming alias cuek bebek (masa bodo amat). Dia pun diingatkan oleh Allah seperti yang termaktub dalam ayat 77 di surat yang sama (Al-Qashash).
Khusus untuk ayat 77, ada empat butir yang bisa kita ambil sebagai pembelajaran. Keempat butir itu bisa kita uraikan satu persatu. Pertama, mencari kebahagiaan negeri akhirat. Sebagai manusia perlu dicamkan bahwa kita hidup bukan hanya di dunia ini. Di dunia ini kita hidup hanya sementara. Ada kehidupan yang abadi, yaitu kehidupan akhirat. Kalau semua manusia sadar bahwa ada kehidupan akhirat yang abadi, mereka tentu tidak mau menyia-nyiakan waktu selama hidup di dunia ini. Mereka pasti berusaha mau memanfaatkan hidupnya sebaik mungkin. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, kebanyakan manusia tidak menyadarinya sehingga mereka melakukan lebih banyak keburukan daripada kebaikan. Untuk itu, tidaklah aneh jika sebagian besar manusia gagal dalam menjalankan kehidupan baik di dunia maupun di akhirat.
Kedua, ada kesempatan manusia untuk memanfaatkan hidupnya selama di dunia dengan melakukan sesuatu yang merupakan kenikmatan duniawi. Tapi, perlu diingat, kenikmatan duniawi tentu saja yang tidak berbaur dengan kemaksiatan. Ada manusia yang selama hidupnya menikmati kenikmatan duniawi dengan melakukan hal-hal yang terlarang, misalnya berzina, berjudi, dan mabuk-mabukan. Jelas, yang seperti itu merupakan perbuatan terlarang. Kenikmatan yang diperoleh dengan melakukan itu semua hanya kenikmatan sementara. Kenikmatan semacam itu adalah kenikmatan yang bergelimang dengan lumpur-lumpur dosa. Karena itu, selagi Allah masih memberi kesempatan pada kita untuk bisa hidup di dunia ini, kita perlu menyibukkan diri dengan sesuatu yang bermanfaat sebagaimana bunyi hadis berikut ini.
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: `sebagian dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak berguna`”
(HR Tirmidzi)
Ketiga, berbuat baik pada orang lain dengan memberikan bantuan entah itu dalam bentuk tenaga, pikiran, materi, atau do`a. Selama kita memiliki kemampuan fisik yang memadai, apa salahnya kita bantu orang lain yang memang diminta atau tidak memerlukan tenaga kita? Orang-orang di sekitar kita yang menjadi korban entah itu yang namanya gempa, misalnya, bisa kita bantu dengan tenaga kita selama kita ada waktu walaupun sehari saja atau beberapa jam saja. Kalau tenaga memang tidak bisa, karena waktunya memang tidak ada, kita bisa bantu lewat bantuan pemikiran. Singkatnya, selama kita masih diberi umur oleh Allah SWT manfaatkan baik tenaga, pemikiran, harta, maupun do`a untuk membantu orang lain. Sebagai tambahan, perlu juga direnungkan bunyi hadis berikut ini.
“Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda `Jika salah seorang di antara kalian baik (sempurna) Islamnya, setiap kebaikan yang dikerjakannya akan dicatat/dilipatgandakan dengan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Dan setiap keburukan yang dilakukannya akan dicatat seperti apa yang ia lakukan (tidak ditambahi)`”
(HR Bukhari)
Meskipun bukan ahli agama, TOKOH KITA sekedar menulis tentang watak orang seperti Qarun yang diambil dari Surat Al-Qashas: 76-78 bukan menjadi hambatan sehingga orang tidak mau menyampaikan nilai-nilai kebaikan. TOKOH KITA mampu menjabarkan perilaku yang ada pada Qarun agar para pembacanya tidak melakukan perilaku yang sama, yaitu serakah, riya, kikir, dan sombong. Bukan itu saja, Qarun juga melakukan cara-cara tidak terpuji pada pengikut-pengikut Nabi Musa AS di antaranya melakukan provokasi para pengikut Nabi Musa agar memusuhinya dan ingkar pada Allah SWT. Di samping itu, TOKOH KITA juga mengutip hadis-hadis yang mengingatkan pada para pembacanya agar meninggalkan perkara yang tidak berguna dan Allah akan mencatat kebaikan yang dilakukan hamba-Nya. Dengan demikian, TOKOH KITA turut menyadarkan pembacanya agar tidak berperilaku seperti Qarun.
***
Kalau uraian di atas lebih pada menjelaskan isi yang terkandung dalam Al-Quran, uraian berikut ini lebih merupakan penjelasan dari bunyi hadis berikut ini:
“Ya, Allah aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, kebodohan, kerentaan, dan kekikiran. Aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, berlindung kepada-Mu dari bencana kehidupan (dunia) dan bencana (setelah) kematian” (HR. Asy-Syaikhani).
Hadis di atas jika diperhatikan merupakan sebuah doa yang boleh jadi sering disampaikan seseorang setelah melaksanakan solat, baik solat fardu maupun sunah. Umat Islam yang kerap membaca doa tersebut banyak yang tidak tahu kalau doa tersebut merupakan bunyi hadis yang disampaikan Rasulullah SAW. Bahkan, boleh jadi banyak juga umat Islam yang tidak memahami makna yang terkandung dalam doa tersebut. Ternyata, TOKOH KITA karena kerap melakukan kontemplasi menemukan bahwa di hadis tersebut ada lima permintaan yang disampaikan seorang hamba pada Allah, yaitu kelemahan, kemalasan, kebodohan, kerentaan, dan kekikiran. TOKOH KITA menyebutnya sebagai 5 K sehingga ketika membuat judul tulisannya menjadi “Berlindung dari 5 K” (https://subagiowaluyo.com/berlindung-dari-5-k/). Dipastikan para pembacanya ketika melihat judul tersebut akan bertanya-tanya dan sudah dipastikan ada rasa ingin tahu: “apa yang dimaksud dengan 5 K itu?”. Di sini bisa dilihat potongan-potongan tulisan TOKOH KITA yang terdapat di link di atas itu.
………………………………………………………………………………………………………………………………
Kelemahan Kelemahan termasuk salah satu indikator negatif seorang Muslim. Karena merupakan salah satu indikator negatif, setiap pribadi Muslim harus menjauhinya. Untuk itu, seorang Muslim harus terhindar dari kelemahan baik fisik, akal, maupun rohani. Untuk terhindar dari kelemahan fisik, seorang Muslim harus memenuhi kebutuhan fisiknya dengan makanan yang halalan thoyyiban. Selain itu, juga harus melakukan aktivitas olah raga secara rutin. Dianjurkan pula oleh Islam untuk berpuasa di luar puasa wajib, seperti puasa selang hari, senin-kamis, pertengahan bulan, dan puasa-puasa sunnah lainnya. Rasulullah SAW sendiri pernah mengatakan bahwa seorang Muslim yang kuat itu lebih baik daripada seorang Muslim yang lemah (Al-Hadis). Agar fisiknya kuat, perlu secara rutin seorang Muslim berinisiatif memeriksakan kesehatannya secara rutin ke dokter. Dengan cara demikian dia akan bisa mendektesi sedini mungkin jika ada penyakit-penyakit internis. Seorang Musim yang sehat fisiknya, Insya Allah mampu untuk beraktivitas, menanggung beban kerja, dan melakukan berbagai kreativitas. ……………………………………………………………………………………………………………………………… Kemalasan Setiap Muslim yang memiliki kekuatan (fisik, intelektual, dan mentalitas) harus bisa mengatur waktu, memiliki kedisiplinan, dan mampu mandiri. Kalau salah satu di antara ketiganya atau semuanya tidak ada, dia tergolong seorang Muslim lemah atau malas. Orang malas atau yang mempunyai kemalasan bisa dicirikan dari tidak bisa mengatur waktu. Al-Qur`an sendiri telah mengingatkan akan pentingnya waktu. Sampai-sampai demikian pentingnya masalah waktu ada ayat khusus tentang waktu, yaitu Surat Al-Asr. Di surat tersebut Allah SWT bersumpah dengan menggunakan Al-Asr (demi masa). Di surat tersebut Allah SWT juga mengingatkan pada orang-orang beriman kalau manusia itu banyak (bahkan boleh jadi sebagian besar) tergolong orang yang rugi. Mengapa? Mereka dianggap yang merugi karena sepanjang hidupnya yang demikian singkat ini tidak pernah melakukan kebaikan (amal sholeh) dengan saling berwasiat (mengingatkan atau menasihati) dalam kebenaran dan kesabaran. ………………………………………………………………………………………………………………………………. Kebodohan Seperti telah diketahui salah satu penyebab kemunduran umat Islam adalah kebodohan yang ditandai dengan sikap taklid atau jumud sebagaimana telah diuraikan di atas. Orang-orang yang memusuhi Islam ada kecenderungan untuk melakukan pembiaran agar umat Islam tetap dalam kejumudan atau kebodohan. Mengapa? Mereka sadar kalau umat ini cerdas, pintar, dan kritis akan berbalik untuk memusuhi mereka. Bahkan, tidak mustahil membumihanguskan mereka.Untuk itu, ada program yang terselubung dan masif melakukan perang pemikiran. Hanya dengan cara itu umat Islam akan tetap dalam kebodohan. ……………………………………………………………………………………………………………………………… Kerentaan Kerentaan identik dengan ketidakberdayaan. Orang yang telah renta (sangat tua) sudah pasti tergolong orang yang tidak berdaya. Karena ketidakberdayaannya, orang yang telah renta diberi keringanan misalnya puasa. Orang yang renta tidak diwajibkan puasa seperti orang yang normal (sehat fisik, akal, dan rohaninya). Cukuplah bagi orang yang renta membayar fidyah (memberi makan orang miskin) sebagaimana telah disebutkan dalam Surat Al-Baqarah: 184. Begitu juga ibadah-ibadah wajib yang lain.Kalau memang masih sanggup dipersilakan mereka untuk melaksanakannya. Tapi, bagaimana dengan orang renta yang selain penyakitan juga pikun (tidak berakal)? Karena akalnya sudah tidak sempurna, mereka tidak ada lagi kewajiban untuk melaksanakan ibadah. Salah satu syarat sahnya ibadah bukankah di antaranya berakal atau sempurna akalnya? Cukuplah amalan-amalan yang lalu ketika mereka sehat dijadikan amal sholeh kelak di yaumul akhir. ……………………………………………………………………………………………………………………………… Kekikiran Orang yang kikir jelas orang yang tidak bisa memberikan manfaat buat orang lain. Orang seperti ini juga jelas tidak mencintai kebaikan. Orang yang cinta kebaikan sudah pasti tidak kikir. Orang yang mencintai kebaikan pasti orang yang pemurah (lawan dari orang yang kikir). Setiap Muslim yang kaafah bisa dipastikan adalah orang-orang yang pemurah dan mencintai kebaikan. Jika ada seorang yang mengaku Muslim tetapi kikir, dia tidak bisa digolongkan sebagai seorang Muslim yang kaafah karena dia masih memiliki sifat bakhil (kikir). Sifat kikir sendiri yang masih melekat pada diri seorang Muslim menunjukkan kekurangsempurnaannya dalam ber-Islam. Mustahil seorang Muslim yang kaafah masih memiliki sifat kikir. |
***
Selain dalam tulisannya mengutip dari Al-Quran dan Hadis, TOKOH KITA juga terkadang mengutip dari karya-karya sastra. Hal ini mengingat TOKOH KITA adalah orang yang gemar membaca buku-buku karya sastra. Sebagai penikmat sastra, TOKOH KITA belajar memanfaatkan teks-teks dalam karya sastra dijadikan sebagai bahan tulisannya. Salah satu karya sastra yang diambil di antaranya adalah cerpen yang ditulis oleh Umar Kayam:”Lebaran di Karet. Di Karet….”. Cerpen ini berkisah tentang seorang laki-laki tua yang sudah setahun lamanya ditinggal istrinya. Anak-anaknya yang dididik di Barat tidak ada seorang pun yang mengunjunginya. Mereka hanya mengirimi kartu lebaran yang berisikan permintaan maaf karena tidak bisa datang di hari lebaran. Bagaimana gambaran isi cerpennya? Bisa dilihat beberapa potongan cerpennya dan komentar TOKOH KITA tentang potongan isi cerpen tersebut.
…………………………………………………………………………………………………………………………….. Menjelang hari-hari Lebaran yang semakin dekat, Is merasa rumahnya semakin kelihatan besar dan kosong lagi. Betapa tidak. Empat ruang tidur di tengah rumah itu hanya dia tempati sendiri sejak istrinya meninggal setahun yang lalu. Ruang-ruang tidur selebihnya selalu kosong sejak anak-anaknya pindah ke luar negeri dan ruang tamu itu lebih lama lagi tidak disinggahi orang. Di bagian belakang rumah, dipisahkan oleh lorong belakang rumah, adalah kamar tempat tinggal sepasang suami-istri Sumo yang sudah ikut keluarga Is selama bertahun-tahun. Mereka akan muncul ke dalam rumah kalau Is memanggil mereka untuk keperluan ini dan itu. Selebihnya tidak ada komunikasi antara mereka. ……………………………………………………………………………………………………………………………… Dalam hari-hari mendekati Lebaran, Is berharap surat anak-anaknya akan mulai berdatangan, seperti layaknya kebiasaan pada hari-hari seperti itu. Dan, memang betul saja, surat mereka memang pada berdatangan. Tetapi surat-surat itu mengecewakan Is karena pendeknya. Dengan bersungut-sungut surat-surat tersebut dalam beberapa detik telah selesai dibacanya. Huh, wong surat Lebaran buat orang tua kok dikirim dalam kartu pos bergambar… Itu pun dalam beberapa baris… Nana yang menulis dari Geneva minta maaf liburan winter tahun ini tidak jadi pulang ke Indonesia karena sudah janji sama si Jon (kakak si temanten baru nih ye), buat mengajari main ski di Alpen. Opo ora hebat, Dad. Maaf banget, nggih Dad? Makam Mommy apa sudah ditutup nisan? Love kita semua. Kemudian Jon hanya titip salam “Hi, Dad”. Kemudian surat dari Suryo, anaknya yang sulung, yang masih menetap di New York yang masih kerja magang di IBM yang juga minta maaf tidak bisa pulang ke bapaknya karena sudah terlanjur janji untuk libur dengan pacarnya anak Puerto Rico. Sambil terus bersungut kartu pos bergambar dari anak-anaknya itu dilemparkannya ke meja. Huh, anak-anak! Yang tanya ibunya juga cuma satu! Itu pun soal sudah dinisan apa belum… ………………………………………………………………………………………………………………………… (Dikutip dari: Cerpen Umar Kayam “Lebaran di Karet. Di Karet….”) |
Bagaimana komentar TOKOH KITA ketika melihat potongan-potongan cerpen di atas? TOKOH KITA mempertanyakan, kenapa anak-anak Is tidak ada satu pun yang tinggal bersamanya? Jawabannya mudah saja karena sejak kecil tidak ditanamkan pendidikan agama. Maksudnya, pendidikan agama yang mengajarkan anak-anak agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Bukankah agama (dalam hal ini Islam) memerintahkan agar ketika orang tua berusia lanjut sang anak berbuat baik pada kedua orang tuanya (17/23-24; 31/14; 46/15). Karena kedua orang tuanya lalai menanamkan nilai-nilai agama pada anak-anaknya, mengakibatkankan anak-anaknya ketika dewasa tidak punya kepedulian pada ayahnya. Kalau sejak kanak-kanak ditanamkan nilai-nilai agama, kedua anaknya tidak akan tega membiarkan ayahnya sendirian di rumahnya. Boleh jadi Is dan istrinya yang tanpa disadari gaya hidupnya sedikit mewah seperti diplomat dan anak-anaknya dididik di Barat yang cenderung sekuler dan liberal menjadikan anak-anaknya tidak punya kepedulian pada kedua orang tuanya. Akar masalahnya sudah jelas, yaitu kesalahan pada Is dan istrinya yang sama sekali tidak menanamkan nilai-nilai agama pada anak-anaknya. Ayahnya tidak akan kesepian kalau saja di hari Lebaran anak-anaknya berkumpul di rumahnya. Tetapi, sesuatu yang seharusnya demikian indah itu tidak terjadi. Anak-anaknya hanya mengirim kartu lebaran. Walaupun disertai dengan permintaan maaf, hal itu jelas mencerminkan sikap masa bodoh anak-anaknya pada ayahnya.
Ternyata, penanaman nilai-nilai Islam selain dengan Al-Quran dan Hadis juga bisa dilakukan lewat karya sastra (dalam hal ini cerpen). Kalau saja setiap Muslim mau melakukan kebaikan, jalan mengarah kebaikan pasti masih ada. TOKOH KITA telah membuktikannya dengan menampilkan cerpen hasil karya sastrawan Indonesia terkenal: Umar Kayam. Sastrawan-sastrawan Indonesia di luar Umar Kayam banyak yang telah menulis nilai-nilai Islam ke dalam karya-karya sastranya sebut saja Taufik Ismail yang telah menulis puisi-puisi Islam dalam Qasidah Barzanji yang dinyanyikan oleh Grup Bimbo, musisi asal Bandung di tahun `70-`80-an. Begitu juga dengan Ebiet G. Ade yang kalau diamati lirik-lirik lagunya tidak sedikit bernuansa religius. Dengan demikian, sastrawan-sastrawan Indonesia telah banyak berkontribusi dalam menanamkan nilai-nilai Islam di bumi pertiwi ini.
***
Walaupun tidak banyak menguasai ilmu agama, TOKOH KITA telah membuktikan bahwa menegakkan amar makruf nahi mungkar bisa dilakukan oleh siapapun. Dalam hal ini penegakan amar makruf nahi mungkar dilakukan melalui tulisan. Untuk bisa melakukannya, tidak perlu harus memiliki banyak ilmu karena TOKOH KITA berpegang teguh pada bunyi potongan hadis baligul anni walau ayah (sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat). Meskipun hanya tahu bismillah, misalnya, seseorang wajib menyampaikannya karena kalau sampai menunggu banyak ilmu, penegakan amar makruf nahi mungkar tidak akan terlaksana. Bagaimana kalau tidak terlaksana? Sudah bisa dipastikan akan semakin banyak kemungkaran. Jadi, supaya tidak banyak terjadi kemungkaran, TOKOH KITA melalui tulisannya berupaya melakukan amar makruf nahi munkar walaupun sumbangsihnya bagi umat ini tidak begitu banyak. TOKOH KITA berprinsip selagi masih ada umur manfaatkan waktu yang dengan ada memberikan nilai-nilai kebaikan. TOKOH KITA juga berharap agar kebiasaan yang baik itu benar-benar bisa istiqomah.
Sumber Gambar:
(https://www.dailysia.com/kisah-qarun-saudagar-kaya-raya-yang-mati-tenggelam-bersama-hartanya/)