Subagio S.Waluyo

Umar Kayam, seorang budayawan, penulis, dan akademisi (Guru Besar di Universitas Gadjah Mada), suatu saat di Taman Ismail Marzuki (1982) sempat tersenyum getir karena diejek teman-temannya sesama penulis dan budayawan telah pensiun dari menulis karena kehabisan ilham atau tidak ada lagi inspirasi untuk menulis. Kesibukannya sebagai akademisi telah menyita waktunya untuk menulis (dalam hal ini menulis cerpen dan novel). Ejekan tersebut rupanya memotivasinya aktif lagi menulis cerpen dan novel. Terhitung dari cerpen terakhirnya yang kemudian dijadikan kumpulan cerpen, Sri Sumarah dan Bawuk (1975) sampai dengan pertemuan di TIM dalam acara temu sastrawan dan penulis praktis Umar Kayam berhenti menulis. Ejekan dari teman-temannya baru bisa terjawab lima belas tahun kemudian (1990) ketika Umar Kayam menulis Mangan Orang Mangan Kumpul (Kumpulan Kolom, 1990), novel Para Priyayi (1992). Setelah itu berturut-turut terbit tulisan-tulisannya: Sugih Tanpa Banda (Kumpulan Kolom, 1994), Parta Karma (kumpulan cerpen, 1997), Mandhep Ngalor Sugih-Mandep Ngidul Sugih (kumpulan kolom, 1998) Jalan Menikung (novel, 2000), dan kumpulan cerpen Lebaran di Karet, di Karet (2002). Tampaknya, ejekan teman-temannya sesama budayawan dan penulis membuat Umar Kayam termotivasi untuk menulis lagi (https://id.wikipedia.org/wiki/ Umar_Kayam).

***

TOKOH KITA suatu saat dikomentari teman sesama akademisi kalau buku-bukunya hanya berisikan soal-soal kebahasaan dan sosial budaya. TOKOH KITA ada rasa enggan untuk menimpalinya karena beranggapan teman sejawat itu belum membaca secara teliti isi buku-bukunya. Bisa saja pada saat itu TOKOH KITA langsung menanggapinya. Tapi, TOKOH KITA tidak sama sekali menanggapinya. Meskipun demikian, TOKOH KITA diam-diam menulis di website dan blogspot-nya tulisan tentang pelayanan publik (PP). Dalam kurun waktu dua bulan (4 Februari 2023—19 Maret 2023), TOKOH KITA berhasil menulis sebanyak enam belas tulisan yang tema utamanya tentang PP. Keenam belas tulisan tersebut dikumpulkan menjadi satu buku utuh dan diberi judul Membedah dan Membenahi Pelayanan Publik yang tak Kunjung Usai. Buku tersebut telah dibuat cover-nya, ISBN-nya, dan HKI-nya. Di bawah ini bisa dilihat cover buku tentang PP.

Bagaimana dengan isi buku tersebut? Sebagaimana telah disampaikan di atas, buku ini dalam proses penulisannya sama dengan buku-buku yang juga pernah ditulis TOKOH KITA seperti Pembelajaran Penulisan dari Prolog ke Epilog (lihat “TOKOH KITA (12)”) terbagi dalam enam belas tulisan. Meskipun terbagi dalam enam belas tulisan, satu sama lain saling berkaitan. Di tulisan pertama, misalnya, TOKOH KITA memulainya dengan mengangkat kasus-kasus yang muncul di seputar maladministrasi, seperti Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang merosot dari nilai 38 ke 34 sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara yang menduduki perangkat ke 110 dari 180 negara di dunia. Kemudian diteruskan dengan tulisan tentang korban tewas tabrak lari dijadikan tersangka. Ke mana slogan yang menyebutkan kalau polisi itu melindungi, mengayomi, dan melayani? Jadi, pihak kepolisian sebagai institusi pemerintah telah merusak rambu-rambu PP. Masih ada lagi yang lain yang disampaikan dalam tulisan pertamanya berjudul “1. Bermula dari Kasus-Kasus”.

Kalau ada orang yang bertanya, kenapa TOKOH KITA kalau memang serius menulis buku memulainya dari kasus-kasus bukan dari pendahuluan? Inilah keunikan TOKOH KITA. TOKOH KITA ingin mencari sesuatu yang baru. TOKOH KITA tidak berkeinginan dalam menulis buku seperti penulis-penulis lain, yang selalu dimulai dari pendahuluan. TOKOH KITA sengaja mengangkat kasus-kasus agar pembacanya dari awal disadari bahwa yang namanya PP itu bisa ditemukan fakta-faktanya di lapangan. Nanti dari situ baru TOKOH KITA menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan PP. Karena itu, di tulisan kedua TOKOH KITA menulis “2. Pelayanan..Pelayanan..Pelayanan Publik”. Di sini TOKOH KITA menguraikan hal-hal di seputar PP. Dimulai dari pembubuhan PeN-an dalam kata `pelayanan` yang mengandung arti sebuah proses karena PP memang sebuah proses sampai dengan definisiya; persoalan pokok yang ada di sekitar pelayan publiknya (ASN-nya); di seputar ombudsman sebagai lembaga yang melakukan pengawasan PP; dan asas penyelenggaraan PP yang dikutip dari UU Nomor 32 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Bagian Kesatu, Pasal 34.

Setelah membahas di seputar PP yang terdapat dalam “2. Pelayanan.. Pelayanan..Pelayanan Publik”, TOKOH KITA membahas pejabat publik (ASN) yang menjalankan PP. Dimulai dari “3. Mengubah Mindset Mengubah Kinerja” sampai dengan “7. Mengeliminasi Patologi Birokrasi” TOKOH KITA membahas secara khusus pentingnya pejabat publik yang memberikan pelayanan kepada masyarakat itu dibenahi. Di samping perlu pembenahan pada pejabat publik, TOKOH KITA juga menyoroti pelaksanaan reformasi birokrasi yang setengah hati sehingga masih banyak keluhan masyarakat tentang lemahnya PP (lihat “8. Reformasi Birokrasi Sepenuh Hati”). Agar PP bisa berjalan dengan baik, TOKOH KITA menyarankan PP perlu melibatkan good governance (GG) karena dalam GG terdapat, baik pilar-pilar maupun prinsip-prinsipnya yang harus dijalankan. Dengan menjalankan, baik pilar maupun prinsip-prinsip GG ada harapan akan terjadi PP yang ideal, yaitu PP yang murah, transparan, dan tepat waktu. Selain itu, juga diperlukan adanya inovasi PP (lihat “9. Pelayanan Publik Berbasis Inovasi 1 dan 2”). Di sini TOKOH KITA mengangkat dua tokoh di pemerintahan yang telah berhasil melakukan inovasi PP, yaitu Anies Rasyid Baswedan ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Ignasius Johan (mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia). Keduanya menurut TOKOH KITA (juga diakui oleh banyak orang) sebagai pejabat yang berhasil melakukan inovasi PP. Berikut ini bisa dilihat salah satu kutipan yang berkaitan dengan inovasi PP.

Adakah tokoh-tokoh di Indonesia yang benar-benar menerapkan inovasi di bidang pelayanan publik? Ada. Siapa? Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta, dan Ignasius Johan, mantan Dirut PT KAI. Adakah yang lain? Kalau dicari pasti ada, hanya untuk kali ini kita hanya akan membahas kedua orang tersebut. Untuk Anies Baswedan, kita mengambil tulisan Aulia Azzahra, mahasiswa UI, yang menulis tentang Anies Baswedan (AB). Sedangkan untuk Ignasius Johan (IJ) kita mengambil bahan dari Tri Septiyani, mahasiswa Undip,  yang menulis skripsi dengan objeknya IJ. Kita bahas dulu yang berkaitan dengan AB dengan melihat slide berikut tentang penghargaan untuk Pemrov DKI Jakarta.

***

Sebuah konsep, seperti PP, selain diperlukan adanya good governance (bahkan keduanya diibaratkan `simbiosis mutualisme`) juga kepemimpinan. Khusus untuk kepemimpinan sudah kita bahas cara pembentukannya di “6. ASN Perlu Dibangun Kepemimpinannya”. Usulan yang diajukan di situ lebih bersifat tekstual yang masih perlu diuji tingkat kesahihannya karena lebih cenderung mengarah pada wacana. Namanya juga wacana, boleh-boleh saja orang menyebut `Alaah, teori!`.  Meskipun demikian, untuk melengkapi sesuatu yang telah kita bahas tidak ada salahnya kita perlu juga belajar dari temuan di lapangan. Orang menyebutnya sebagai kontekstual.

Sesuatu yang kontekstual ditemukan oleh Aulia Azzahra (AA) yang dituangkan ke dalam tulisan singkat seperti yang kita lihat nanti di bawah. Memang, tulisan itu singkat dan padat. Meskipun demikian, dari tulisan itu kita mendapatkan butir-butir buah pemikirannya yang bisa kita pelajari. Tulisan diawali dengan sebuah pertanyaan, “….kepemimpinan seperti apa yang diterapkan beliau?”. Dari pertanyaan tersebut, dijawab AA dengan membuat subjudul tulisannya “Anies Baswedan Sebagai Sosok Pemimpin Visioner dan Inovatif”. Tentang AB sebagaimana ditulis AA dalam subjudul tulisannya ada beberapa alasan. Untuk lebih jelasnya bisa kita lihat dalam slide berikut ini.

Empat kompetensi yang dimiliki AB sebagai pemimpin visioner sama dengan yang ditulis Burt Nanus (1992). Apakah AB benar-benar menerapkan konsep yang dikemukakan Burt Nanus atau ada konsep lain yang diterapkan AB yang memang mirip-mirip sama? Kita tidak tahu persis. Tetapi, manfaat apa yang diperoleh dengan menerapkan, misalnya, konsep yang dikemukakan Nanus oleh AB? Kita bisa lihat hasil-hasil kerja inovasinya, yaitu aplikasi Jakarta Terkini (JAKI). Sebagai sebuah aplikasi JAKI banyak membantu masyarakat DKI Jakarta dan sekitarnya dalam menerapkan pelayanan terpadu satu pintu. Bukan itu saja, JAKI juga berkontribusi ketika terjadi pandemi Covid-19, 2020-2021, di DKI Jakarta. Aplikasi JAKI di tahun 2022 memperoleh penghargaan TOP 45 (terpuji) Inovasi Pelayanan Publik (walaupun AB ketika pemberian penghargaan tersebut sudah tidak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta). 

(Dikutip dari buku: Membedah dan Membenahi Pelayanan Publik yang tak Kunjung Usai oleh Subagio S. Waluyo)

***

Dalam rangka membenahi PP bukan saja diperlukan inovasi dengan mengambil contoh dari dua sosok pemimpin yang telah berhasil membenahi PP di wilayah kerjanya masing-masing. PP juga membutuhkan adanya faktor keterlibatan masyarakat. Berkaitan dengan itu, TOKOH KITA mengajukan tulisan dengan judul “12. Partisipasi..Partisipasi..Please Deh!!!”. Partisipasi bisa berjalan kalau masyarakatnya memiliki keberdayaan. Dalam hal ini yang diinginkan adalah masyarakat yang memiliki potensi. Karena masyarakat kita sebagian besar termasuk orang-orang duafa, bisa juga disebut sebagai orang-orang yang teralienasi, untuk itu diperlukan pemberdayaan. TOKOH KITA memberikan solusinya dengan menyampaikan gagasan di “13.Memberdayakan yang Teralienasi”. Kalau masyarakaat sudah memiliki keberdayaan yang bisa dicirikan dengan memiliki kecerdasan intelektual, kepedulian pada sesama, dan kemampuan untuk menyumbangkan, baik tenaga, pikiran, maupun materi tidak mustahil penyelenggaraan PP di lingkungan tempat tinggalnya akan berjalan baik. Walaupun pejabat publik yang telah melakukan kerja PP dengan baik, mereka tetap harus dimonitor dan dievaluasi. Tidak mustahil jika semua yang disampaikan di atas bisa berjalan dengan baik, terbukalah kotak pandora yang di dalamnya ada KKN, patologi birokrasi, mental abs, dan sikap pejabat publik sebagai abdi negara yang berlebihan. Tidak mustahil juga sebutan negara amburadul yang terkesan sarkasme akan keluar dari kotak pandora.

Kotak pandora yang di dalamnya ada abdi negara, KKN, mental ABS, patologi birokrasi, dan negara amburadul ke luar dari kotak itu. Ini bisa jadi merupakan bukti kalau PP mau serius dibenahi akan menguap semua yang namanya penyakit yang melekat di tubuh ASN yang melayani masyarakat. Tapi, bagaimana caranya? Bukankah untuk membenahinya sudah dimulai dari adanya undang-undang yang mengatur PP? Bukan hanya itu, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpanrb) telah dengan serius berusaha membenahi birokrasi di negara ini. Buktinya, berbagai event yang berkaitan dengan PP berikut aparaturnya kerap dilakukan Menpanrb. Bahkan, dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja PP tidak segan-segan Menpanrb berkolaborasi dengan berbagai instansi pemerintah dan perguruan tinggi. Salah satu instansi pemerintah yang kerap digandeng oleh Menpanrb adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Baru-baru ini, misalnya, Menpanrb bersama dengan BPK melakukan evaluasi kinerja PP (https:// men- pan.go.id/site/berita-foto/laporan-hasil-pemeriksaan-kinerja -atas-efekti fitas-evaluasi-implementasi-kebijak -an-transformasi-pelayanan-publik-kementerian-panrb-dari-bpk). Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah memang benar-benar serius mau membenahi PP. Pembenahan dimulai dari aparat yang melayani masyarakat dalam PP. Kalau pembenahan sudah dimulai, kita bisa saja berharap akan menguap yang namanya abdi negara, mental ABS, KKN, patologi birokrasi, dan berujung pada negara amburadul.

…………………………………………………………………………………………………………………………….

Kotak pandora yang di dalamnya ada abdi negara, KKN, mental ABS, patologi birokrasi, dan negara amburadul ke luar dari kotak itu. Ini bisa jadi merupakan bukti kalau PP mau serius dibenahi akan menguap semua yang namanya penyakit yang melekat di tubuh ASN yang melayani masyarakat. Tapi, bagaimana caranya? Bukankah untuk membenahinya sudah dimulai dari adanya undang-undang yang mengatur PP? Bukan hanya itu, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpanrb) telah dengan serius berusaha membenahi birokrasi di negara ini. Buktinya, berbagai event yang berkaitan dengan PP berikut aparaturnya kerap dilakukan Menpanrb. Bahkan, dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja PP tidak segan-segan Menpanrb berkolaborasi dengan berbagai instansi pemerintah dan perguruan tinggi. Salah satu instansi pemerintah yang kerap digandeng oleh Menpanrb adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Baru-baru ini, misalnya, Menpanrb bersama dengan BPK melakukan evaluasi kinerja PP (https:// men- pan.go.id/site/berita-foto/laporan-hasil-pemeriksaan-kinerja -atas-efekti fitas-evaluasi-implementasi-kebijak -an-transformasi-pelayanan-publik-kementerian-panrb-dari-bpk). Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah memang benar-benar serius mau membenahi PP. Pembenahan dimulai dari aparat yang melayani masyarakat dalam PP. Kalau pembenahan sudah dimulai, kita bisa saja berharap akan menguap yang namanya abdi negara, mental ABS, KKN, patologi birokrasi, dan berujung pada negara amburadul.

(Dikutip dari buku: Membedah dan Membenahi Pelayanan Publik yang tak Kunjung Usai oleh Subagio S. Waluyo).

***

Berawal dari ucapan kolega TOKOH KITA yang menyoroti kalau tulisan-tulisannya cenderung ke bidang bahasa, sosial, dan budaya. Berakhir dengan terwujudnya sebuah buku yang Insya Allah berkaitan dengan program studi tempat TOKOH KITA mengabdikan ilmunya (Administrasi Publik. Ternyata, dengan berpikir positif TOKOH KITA membuahkan sebuah buku Membedah dan Membenahi Pelayanan Publik yang tak Kunjung Usai. Jadi, dengan berpikir positif akan menghasilkan sesuatu yang baik. Sebaliknya, kalau saja TOKOH KITA berpikir negatif, boleh jadi tidak akan terwujud sebuah buku. Dengan berpikir positif, sebuah ucapan menjadi sebuah motivasi orang untuk berbuat. Selain itu, TOKOH KITA juga belajar dari ejekan yang diterima Umar Kayam dari teman-temannya tidak membuatnya baper, tapi justru Umar Kayam melakukan sesuatu yang terbaik sehingga menghasilkan karya-karya sastra yang boleh dikatakan berkualitas. Di sini TOKOH KITA layak bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT. TOKOH KITA pun berharap pembacanya melakukan hal yang sama, yaitu manakala mendapat suatu ucapan (bahkan teguran sekalipun) dari entah teman sejawat atau atasan sekalipun walaupun terasa menyakitkan tetaplah berpikir positif. Dengan berpikir positif menghasilkan yang terbaik.

By subagio

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp chat