Subagio S.Waluyo

Di “TOKOH KITA (4)” telah dijelaskan bahwa kerja analisis isi juga bisa dilakukan bukan sebatas mengungkap makna yang terkandung dalam karya-karya sastra saja, pemberitaan di media, percakapan dalam teks atau skenario film/drama, adegan dalam sinetron, atau hasil wawancara yang biasa dilakukan dalam penelitian kualitatif juga bisa dilakukan. Selain itu, juga telah dijelaskan bahwa tulisan yang di dalamnya ada deskripsi yang berusaha menjelaskan isi naskah memudahkan orang untuk memahami isi bacaan. Isi bacaan yang berasal dari karya-karya sastra seperti puisi, misalnya, tidak mudah untuk dipahami. Agar pembacanya bisa memahami isi yang terdapat dalam karya sastra dilakukan deskripsi dengan menganalisis setiap baris, bahkan kalau perlu setiap kata, yang terdapat dalam puisi. Bukankah karya sastra merupakan hasil imajinasi dan kontemplasi penulisnya sehingga sangat dibutuhkan uluran tangan dari TOKOH KITA untuk menganalisisi isi sebuah karya sastra?

***

Terkadang bukan hanya karya-karya sastra yang sulit dipahami isinya, sebuah pemberitaan juga sulit dipahami kalau dalam pemberitaan tersebut mengutip pendapat orang yang ketika berpendapat menggunakan kata-kata atau istilah-istilah yang berbau akademis. Pendapat dari kalangan akademis karena sudah terbiasa dalam memberikan pembelajaran di bangku kuliah atau di forum-forum ilmiah ketika diwawancarai juga terkadang menyelipkan kata-kata atau istilah-istilah yang sulit dimengerti orang lain. Di sinilah peran seseorang untuk mencoba menjelaskan informasi yang disampaikan orang akademis itu. Tidak sedikit tulisan TOKOH KITA mendeskripsikan isi entah itu yang terdapat dalam pemberitaan, tulisan ilmiah, atau gambar-gambar (dalam hal ini bisa berupa gambar-gambar grafik, ilustrasi, atau karikatur). Dengan melakukan analisis isi yang kemudian dideskripsikan oleh TOKOH KITA pada akhirnya banyak pembacanya yang memahami isinya. Berikut ini bisa dilihat tulisan-tulisan yang merupakan hasil analisis isi dari berbagai referensi.

Pada pembelajaran aktif yang berpusat pada mahasiswa (SCAL), fokus pembelajaran tidak pada penguasaan materi atau konten, akan tetapi pada pengembangan sikap belajar sepanjang hayat (life-long learning). Iklim belajar di antara mahasiswa pada pembelajaran aktif bersifat kooperatif, kolaboratif dan suportif. Iklim atau suasana belajar seperti ini memungkinkan mahasiswa membangun dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya serta menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan mendalam (critical and deeper thinking skill) yang diperlukan lulusan menghadapi masalah dalam kehidupan maupun dunia kerja. Suasana belajar ini juga lebih memungkinkan berkembangnya soft skill, antara lain kepemimpinan, empati, bekerja sama, kemampuan berpikir dan menyelesaikan masalah, tenggang rasa, dan lainnya, yang tidak terjadi pada pembelajaran tradisional. Menurut survei sebuah perusahaan, soft skill berperan penting dalam meraih sukses di dunia kerja.

Dalam SCAL, mahasiswa dan dosen bersama-sama mengembangkan pengetahuan dengan pusat proses pembelajaran adalah pada mahasiswa, sedangkan dosen lebih berperan sebagai fasilitator dan/atau narasumber. Dari uraian di atas dapat dirangkum bahwa pada SCAL : 1. Mahasiswa ikut bertanggung jawab atas pembelajarannya; 2. mahasiswa aktif belajar secara mandiri maupun berkelompok; 3. mahasiswa mampu mengembangkan potensinya secara optimal, untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan secara utuh; 4. mahasiswa dapat memilih dan mengembangkan bidang minatnya; 5. mahasiswa menemukan cara belajar dan cara mempelajari IPTEKS sehingga mampu belajar sepanjang hayat; mahasiswa lebih mampu mengembangkan soft skills; 7. mahasiswa memperoleh pengalaman belajar dalam proses belajarnya; 8. mahasiswa harus dapat menunjukkan hasil belajar/kinerjanya; 9. mahasiswa harus dapat mempresentasikan penyelesaian tugas hasil belajarnya; yang dibahas bersama; 10. mahasiswa harus menyelesaikan tugas yang merupakan pokok dalam pembelajaran, secara mandiri maupun berinteraksi dalam tim atau berkelompok; 11. penilaian proses sama pentingnya dengan penilaian hasil ujian. Proses pembelajaran dalam pembelajaran aktif adalah kegiatan yang didesain untuk memastikan bahwa mahasiswa menggunakan kemampuan yang telah dimilikinya untuk membangun pengetahuan dari gagasan dan informasi penting yang dipelajarinya untuk mencapai kompetensi atau kemampuan yang ditetapkan (Tomlinson,1999); 12. dosen beralih peran sebagai fasilitator dan/atau narasumber yang mendampingi mahasiswa dalam proses pembelajarannya, dan 13. dengan kecepatan kemajuan ipteks dan sarana komunikasi, maka dalam SCAL, dosen dan mahasiswa sama sama belajar.

(https://simak.ui.ac.id/wp-content/uploads/2016/07/Modul-SCAL-OBM-mahasiswa.pdf)

TOKOH KITA ketika menganalisis isi tulisan di atas mendeskripsikan bahwa dalam pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa yang aktif mahasiswanya bukan dosennya karena mahasiswa digiring untuk belajar mandiri. Selain itu, mahasiswa juga bisa belajar bersama (berkelompok) dalam bentuk diskusi atau brainstorming atau bisa juga semacam focus group discussion (FGD). Agar diskusi itu bukan sekedar omong-omong tidak terarah, sejak awal sang dosen sudah memberikan arahan dengan cara menentukan terlebih dahulu tema yang mau dijadikan bahan diskusi. Berikan kisi-kisinya yang berkaitan dengan bahan diskusi. Perlu juga diingatkan bahwa diskusi itu meskipun hanya dilakukan oleh sekelompok mahasiswa bahan hasil diskusi dikumpulkan. Bahan-bahan tersebut kemudian dirangkum dan diedit menjadi sebuah tulisan yang tidak menutup kemungkinan bisa dijadikan bahan pembelajaran. Kalau aktivitas diskusi mahasiswa sudah berjalan, yang namanya UTS atau UAS sekalipun sebenarnya tidak diperlukan lagi. Cukup penilaian dari diskusi-diskusi seperti itu. Di sini insan akademis yang bernama dosen harus benar-benar menyadari akan pentingnya mengubah paradigma termasuk paradigma yang menyatakan penilaian mutlak dari UTS atau UAS. Padahal ada yang lebih berbobot dari sekedar UTS atau UAS, yaitu diskusi semacam FGD. FGD kalau benar-benar diseriuskan tidak mustahil akan menghasilkan karya besar atau karya monumental sekalipun.

Lebih jauh TOKOH KITA juga menyampaikan  agar FGD benar-benar bisa menghasilkan karya monumental, dalam FGD di kelas masukan-masukan baik dari dosen sebagai fasilitator maupun teman-teman sesama mahasiswa sebagai peserta diskusi diharapkan dapat menyempurnakan isi bahan presentasi tersebut. Dosen sebagai fasilitator mempunyai peranan penting untuk membantu sang mahasiswa agar bahan presentasinya suatu saat bisa dijadikan bahan pengayaan pembelajaran mata kuliah yang diampunya. Bahkan, tidak mustahil di tangan dosen yang kreatif dan inovatif bahan-bahan hasil diskusi itu akan dikumpulkan dan suatu saat bisa saja dijadikan buku teks pembelajaran di perguruan tinggi. Seandainya, ada tiga puluh mata kuliah di setiap program studi melakukan hal  yang sama, akan ada tiga puluh buku teks yang siap diterbitkan. Kalau di sebuah perguruan tinggi ada sepuluh program studi akan ada tiga ratus buku teks yang dapat menjawab masalah kelangkaan buku-buku teks. Bukankah ini merupakan jawaban terhadap miringnya orang yang menganggap remeh tentang proses belajar-mengajar di perguruan tinggi yang selama ini hanya mirip-mirip lembaga kursus?

***

TOKOH KITA juga bisa menganalisis isi sebuah artikel yang dimuat di berbagai media, baik media cetak maupun media online. Salah satu tulisan yang terdapat di media online, seperti di kompasiana.com pernah dianalisis isi tulisannya. Tulisan tersebut berkaitan dengan pembangunan. Kalau berbicara tentang pembangunan, sudah bisa dipastikan teori yang digunakan adalah Teori Pembangunan Pendekatan ala Walt Withman Rostow atau biasa disebut sebagai Teori Pertumbuhan Ekonomi Rostow. Konsep Rostow bisa dilihat pada tabel di atas. Meskipun demikian, tentang isi tabel tersebut tidak perlu dibahas di sini. TOKOH KITA lebih tertarik untuk membahas tulisan yang terdapat di kompasiana.com karena tulisan itu mengaitkan pembangunan dengan logika pembangunan era Orde Baru. Selain itu, ini yang menarik, TOKOH KITA mengakhiri analisis isinya dengan menampilkan gambar yang berkaitan dengan SDG`s (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan). Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat tulisan berikut ini.

Ada beberapa hal menarik yang harus dilihat dari proses pembangunan bangsa zaman orde baru dengan sekarang, yaitu logika pembangunan. Menurut penulis, logika pembangunan era orde baru dengan sekarang adalah sama, yaitu sama-sama menggunakan pendekatan The stages of economic growth ala W.W. Rostow.

Dalam teori tersebut, Rostow menjelaskan bahwa pembangunan atau modernisasi merupakan proses bertahap, dimana masyarakat akan berkembang dari masyarakat tradisional dan berakhir pada tahap masyarakat dengan konsumsi tinggi. Pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menuju masyarakat modern merupakan suatu proses yang multidimensional. Dimana perubahan ini bukan hanya bertumpu pada perubahan ekonomi dari agraris ke ystemy saja, melainkan pula perubahan pada bidang sosial, budaya, politik, ekonomi, bahkan agama.

Melihat reaksi dari proses pembangunan baik yang sedang berjalan sekarang maupun pada masa orde baru, memang di akui bahwa pembangunan tersebut berjalan secara signifikan sesuai dengan apa yang di rencanakan. Akan tetapi ada beberapa hal yang harus di evaluasi dari proses pembangunan tersebut.

Menurut penulis, proses pembangunan tidak hanya di prioritaskan pada pembangunan infrastruktur yang terlihat secara fisik semata, akan tetapi pembangunan jiwa dan mental masyarakat untuk menuju tahap akhir dari teori Rostow harus juga di imbangi. Hal tersebut di perlukan guna memberikan kesadaran secara psikologis kepada masyarakat untuk menghadapi kemajuan zaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih buta terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat ini.

Selain itu, proses pembangunan ini harus juga merata dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, agar supaya tidak terjadi disintegrasi. Meskipun sudah diterapkan ystem desentralisasi, akan tetapi hal tersebut perlu dikaji kembali oleh pemerintah pusat, sebab sumber daya, tingkatan ekonomi dan pendapatan masing-masing daerah itu berbeba-beda. Hal tersebut diperlukan agar masyarakat tidak kaget ataupun terkejut dengan berbagai tantangan yang akan di hadapi.

(https://www.kompasiana.com/sang_bima/5cde68076db8434b811a557a/21-tahun-reformasi-pembangunan-masa-depan-bangsa-belum-selesai?page=all)

Pembangunan yang berorientasi pada pendekatan pertumbuhan ekonomi model Rostow ternyata bukan saja menghasilkan pembangunan yang tidak merata tetapi juga menciptakan manusia Indonesia yang tidak manusiawi. Hal itu bisa terjadi karena negara ini abai membangun manusia berkarakter baik. Pembangunan manusia seutuhnya yang dulu pernah digadang-gadang di masa orde baru ternyata hanya sebatas slogan. Dalam prakteknya sama sekali nihil alias sebatas wacana karena ternyata bangsa ini tetap saja semakin materialistis dan liberalis. Bangsa ini pun  mencoba mencanangkan pembangunan yang berkelanjutan (PB). PB yang di dalamnya mencakup tujuh belas tujuan pembangunan sampai saat ini perlu dipertanyakan sampai sejauhmana pelaksanaannya? Jangan-jangan nantinya juga sebatas wacana karena pelaksanaannya jauh panggang dari api. Selain itu, PB juga memiliki tiga aspek, yaitu aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup. Apakah ketiga aspek itu juga benar-benar dilaksanakan sesuai tuntutan dan tuntunan? Bagaimana kalau masih terjadi kebakaran hutan di negara ini yang pelaku-pelakunya adalah orang-orang yang sama? Bagaimana negara ini mau mandiri pemerintahannya kalau penguasanya bergandengan tangan dengan pengusaha sama-sama cari keuntungan atau sama-sama merampok kekayaan negara ini? Dengan demikian, jangan banyak berharap akan terjadi pemerataan pembangunan di negara yang kita cintai ini. Coba saja kita perhatikan gambar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dari tujuh belas tujuan adakah tujuan yang telah tercapai?

***

Di samping melakukan analisis isi terhadap tulisan yang terdapat, baik di sebuah berita maupun artikel, TOKOH KITA juga beberapa kali mencoba menganalisis isi dari sebuah gambar. Gambar yang dianalisis bisa berupa gambar karikatur, bisa juga ilustrasi. Di gambar karikatur berikut ini, TOKOH KITA walaupun hanya menulisnya dalam satu paragraf berupaya mengajak pembacanya untuk sama-sama mereviu sebuah fenomena sosial yang tampak di hadapan kita. Begitu juga ketika ditampilkan sebuah gambar ilustrasi, TOKOH KITA lagi-lagi juga meminta pembacanya untuk mereviu ke dalam diri kita untuk melakukan introspeksi diri. Agar bisa dipahami lebih jauh lagi, silakan dilihat gambar karikatur dan ilustrasi berikut ini beserta analisis isinya.

(1) Masalah-masalah penyimpangan sosial sering dijadikan objek oleh karikaturis untuk menyampaikan kritik sosialnya. (2) Kritik sosial yang disampaikan karikaturis disalurkan melalui gambar-gambar karikatur yang dimuat di berbagai media massa, baik media cetak maupun online. (3) Gambar karikatur di atas, misalnya, merupakan salah satu cara menyampaikan kritik sosial sang karikaturis. (4) Gambar karikatur tersebut tampaknya dibuat dalam rangka merayakan Hari Anak Nasional. (5) Hal itu jelas terlihat di layar TV yang terdapat di gambar karikatur itu. (6) Anak yang sedang makan sambil nonton TV terlihat menangis dan berteriak-teriak. (7) Sementara itu, kedua orang tuanya dengan gawainya asyik bersilancar di dunia maya. (8) Bersilancar di dunia maya tidak ada salahnya asalkan anak juga mendapat perhatian. (9) Jangan karena asyik bersilancar di dunia maya sampai-sampai kurang perhatian pada anak?

(https://subagiowaluyo.com/13-dipancing-pakai-gambar-karikatur/)

(1) Bagaimana cara memahami diri sendiri dari perspektif diri sendiri? (2) Ini pertanyaan menarik. (3) Dikatakan menarik karena untuk memahami diri sendiri membutuhkan proses berpikir yang mendalam. (4) Meskipun demikian, juga diperlukan kejujuran karena seringkali orang memanipulasi dirinya bahwa dirinya tahu persis kelebihan dan kekurangannya. (5) Kejujuran dibutuhkan karena sering orang saking egonya hanya menonjolkan kalau dirinya punya banyak kelebihan atau lebih mengedepankan kebaikan. (6) Padahal, banyak orang tahu kalau orang tersebut pernah melakukan berbagai kesalahan. (7) Salah satu kesalahan fatal, misalnya, orang tersebut pernah di media online memfitnah orang dengan kata-kata yang tidak senonoh sehingga orang yang  difitnah itu terpukul. (8) Orang tersebut memang merasa bersalah dan buru-buru minta maaf seraya mencabut tulisannya yang nyinyir itu. (9) Itu baru salah satu contoh saja ulah orang tersebut di dunia maya. (10) Walaupun itu hanya baru sekali dilakukan di dunia maya, ibarat nila setitik rusak susu sebelanga, perilaku yang diperlihatkan orang tersebut di dunia maya jelas merupakan cacat dirinya yang tidak bisa dihapus dari ingatan orang terutama orang yang pernah difitnahnya. (11) Artinya, keseharian orang tersebut secara kasat mata di hadapan orang termasuk memang orang baik-baik. (12) Tetapi, perilakunya yang telah mencoreng nama baik orang lain jelas menghapuskan kebaikannya. (13) Dengan kata lain, orang tidak akan mudah untuk melupakan kesalahannya. (14) Bahkan, orang juga bisa berkesimpulan kalau orang tersebut jangan-jangan di dunia nyata memang kesehariannya sering melakukan kesalahan. (15) Untuk itu, ketika seseorang belajar memahami dirinya sendiri dibutuhkan sebuah kejujuran atau dia juga perlu perspektif orang lain.

(https://subagiowaluyo.com/12-dipancing-pakai-gambar-ilustrasi/)

***

Sebagai penulis, TOKOH KITA dengan melakukan analisis isi telah banyak membantu pembacanya dalam memahami isi, baik sebuah karya fiksi maupun nonfiksi. Bahkan, lebih jauh dari itu, TOKOH KITA juga menuntun pembacanya untuk memahami isi yang terdapat, baik dalam gambar ilustrasi maupun gambar karikatur. Agar mudah memahami muatan yang terdapat dalam karya fiksi dan nonfiksi serta gambar-gambar ilustrasi dan karikatur, tidak cukup semua itu dilakukan analisis isi, tapi juga harus dideskripsikan. Dengan cara demikian, pembacanya benar-benar memahami di balik makna yang terkandung, baik pada karya-karya sastra, berita, maupun artikel. Bahkan, gambar-gambar ilustrasi, karikatur, dan grafik atau tabel sekalipun bisa dipahami isi yang terkandung di dalamnya. Diharapkan dengan cara demikian, tidak mustahil, baik TOKOH KITA maupun pembacanya juga bisa menemukan konsep yang biasa dilakukan orang ketika melakukan penelitian kualitatif.

Sumber Gambar:

  1. (https://protuslanx.wordpress.com/2010/10/23/teori-tahap-tahap-pertumbuhan-walt-whitman-rostow/)
  2. (https://sdgs.bappenas.go.id/kolaborasi-dalam-mencapai-tujuan-pembangunan-berkelanjutan-tp bsdgs-di-indonesia/)

By subagio

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *