Subagio S. Waluyo

 

Oh my love for the first time in my life

My eyes are wide open

Oh my lover for the first time in my life

My eyes can see

 

I see the wind, oh I see the trees

Everything is clear in my heart

I see the clouds, oh I see the sky

Everything is clear in our world

………………………………………………….

(`Oh My Love`/John Lennon)

`Jatuh cinta berjuta rasanya`, demikian kata Titik Puspa dalam lirik lagunya `Jatuh Cinta`. Tapi, memang benar kalau sudah jatuh cinta yang sampai berjuta rasanya orang bisa lupa diri. Buktinya, John Lennon lewat lirik lagu di atas mengungkapkan `I see the wind, oh I see the trees`. Kalau dalam kondisi biasa-biasa saja, mana mungkin orang bisa melihat angin? Kalau pepohonan, memang bisa kita lihat dengan jelas. Supaya kita bisa mengapresiasi lirik lagu di atas, coba kita buat apresiasi dengan memasukkan potongan-potongan lirik lagu tersebut. Kita mulai saja:

1) Ketika seseorang baru pertama kali jatuh cinta, bisa saja dia mengungkapkan kata-kata indah.
2) Adalah John Lennon ( eks pentolan The Beatles) yang menyampaikan di baris pertama dan kedua dalam lirik lagunya,` Oh my love for the first time in my life/My eyes are wide open`.

Apakah ada yang menarik dari ungkapannya? Memang ada, karena:

3) Di lirik tersebut dia mengatakan kalau mata ini benar-benar terbuka lebar.
4) Saking terbukanya dia bisa melihat semuanya serba jelas.
5) Sampai-sampai angin juga pepohonan terlihat jelas.

Di sini perlu kita perkuat pernyataan itu dengan:

6) Bukankah John memang melukiskannya, `I see the wind, oh I see the trees/ Everything is clear in my heart/I see the clouds, oh I see the sky/Everything is clear in our world`.

Ungkapan itu bisa kita sebut sebagai hiperbola. Kita tulis saja:

7) Di sini John menggunakan majas hiperbola.
8) Dia menggunakan gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu secara berlebihan, bahkan terkesan tak masuk akal.
9) Namanya juga orang sedang jatuh cinta, wajar-wajar saja kalau menggunakan ungkapan yang berlebihan.

Apakah perilaku itu akan tetap ada selamanya?

10) Ungkapan itu seiring dengan bertambahnya usia dan kedewasaan berpikir, lambat-laun pasti mengalami perubahan karena di lirik lagu yang lain John menulis ` I began to lose control/I began to lose control/I didn’t mean to hurt you/I’m sorry that I made you cry/ Oh no, I didn’t want to hurt you/I’m just a jealous guy`.

Kalau begitu kita bisa mengatakan:

11) Jadi, cinta itu memang benar-benar buta` karena bisa membutakan mata hati kita.

Supaya terwujud sebuah paragraf, kita ketik kembali semua itu ke dalam sebuah paragraf utuh.

(1) Ketika seseorang baru pertama kali jatuh cinta, bisa saja dia mengungkapkan kata-kata indah. (2) Adalah John Lennon ( eks pentolan The Beatles) yang menyampaikan di baris pertama dan kedua dalam lirik lagunya,` `Oh my love for the first time in my life/My eyes are wide open`. (3) Di lirik tersebut dia mengatakan kalau mata ini benar-benar terbuka lebar. (4) Saking terbukanya dia bisa melihat semuanya serba jelas. (5) Sampai-sampai angin juga pepohonan terlihat jelas. (6) Bukankah John memang melukiskannya, `I see the wind, oh I see the trees/ Everything is clear in my heart/I see the clouds, oh I see the sky/Everything is clear in our world`. (7) Di sini John menggunakan majas hiperbola. (8) Dia menggunakan gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu secara berlebihan, bahkan terkesan tak masuk akal. (9) Namanya juga orang sedang jatuh cinta, wajar-wajar saja kalau menggunakan ungkapan yang berlebihan. (10) Ungkapan itu seiring dengan bertambahnya usia dan kedewasaan berpikir, lambat-laun pasti mengalami perubahan karena di lirik lagu yang lain (`Jealous Guy`) John menulis, ` I began to lose control/I began to lose control/I didn’t mean to hurt you/I’m sorry that I made you cry/Oh no, I didn’t want to hurt you/I’m just a jealous guy`. (11) Jadi, cinta itu memang benar-benar buta karena bisa membutakan mata hati kita.

***

…………………………………….

Knife
Cuts like a knife
How will I ever heal
I’m so deeply wounded
Knife
Cuts like a knife
You cut away the heart of my life
………………………………………………….

(`Knife`/Rockwel)

Setelah sebelumnya disajikan potongan lirik lagu dari John Lennon yang berkisah tentang cinta, yang menggambarkan semuanya serba indah. Saking indahnya dimunculkan kata-kata/frase-frase yang berlebihan (gaya bahasa hiperbola), sekarang kita disajikan sesuatu yang sangat bertentangan, sesuatu yang sangat menyakitkan. Di sini sesuatu yang menyakitkan itu adalah kata-kata yang tajam, laksana pisau yang memotong-motong bagian tubuh kita. Tapi, bukan bagian tubuh yang dipotong oleh pisau, kata-kata yang tajam seperti pisau memotong-motong perasaan seseorang yang mendengarnya. Adalah Rockwell (nama panggung Kennedy William Gordy) seorang penyanyi, musisi, dan penulis lagu Amerika menulis lirik lagunya `Knife`. Lirik lagu tersebut yang saat ini potongan liriknya kita jadikan sebagai bahan yang bisa kita kutip untuk ditempatkan di paragraf yang mau kita tulis.

Kita coba masukkan dulu  sebagian dari lirik `Knife` di atas:

1) `Knife/Cuts like a knife/How will I ever heal/I’m so deeply wounded` potongan lirik ini membuat kita mencoba merenungkan ada apa di balik pisau yang bisa memotong hati manusia?

Pisau itu `kan benda tajam biasa digunakan untuk memotong?

2) Di lirik tersebut bukan benda biasa yang dipotong dengan pisau.
3) Bukan juga pisau yang digunakan memotong.
4) Tapi, kata-kata yang tajam seperti pisau yang memotong perasaan (hati) seseorang.

Apakah kata-kata bisa setajam pisau?

5) Kata-kata yang diucapkan seseorang tanpa kendali bisa menusuk perasaan  orang yang paling dalam.
6) Untuk itu, dalam kondisi apapun kita harus bisa mengendalikan diri.

Sebagai penutup akhiri saja dengan:

7) Dengan bisa mengendalikan diri, orang bisa terhindar dari sakit hati.

Semua tulisan yang ditulis miring kita salin sehingga terwujud sebuah paragraf yang memiliki kesatuan dan kepaduan.

(1) `Knife/Cuts like a knife/How will I ever heal/I’m so deeply wounded`, potongan lirik ini membuat kita mencoba merenungkan ada apa di balik pisau yang bisa memotong hati manusia? (2) Di lirik tersebut bukan benda biasa yang dipotong dengan pisau. (3) Bukan juga pisau yang digunakan memotong. (4) Tapi, kata-kata yang tajam seperti pisau yang memotong perasaan (hati) seseorang. (5) Kata-kata yang diucapkan seseorang tanpa kendali bisa menusuk perasaan hati orang yang paling dalam. (6) Untuk itu, dalam kondisi apapun kita harus bisa mengendalikan diri. (7) Dengan bisa mengendalikan diri, orang bisa terhindar dari sakit hati.   

Dari setiap lirik lagu Barat di atas, ternyata kita bisa menjadikan lirik-lirik tersebut sebagai inspirasi yang bisa memotivasi kita menulis paragraf. Masih banyak lirik lagu Barat yang bisa dijadikan inspirasi. Dengan lirik-lirik lagu tersebut yang telah dituangkan ke dalam paragraf, nantinya bisa kita kembangkan menjadi wacana atau tulisan yang utuh. Untuk menjadi sebuah wacana tentu saja diperlukan teknik penghubung antarparagraf. Bagaimana caranya? Pada saatnya nanti lebih jauh lagi akan diuraikan. Tunggu saja tanggal mainnya.

***

…………………………………………………….

Dunia ini panggung sandiwara
Cerita yang mudah berubah
Kisah Mahabarata atau tragedi dari Yunani
Setiap kita dapat satu peranan
Yang harus kita mainkan
Ada peran wajar ada peran berpura pura

……………………………………………………….

Dunia ini penuh peranan
Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan

 

Mengapa kita bersandiwara?
Mengapa kita bersandiwara?

 (`Dunia Panggung Sandiwara`/Taufik Ismail)

Kalau dua tulisan di atas disajikan lirik-lirik lagu Barat, dua tulisan berikut akan menyajikan lirik-lirik lagu domestik (dari penyanyi Indonesia). Lirik-lirik lagu domestik isinya juga tidak kalah dengan lirik-lirik lagu Barat. Lirik di atas bisa dijadikan sebagai contoh isinya menyadarkan kita bahwa hidup ini lebih merupakan sebuah sandiwara. Kita sebagai manusia hanya menjalankan sebuah skenario yang telah dibuat oleh Sang Pencipta: Tuhan Yang Mahatahu yang tahu persis perbuatan makhluk-Nya. Namun, yang perlu kita camkan, walaupun kita menjalankan skenario yang telah ditentukan  Sang Pencipta, kita sebagai manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan, apakah memilih jalan yang benar atau jalan yang salah? Agar tujuan kita menulis paragraf tercapai, kita mulai saja memasukkan lirik potongan lagu di atas ke dalam tulisan kita.

Kita tahu penulis lirik `Dunia Panggung Sandiwara` adalah Taufik Ismail. Karena sudah tahu nama penulisnya, kita masukkan saja namanya dan kita teruskan menulis sehingga menjadi:

1) Taufik Ismail mengawali lirik lagu kali ini dengan `Dunia ini panggung sandiwara/ceritanya mudah berubah`.

Kalau memang seperti itu gambarannya, apa yang perlu kita lakukan?

2) Maksudnya, kita di dunia ini sebenarnya sekedar menjalankan skenario yang telah digariskan Tuhan.
3) Karena menjalankan skenario Tuhan, kita sendiri pun di dunia ini punya peran sebagaimana tercantum di lirik itu, `ada peran wajar ada peran berpura-pura`.

Dari dua peran itu mana yang mau kita pilih?

4) Sebagai hamba Tuhan yang dekat hubungannya dengan Sang Khalik, kita cenderung menjalankan peran yang wajar.
5)  Kita menghindari peran yang penuh dengan kepura-puraan.

Terus, bagaimana kenyataannya.

6) Justru, yang terjadi di sekitar kita hidup ini penuh dengan peranan sebagaimana disampaikan di lirik itu:`Dunia ini penuh peranan`.

Artinya, banyak manusia yang bermain peran atau boleh jadi lebih cenderung manusia berperan pura-pura.

7) Padahal diingatkan Taufik Ismail: `Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan` sehingga tidak layak kita bermain peran yang penuh dengan kepura-puraan.
8) Jadi, `mengapa kita bersandiwara` kalau memang menyadari bahwa `dunia ini bagaikan jembatan kehidupan`
9) Berarti kita harus memandang kehidupan dunia ini sebagai sarana bukan tujuan.

Kita akhiri uraian ini dengan menyalin kembali kalimat-kalimat yang ditulis miring ke dalam sebuah paragraf.     

(1) Taufik Ismail mengawali lirik lagu kali ini dengan `Dunia ini panggung sandiwara/ceritanya mudah berubah`. (2) Maksudnya, kita di dunia ini sebenarnya sekedar menjalankan skenario yang telah digariskan Tuhan. (3) Karena menjalankan skenario Tuhan, kita sendiri pun di dunia ini punya peran sebagaimana tercantum di lirik itu, `ada peran wajar ada peran berpura-pura`. (4) Sebagai hamba Tuhan yang dekat hubungannya dengan Sang Khalik, kita cenderung menjalankan peran yang wajar. (5) Kita menghindari peran yang penuh dengan kepura-puraan. (6) Justru, yang terjadi di sekitar kita hidup ini penuh dengan peranan sebagaimana disampaikan di lirik itu:`Dunia ini penuh peranan`. (7) Padahal diingatkan Taufik Ismail: `Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan` sehingga tidak layak kita bermain peran yang penuh dengan kepura-puraan. (8) Jadi, `mengapa kita bersandiwara` kalau memang menyadari bahwa `dunia ini bagaikan jembatan kehidupan`. (9) Berarti kita harus memandang kehidupan dunia ini sebagai sarana bukan tujuan.  

***

…………………………………………………..

Ke mana pun aku pergi
Selalu kubawa-bawa
Perasaan yang bersalah
Datang menghantuiku

 Masih mungkinkah pintumu kubuka
Dengan kunci yang pernah kupatahkan
Lihatlah aku terkapar dan luka
Dengarkanlah jeritan dari dalam jiwa

 Aku ingin pulang
Aku harus pulang
Aku ingin pulang
Aku harus pulang
Aku harus pulang

……………………………………………………………

(`Aku Ingin Pulang`/Ebiet G. Ade)

Dibandingkan dengan tiga lirik sebelumnya, lirik lagu kali ini lebih berwarna religi. Coba saja amati baris yang berbunyi ` Masih mungkinkah pintumu kubuka/Dengan kunci yang pernah kupatahkan`. Secara akal sehat pintu rumahkah yang akan dibuka? Selain itu, kunci rumahkah yang telah dipatahkan? Jadi, bukan pintu rumah yang sesungguhnya yang ingin dibuka. Bukan juga kunci pintu rumah yang sesungguhnya yang telah dipatahkan. Tapi, pintu di sini lebih mengarah pada `apakah Tuhan masih berkenan memaafkan segala kesalahannya?`. Dengan demikian, potongan lirik lagu dari Ebiet G. Ade adalah lirik lagu yang bernuansa religi.

Kalau sudah diketahui lirik lagu itu bernuansa religi, sekarang kita coba saja menulis seperti ini:

1) Lirik lagu yang ditampilkan kali ini lebih bernuansa religi.
2) Di situ ditampilkan ada rasa bersalah yang selalu mengejar seseorang yang diungkapkan dengan kata-kata ` Ke mana pun aku pergi/ Selalu kubawa-bawa /Perasaan yang bersalah/Datang menghantuiku`.
3) Ungkapan itu sama dengan yang disampaikan Iwan Fals dalam `Yang Terlupakan`.

Di lirik itu,

4) Iwan Fals menulis: `Rasa sesal di dasar hati/diam tak mau pergi/Haruskah aku lari dari kenyataan ini/Pernah ku mencoba `tuk sembunyi/Namun senyummu tetap mengikuti`.

Jadi,

5) Ada kesamaan perasaan Ebiet G. Ade dan Iwan Fals ketika dihantui rasa bersalah.

Bukankah itu menunjukkan orang yang religius?

6) Boleh jadi keduanya orang yang religius.

Selanjutnya, agar kita fokus pada lirik lagu yang ditulis Ebiet, tulis saja:

7) Orang yang masih punya hati nurani yang bersih.
8) Di sini Ebiet terlihat sebagai orang yang religiositasnya cukup tinggi.

Buktinya?

9) Dia menyampaikan: `Masih mungkinkah pintumu kubuka/Dengan kunci yang pernah kupatahkan`.

10) Artinya, masih mungkin tidak Tuhan mau memaafkan kesalahannya sementara dirinya sudah berlumur dosa.

Bukan hanya itu,

11) Dia sudah menjadi orang yang tidak mempunyai kepribadian utuh: (`Lihatlah aku terkapar dan luka`).
12) Karena itu, dia berharap pada Sang Khalik agar mendengar permohonannya yang keluar dari hati nuraninya yang bersih: `Dengarkanlah jeritan dari dalam jiwa`.
13) Untuk itu, wajar saja kalau `Aku ingin pulang/Aku harus pulang` (dia ingin menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Sang Khalik).

Sebagai penutup, seperti biasa kita salin semua itu ke dalam sebuah tulisan agar terwujud sebuah paragraf yang utuh dan padu.

(1) Lirik lagu yang ditampilkan kali ini lebih bernuansa religi. (2) Di situ ditampilkan ada rasa bersalah yang selalu mengejar seseorang yang diungkapkan dengan kata-kata ` Ke mana pun aku pergi/Selalu kubawa-bawa/ Perasaan yang bersalah/Datang menghantuiku`. (3) Ungkapan itu sama dengan yang disampaikan Iwan Fals dalam `Yang Terlupakan`. (4) Iwan Fals menulis: `Rasa sesal di dasar hati/diam tak mau pergi/Haruskah aku lari dari kenyataan ini/Pernah ku mencoba `tuk sembunyi/Namun senyummu tetap mengikuti`. (5) Ada kesamaan perasaan Ebiet G. Ade dan Iwan Fals ketika dihantui rasa bersalah. (6) Boleh jadi keduanya orang yang religius. (7) Orang yang masih punya hati nurani yang bersih. (8) Di sini Ebiet terlihat sebagai orang yang religiositasnya cukup tinggi. (9) Dia menyampaikan: `Masih mungkinkah pintumu kubuka/Dengan kunci yang pernah kupatahkan`. (10) Artinya, masih mungkin tidak Tuhan mau memaafkan kesalahannya sementara dirinya sudah berlumur dosa. (11) Dia sudah menjadi orang yang tidak mempunyai kepribadian utuh (`Lihatlah aku terkapar dan luka`). (12) Karena itu, dia berharap pada Sang Khalik agar mendengar permohonannya yang keluar dari hati nuraninya yang bersih: `Dengarkanlah jeritan dari dalam jiwa.`  (13) Untuk itu, wajar saja kalau `Aku ingin pulang/Aku harus pulang` (dia ingin menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Sang Khalik). 

***

Kita telah menuntaskan cara penulisan paragraf dengan memasukkan lirik-lirik lagu ke dalam paragraf. Ternyata, karena fokus terhadap muatan yang terdapat dalam lirik-lirik lagu, kita bisa menuangkannya ke dalam paragraf. Setelah menjadi sebuah paragraf, paragraf yang kita tulis yang bermuatan lirik-lirik lagu tidak mengurangi keutuhan dan kepaduan paragraf. Bahkan, paragraf yang kita tulis mencerminkan sebuah paragraf yang enak dibaca. Tulisan kita mengalir seperti mengalirnya air sehingga orang bisa memahami tulisan kita dengan mudah. Selanjutnya, kita akan mencoba menulis paragraf yang di awali atau dimasukkan ke dalamnya potongan puisi. Selamat mengikuti pembelajaran penulisan berikutnya!

Sumber Gambar: (https://de.cleanpng.com/png-94q340/)

By subagio

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp chat