Subagio S.Waluyo

Ilmuwan yang telah menjadi subordinasi kekuasaan tidak lagi layak disebut sebagai ilmuwan berperadaban. Ilmuwan jenis ini tidak lagi memiliki idealisme. Ilmuwan jenis ini sudah jelas-jelas bersikap pragmatis-permisif. Buat mereka materi sudah menjadi tujuan hidupnya. Mereka lebih cenderung mengorbankan idealismenya daripada sebagai ilmuwan tidak memperoleh kesejahteraan hidup. Kehidupan dunia yang semakin hari semakin indah dalam pandangannya membuat mereka terlena. Ketika ada `orderan` dari penguasa untuk mengerjakan `proyek` yang sudah jelas-jelas bertentangan dengan hati nuraninya yang bersih, tanpa pikir-pikir mereka `samber`. Di belakang hari `proyek-proyek` yang mereka kerjakan ternyata bermasalah karena sudah jelas-jelas merugikan orang banyak. Wajar saja jika ilmuwan jenis ini masuk ke dalam golongan ilmuwan tidak berperadaban.

***

Ilmuwan yang telah menjadi subordinasi kekuasaan bisa dimasukkan ke dalam golongan ilmuwan yang tidak berperadaban. Mengapa dianggap tidak berperadaban? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut dibahas dulu, apa itu subordinasi kekuasaan? Frase subordinasi kekuasaan sebaiknya dipecah dulu dengan membahas dulu apa itu subordinasi? Baru kemudian dibahas apa itu kekuasaan? Setelah itu, baru disimpulkan apa itu subordinasi kekuasaan?

Subordinasi dalam KBBI (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/subor-dinasi) diartikan sebagai kedudukan bawahan (terutama dalam kemiliteran). Bisa juga subordinasi diartikan sebagai peran seorang bawahan (https:// kumparan.com/sejarah-dan-sosial/5-contoh-subordinasi-di-indonesia-yang-masih-banyak-dijumpai-21aomGSEbXr). Atau bisa juga subordinasi  diartikan sebagai menjadi bawahan atau bagian. Sedangkan kekuasaan bisa diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhinya (https://id.wikipedia. org/wiki/Kekuasaan). Jadi, subordinasi kekuasaan bisa diartikan sebagai orang yang menjadi bawahan orang atau pranata (institusi) yang mempunyai kemampuan mempengaruhi bawahannya agar berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak orang atau institusi itu. Kalau begitu, seorang ilmuwan yang masuk ke dalam golongan subordinasi kekuasaan mau tidak mau harus siap menjadi bawahan yang memiliki kekuasaan (dalam hal ini pemerintah yang berkuasa). Apa yang akan terjadi kalau seorang ilmuwan sudah menjadi seorang bawahan atau bagian dari pemerintah?

Ilmuwan yang sudah menjadi bagian kekuasaan (pemerintahan) bisa dipastikan tidak memiliki harga diri. Karena tidak memiliki harga diri, ilmuwan jenis ini tidak lagi memiliki budaya CS yang mencakup di antaranya demokratisasi, sikap kritis dan rasional, bertanggung jawab, partisipatoris, integritas, dan good governance. Karena sudah tidak lagi memiliki budaya CS, ilmuwan jenis ini bisa dipastikan ilmuwan yang tidak berperadaban. Artinya, mereka bukan lagi ilmuwan yang berkualitas pada aspek akhlak (moral), pemikiran, dan amal (perbuatan baik). Para ilmuwan yang menjadi bawahan (bisa juga alat kekuasaan) mana mungkin memiliki akhlak, pemikiran, dan amal yang baik karena mereka-mereka itu ketika membuat penelitian seperti survai politik sudah bisa dipastikan akan memanipulasi data sesuai dengan permintaan penguasa. Tidak aneh kalau di saat-saat menjelang pemilu entah pemilihan presiden atau pemilihan legislatif, ada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang hasil survainya sengaja ditempatkan di nomor buncit. Di sini sudah jelas-jelas ilmuwan yang menjadi subordinasi kekuasaan telah melacurkan dirinya. Demi materi sang ilmuwan mau menghancurkan harga dirinya.

Ilmuwan yang menghancurkan harga dirinya akan melakukan segala cara. Buat sang ilmuwan yang sudah `kepincut` dengan kehidupan dunia yang serba gemerlap akan mengorbankan keilmuannya. Demi materi mereka siap memanipulasi data hasil sebuah penelitian. Demi materi buat mereka tidak menjadi masalah kalau harus membuat regulasi yang kontroversial. Demi materi buat mereka tidak menjadi masalah kalau sesuatu yang baik jadi buruk atau sebaliknya. Demi materi sang ilmuwan membuat konsep keilmuan menjadi `jumpalitan` tidak `karuan`. Akhirnya, dunia kampus tidak usah aneh kalau tidak lagi menjadi ujung tombak demokrasi. Pilar demokrasi goyah karena kemalasan sang ilmuwan untuk menumbuhkan sikap kritis objektif akademisi yang ditopang oleh penelitian berkualitas.

***

Penelitian-penelitian yang dilakukan para ilmuwan yang sudah menjadi subordinasi kekuasaan karena isinya sudah dimanipulasi tidak lagi memberi bekas pada sivitas akademika. Penelitian-penelitian itu sekedar memenuhi kebutuhan pengisian borang-borang yang tidak sama sekali diterapkan, baik di dalam kampus maupun di luar kampus (masyarakat). Akhirnya, mereka-mereka para ilmuwan membuat jarak dengan dunia sekelilingnya. Mereka telah merasa nyaman tinggal di Menara Gading. Mereka-mereka itu ilmuwan gamang yang hidup di dunia angan-angan. Mereka-mereka itu tidak mungkin lagi bisa memberikan pencerahan karena ilmunya telah tergadaikan.

Sumber Gambar:

(https://nasional.sindonews.com/berita/1347091/18/kriminalisasi-akademisi )

By subagio

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp chat