Subagio S. Waluyo
TOKOH KITA pada tulisan “TOKOH KITA (2)” mempersilakan pada para pembacanya untuk menelusuri tulisan-tulisan TOKOH KITA, baik yang terdapat dalam buku-bukunya maupun yang terdapat di website/blogspot-nya. Dengan cara demikian diharapkan para pembacanya telah melakukan penelitian kepustakaan. Bisa juga dikatakan dengan mencari kata atau frase yang terdapat dalam tulisan-tulisan TOKOH KITA, dengan sendirinya para pembacanya telah melakukan analisis isi. Dimaksudkan dengan analisis isi, menurut Nanang Martono dalam Metode Penelitian Sosial: Konsep-Konsep Kunci (2015: 24-25) adalah upaya mengungkap makna di balik teks, simbol, atau materi tekstual lainnya dengan cara menganalisis secara kritis berbagai kepentingan atau muatan nilai-nilai tertentu yang mendasari pembentukan teks atau simbol-simbol tersebut. Kalau memang demikian bunyi definisinya, bisa dikatakan yang dilakukan oleh TOKOH KITA selama ini ketika membahas berbagai referensi entah itu karya sastra, berita, atau informasi lainnya adalah kegiatan yang berkaitan dengan analisis isi.
Boleh jadi ada orang yang penasaran, apa benar yang dilakukan TOKOH KITA ketika melakukan aktivitas penulisan berkaitan dengan analisis isi? Coba dibuktikan pernyataan tersebut dengan mengangkat beberapa contoh tulisan TOKOH KITA sehingga rasa penasaran itu lambat-laun hilang dan berganti dengan sebuah kepuasan. Kepuasan itu boleh jadi timbul karena wawasan keilmuan pembacanya semakin bertambah. Dengan bertambahnya wawasan, para pembacanya diharapkan bisa melakukan hal yang sama, yaitu sama-sama bisa membuat tulisan yang bermuatan analisis isi. Sekarang, secara bersama-sama diamati dan dipelajari tulisan TOKOH KITA berikut ini.
HAMPA
Kepada Sri Sepi di luar. Sepi menekan mendesak. Lurus kaku pohonan. Tak bergerak Sampai ke puncak. Sepi memagut, Tak satu kuasa melepas-renggut Segala menanti. Menanti. Menanti. Sepi. Tambah ini menanti jadi mencekik Memberat-mencekung punda Sampai binasa segala. Belum apa-apa Udara bertuba. Setan bertempik Ini sepi terus ada. Dan menanti. (Karya: Chairil Anwar) Puisi di atas menggambarkan tentang kesepian. Kesepian merupakan sebuah ketentuan Tuhan yang tidak bisa dihindari manusia. Seperti halnya Chairil Anwar yang mencoba mengungkapkan kesepian dengan kata-kata “Sepi di luar. Sepi menekan mendesak./Lurus kaku pohonan. Tak bergerak/ Sampai ke puncak. Jadi, suasana yang digambarkan Chairil memang benar-benar sepi sampai-sampai pepohonan pun tidak bergerak. Bisa dibayangkan kalau pepohonan sampai sama sekali tidak bergerak berarti suasananya sudah benar-benar seperti stagnan, mati. Suasana seperti itu akan membikin orang semakin galau karena biar bagaimana pun manusia membutuhkan suasana yang hidup. Suasana yang hidup setidaknya memunculkan kedinamisan. Dengan demikian, kesepian itu sebuah kematian atau keterasingan sebagaimana diungkap oleh Chairil di puisi “Sia-Sia” yang di akhir puisinya ia mengungkapkan …Ah hatiku yang tak mau memberi/mampus kau dikoyak-koyak sepi. Chairil kemudian juga mengungkapkan kalau sepi itu telah membuat dia benar-benar tidak tenang, gelisah, galau. Dia tercekik oleh kesepian sebagaimana diungkapkan …Sepi./Tambah ini menanti jadi mencekik/ Memberat mencekung punda/Sampai binasa segala. Belum apa-apa/Udara bertuba. Setan bertempik/ Ini sepi terus ada. Dan menanti. Jadi, suasananya memang bertambah sepi. Sampai-sampai digambarkan lehernya tercekik oleh kesepian. Saking kuatnya cekikan itu, membuat bahunya berat dan mencekung. Bahkan, kesepian itu telah membuat segalanya binasa. Kesepian itu membuat udara di sekitarnya beracun. Karena itu, kesepian itu telah membuat setan berteriak keras sehingga suasana sepi itu membuat suasana di sekitarnya semakin seram. Ungkapan Chairil tentang sepi memang sangat berlebihan (hiperbola). Tapi, jauh di balik itu ada pesan Chairil sebagai penyair, yaitu dia ingin menyampaikan tentang hidup manusia yang tidak lepas dari keterasingan atau keterisolasian. Bisa juga jika dikaitkan dengan kehidupan masyarakat atau bangsa, dijabarkan sebagai bangsa yang harus siap menerima kondisi yang tidak mengenakkan. Kalau sebelumnya posisinya sangat diperhatikan, mereka pada akhirnya mau tidak mau harus menerima nasib sebagai bangsa yang terasingkan atau terisolasi atau teralienasi. Bangsa yang teralienasi bukankah bangsa yang digambarkan Chairil pada puisi di atas sebagai bangsa yang tercekik sampai mencekung bahunya? Artinya, bangsa tersebut telah benar-benar menderita lahir-batin. Bangsa seperti itu hanya menjadi penonton bukan pemain. Mereka menjadi objek bukan menjadi subjek. Mereka pada akhirnya hanya menatap kekayaan negaranya dirampok habis-habisan oleh pemain-pemain luar (ada juga bangsa sendiri yang bermental hipokrit). Mereka menangisi harga dirinya yang juga dirampok oleh bangsa lain. Dari tangisan mereka bukan lagi keluar air mata, tapi darah karena air mata mereka telah kering sehingga yang keluar dari matanya darah. |
Pada tulisan di atas, TOKOH KITA berusaha mendeskripsikan isi yang terdapat dalam puisi “Hampa” karya Chairil Anwar. Gambaran rasa sepi itu demikian mencekam sehingga pepohonan pun bergeming seolah-olah juga diterpa kesepian. Bisa saja orang mengatakan itu suatu pernyataan yang berlebihan. TOKOH KITA pun mengakuinya karena di paragraf ketiga TOKOH KITA menulis: “Ungkapan Chairil tentang sepi memang sangat berlebihan (hiperbola).” Meskipun demikian, TOKOH KITA menyampaikan bahwa Chairil Anwar selaku penyair ingin menyampaikan tentang hidup manusia yang tidak lepas dari keterasingan atau keterisolasian. Justru, dari ungkapan yang disampaikan TOKOH KITA inilah nanti dikembangkan tulisan yang menggambarkan tentang keterasingan atau keterisolasian atau boleh juga disebut sebagai teralienasi.
***
Bukan hanya menganalisis isi karya sastra seperti puisi di atas, TOKOH KITA juga menganalisis cerita rekaan (cerkan). Cerkan yang dijadikan objek salah satu di antaranya adalah cerita pendek (cerpen) yang ditulis Achmad Marzoeki: “Koruptor Tanpa Korupsi”. Cerpen “Koruptor tanpa Korupsi” berkisah tentang Faisal (tokoh utama) yang divonis bersalah karena telah membiarkan istrinya menerima uang haram dari kontraktor ketika dia masih menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran di salah satu kementerian tempat Faisal bekerja dulu. Walaupun peristiwa tersebut sudah cukup lama, Faisal tetap dianggap bertanggung jawab karena pada saat itu dia belum bercerai dengan istrinya. Memang, Faisal tidak bersalah. Tidak ada bukti-bukti yang menguatkan kalau Faisal melakukan korupsi. Kesalahan seharusnya ditimpakan pada mantan istrinya. Tetapi. sebagai suami pada waktu itu, Faisal merasa bersalah karena tidak bisa mendidik istrinya agar tidak korupsi. Faisal merasa memiliki tanggung jawab moral atas perbuatan istrinya. Karena itu, Faisal menerima saja vonis yang ditimpakan padanya. Faisal telah jadi korban hukum dari sebuah pengadilan karena dijerat UU Korupsi sehingga disebut koruptor walaupun tidak korupsi.
………………………………………………………………………………………………………………………………..
Segalanya berjalan cepat. Persidangan berlangsung mulus. Faisal divonis empat tahun penjara. Pengacaranya membujuk Faisal agar naik banding, kalau perlu sampai kasasi dan peninjauan kembali. “Tidak. Saya terima hukumannya. Ini sudah adil,” tolak Faisal. “Tapi, Bapak kan tidak menerima komisi itu. Bapak tidak korupsi!” “Benar, saya tidak menerima komisi itu, makanya saya tidak dibebani ganti rugi. Tapi saya bersalah,” tegas Faisal. “Bapak salah apa?” pengacaranya tidak habis mengerti. “Saya bersalah dan pantas dihukum bukan karena korupsi, tapi karena tidak bisa mendidik istri agar tidak korupsi. Saya bisa saja lepas dari jeratan UU Korupsi yang menjadi dakwaan primair, karena tidak ada pelanggaran hukum atau penyalahgunaan wewenang yang saya lakukan. Saya juga bisa berkelit dari jeratan Pasal 56 KUHP sebagai dakwaan subsidair, terkait memberi kesempatan sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan korupsi. Tapi saya tidak bisa mengelak dari tanggung jawab moral seorang suami yang seharusnya mendidik istri,” jelas Faisal. Pengacaranya diam. ……………………………………………………………………………………………………………………………….. (Cerpen “Koruptor tanpa Korupsi”/Achmad Marzoeki) |
TOKOH KITA menganalisis isi potongan cerpen di atas dengan membuat deskripsi bahwa peristiwa yang menimpa Faisal bisa dipastikan peristiwa langka. Jangan-jangan malah tidak ada orang seperti Faisal yang mau bertanggung jawab atas perilaku mantan istrinya. Karena yang korupsi adalah istrinya, Faisal bisa saja naik banding atau mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Tapi, itu tidak dilakukannya. Faisal lebih cenderung memilih menerima vonis hukuman. Di sini lagi-lagi pembaca diingatkan penulis cerpen bahwa seorang suami mempunyai kewajiban mendidik istrinya. Selain itu, ditilik dari judul cerpen yang ditulis Achmad Marzoeki saja (“Koruptor tanpa Korupsi”) pembaca sudah dibikin pusing karena tidak mungkin ada di dunia ini koruptor yang tidak melakukan korupsi. Faisal jelas bukan koruptor. Faisal pejabat yang jujur. Di sini penulis cerpen menulis sebuah satire yang benar-benar menonjok hati nurani pembacanya bahwa kesalahan yang dilakukan oleh seorang mantan istri tidak bisa semata-mata ditimpakan pada seorang suami. Achmad Marzoeki Sang Penulis cerpen telah berhasil mengedukasi pembacanya. Bukankah memang misi utama sebuah karya sastra adalah mengedukasi pembacanya?
Selanjutnya, TOKOH KITA juga mengedukasi pembaca, mengedukasi masyarakat sebenarnya bukan hanya domain kalangan sastrawan. Semua orang punya misi yang sama. Faisal di cerpen tersebut sadar bahwa misi utamanya untuk mengedukasi istrinya telah gagal karena gara-gara istrinya Faisal masuk penjara. Rupanya, Faisal lalai mengedukasi istrinya. Bisa jadi Faisal telah mengeduksi dirinya sendiri sebagai tahap pertama dalam pengedukasian. Faisal merasa kalau belum kesampaian mengedukasi anggota keluarga yang lain (termasuk istrinya) sudah keburu masuk penjara. Orang seperti Faisal ada kemungkinan asyik mengedukasi diri sendiri. Walaupun juga mengedukasi masyarakat lewat aktivitas agama (khutbah jumat) dan aktif dalam kegiatan antikorupsi, Faisal sampai-sampai lupa sama sekali untuk mengedukasi anggota keluarga yang lain sehingga Faisal menelan akibatnya. Dengan demikian, aktivitas mengedukasi diri sendiri juga harus disertai dengan mengedukasi anggota keluarga yang diteruskan dengan mengedukasi lingkungan tempat tinggal (masyarakat sekitar).
***
TOKOH KITA juga pernah menganalisis isi novel terjemahan. Salah satu Novel terjemahan yang dianalisis isinya adalah novel karya penulis keturunan Jepang yang telah lama tinggal di Inggris: Kazuo Ishiguro. Dari sekian banyak novel yang ditulis Kazuo Ishiguro yang dijadikan objek TOKOH KITA adalah novel berjudul Never Let Me Go (Jangan Lepaskan Aku). Novel yang berhasil menjadi Pemenang Novel Sastra tahun 2017 ini berkisah tentang manusia kloning yang nantinya di usia relatif muda harus mendonorkan organ-organ tubuhnya. Pada tahap akhir ketika mendonorkan organ tubuhnya sudah dipastikan mereka akan mendapati kematian. Dari sekian banyak orang muda, yang masih selamat sampai usia 31 tahun belum juga didonorkan organ tubuhnya adalah tokoh utamanya: Kathy. Kathy masih dipertahankan untuk tidak mendonorkan organ tubuhnya karena tenaganya sebagai seorang perawat masih dibutuhkan. Meskipun demikian, sama dengan yang lain, Kathy juga pada akhirnya akan mendonorkan organ tubuhnya. Berikut ini bisa dilihat dari sekian banyak guru (di novel tersebut disebut guardian) ada salah seorang guardian, Lucy, yang secara terbuka menyampaikan pada para siswanya bahwa siswa-siswanya tidak berusia panjang karena sebelum usia tua atau separuh baya mereka harus mendonasikan organ-organ tubuhnya. Berikut ini sedikit kutipan dari novel Never Let Me Go.
“….. Masalahnya, menurutku adalah bahwa kalian sudah diberitahu tapi tidak diberitahu. Kalian sudah diberitahu, tapi tak satu pun kalian benar-benar mengerti, dan aku berani bilang, beberapa orang senang membiarkan nya seperti itu. Tapi aku tidak. Kalau kalian akan menjalani hidup yang layak, kalian harus tahu, dan tahu dengan benar. Tak satu pun dari kalian akan pergi ke Amerika, tak satu pun dari kalian akan jadi bintang film. Dan takkan ada yang bekerja di supermarket seperti yang kudengar direncana-kan oleh beberapa dari kalian tempo hari. Hidup kalian sudah ditetapkan. Kalian akan jadi orang dewasa, lalu sebelum kalian menjadi tua, bahkan sebelum separuh baya, kalian akan mulai mendonasikan organ-organ vital kalian. Untuk itulah kalian masing-masing diciptakan. Kalian bukan seperti para aktor yang kalian lihat di video-video, kalian bahkan tidak seperti aku. Kalian diciptakan di dunia ini untuk suatu tujuan, dan masa depan kalian, semuanya, sudah diatur. Maka jangan bicara seperti itu lagi. Tak lama lagi kalian akan meninggalkan Hailsham, dan segera setelahnya tibalah saatnya kalian akan mempersiapkan donasi kalian yang pertama. Kalian harus ingat itu. Kalau ingin hidup layak, kalian perlu tahu siapa dan apa yag ada di depan kalian, masing-masing dari kalian.” |
Ketika menjadikan teks di atas sebagai bahan yang dijadikan analisis isi, TOKOH KITA mendeskripsikan bahwa Lucy sebagai guardian memang agak lain dibandingkan dengan guardian-guardian yang lain. Kalau guardian yang lain cenderung menutup diri sehingga tidak mau menyampaikan apapun pada para siswa Hailsham, tidak demikian dengan Lucy. Lucy di hadapan siswa-siswa Hailsham, ada kemungkinan karena terpanggil rasa kemanusiaannya, suatu saat pernah menyampaikan sesuatu yang sebenarnya diharamkan untuk disampaikan. Dia menyampaikan kalau siswa-siswa Hailsham jangan bermimpi pergi ke Amerika atau jadi seleberitis atau bekerja di supermarket karena hidupnya sudah ditetapkan. Artinya, mereka tidak akan berusia panjang karena sebelum memasuki usia tua atau separuh baya mereka mendonasikan organ-organ vitalnya. Mereka juga sudah diingatkan bahwa sebentar lagi akan meninggalkan Hailsham. Maksudnya, ditempatkan di luar Hailsham (di cottage). Setelah itu satu persatu mereka mempersiapkan donasinya.
Apa yang ditulis TOKOH KITA ketika menganalisis isi teks berikut ini?
……………………………………………………………………………………………………………………..
Ketika musim semi tiba, semakin banyak veteran pergi untuk memulai pelatihan, dan meskipun kepergian mereka tanpa banyak ribut-ribut seperti biasanya, jumlah mereka yang semakin banyak membuatny mustahil untuk tidak diperhatikan. Aku tak yakin bagaimana perasaan kami, menyaksikan kepergian-kepergian itu. Kupikir dalam batas tertentu kami iri pada orang-orang yang pergi itu. Rasanya seolah mereka menuju dunia yang lebih luas dan lebih menggairahkan. Tapi tentu saja kepergian mereka membuat kami semakin gelisah. Kemudian, seingatku sekitar bulan April, Alice F menjadi yang pertama dari kelompok Hailsham untuk pergi, dan tak lama sesudah Gordon C juga berangkat. Mereka sudah diminta untuk memulai pelatihan, dan mereka pergi dengan senyum riang, tapi setelah itu, setidaknya bagi kelompok kami, suasana di Cottage berubah untuk selamanya. |
TOKOH KITA menulis bahwa perasaan Kathy dan teman-temannya ketika melihat para veteran yang berangkat untuk mulai mendonasi organ-organ tubuhnya jelas membikin nyalinya ciut. Ada perasaan gelisah karena paling tidak mereka sudah merasakan kalau sebentar lagi tiba gilirannya untuk ikut `pelatihan`. Setidak-tidaknya keberangkatan satu persatu teman-teman di cottage-nya membuat suasana yang semula perlu keriangan menjadi kegelisahan. Selanjutnya, TOKOH KITA juga menambahkan kalau satu persatu teman-teman dekat Kathy menjalani pelatihan dan penuntasan. Ruth, misalnya,setelah menjalani donasinya kedua langsung menemui kematiannya. Sementara Tommy masih agak beruntung karena masih bisa menjalani donasi sampai yang keempat. Tommy sudah berusaha agar memperoleh penangguhan. Untuk memperoleh penangguhan dia berusaha menunjukkan hasil-hasil karyanya. Ternyata upaya tersebut sama sekali tidak mengubah keputusan. Upaya melekatkan hubungannya dengan Kathy juga tidak membawa hasil. Akhirnya, setelah menjalani donasi yang keempat Tommy menghadapi kematian.
Jadi aku bukan bermaksud membanggakan diri. Tapi aku jelas tahu mereka puas dengan pekerjaanku, dan secara keseluruhan aku pun demikian. Para donorku cenderung pulih lebih baik daripada yang diduga. Masa pemulihan mereka sangat mengesankan, dan nyaris tak satu pun dari digolongkan sebagai “gelisah”, bahkan sebelum donasi keempat. |
Dari teks di atas TOKOH KITA menulis kalau tinggal Kathy yang masih tersisa. Dia beruntung karena berhasil menjadi perawat yang dinilai berprestasi. Kathy beranggapan selama menjadi perawat banyak pasiennya yang mengalami kepuasan. Orang-orang yang akan mendonasikan organ-organ tubuhnya bisa pulih kembali berkat perawatannya. Bahkan, mereka yang mau mendonasikan organ-organ tubuhnya tidak merasa gelisah. (https://subagiowaluyo.com/manusia-kloning-yang-pemurah/)
***
Apa yang bisa dikomentari dari uraian di atas? Ternyata, tulisan yang di dalamnya ada deskripsi yang berusaha menjelaskan isi naskah memudahkan orang untuk memahami isi bacaan. Bukankah yang menjadi tugas utama analisis isi adalah berupaya mengungkap makna di balik teks, simbol, atau materi teksual lainnya? Jadi, TOKOH KITA dalam menjalankan tugas untuk menganalisis isi telah banyak membantu pembacanya mengungkap isi yang terkandung dalam karya-karya sastra. Sebagai tambahan, kerja analisis isi juga bisa dilakukan bukan sebatas mengungkap makna yang terkandung dalam karya-karya sastra saja, pemberitaan di media, percakapan dalam teks atau skenario film/drama, adegan dalam sinetron, atau hasil wawancara yang biasa dilakukan dalam penelitian kualitatif juga bisa dilakukan. TOKOH KITA pada tulisan berikutnya juga mencoba melakukan analisis isi sama seperti yang dilakukan kali ini. Silakan disimak tulisan berikutnya yang masih berkaitan dengan analisis isi.
Sumber Gambar:
(https://www.bukukita.com/Buku-Novel/Drama/153663-Never-Let-Me-Go-Jangan-Lepaskan-Aku.html)