Subagio S.Waluyo

Seorang penulis produktif, Cahyadi Takariawan, pernah menyampaikan: “Menulis adalah aktivitas kreatif, yang bercorak sangat dinamis. Salah satu tips untuk bisa produktif menulis adalah dengan banyak belajar dari para penulis produktif.” Pertanyaannya: bagaimana caranya kita belajar dari para penulis produktif? Tidak ada cara kecuali banyak membaca. Ya, membaca itu `kan aktivitas yang paling murah. Artinya, kalau tidak ada (maaf) dana untuk membeli buku atau tidak ada waktu dan kesempatan ke toko buku, kita tinggal buka google. Kita search di google berbagai tulisan. Apakah kita mau cari ebook, esai, artikel, berita-berita di koran/majalah online, makalah, modul, atau bahan-bahan presentasi dan segala macam bentuk tulisan yang mudah diakses. Yang penting kita harus punya kemauan untuk membaca. Tanpa membaca kita bisa saja akan mengalami kebuntuan ketika menulis.

          Aktivitas membaca menjadi sebuah kebutuhan pokok di luar kebutuhan fisik. Karena merupakan kebutuhan pokok, wajib bagi siapapun yang ingin menjadi penulis membiasakan diri membaca. Memang, aktivitas membaca ada dua macam, yaitu membaca buku (teks) dan membaca situasi dan keadaan (kontekstual). Keduanya sama penting. Keduanya juga bisa memancing orang untuk menulis. Tapi, yang mau ditekankan di sini membaca teks (buku dan sejenisnya). Sebagaimana telah disampaikan di “1. Prolog” bahwa dengan banyak membaca akan memberi manfaat bagi siapa saja yang ingin tulisannya dinikmati pembacanya. Penulis yang miskin kosa kata karena kurang baca akan menghasilkan tulisan yang kering. Membiasakan diri untuk membaca juga merupakan pekerjaan kebiasaan yang sulit. Meskipun demikian, tidak ada cara lain mau tidak mau harus dipaksa diri ini untuk membaca. Sesuatu yang awalnya berat, Insya Allah, akan menjadi terasa nikmat manakala mau mencobanya.

          Selain membaca, juga perlu belajar menggerakkan tangan ini di tuts-tuts entah di komputer, laptop, atau notebook (kalau di HP bisa juga tidak apa-apa). Bagaimana cara memulainya? Belajar saja dari bahan-bahan yang telah kita pelajari. Dimulai dari “1. Prolog” sampai dengan “32. Masalah-Masalah Kebahasaan (3)” kita bisa belajar dari setiap tulisan yang disajikan. Di “1. Prolog”, misalnya, kita diminta mencari masalah. Setelah masalah ditemukan ternyata masih mengalami kesulitan, kita diminta mencari sebuah tulisan yang berisikan berita yang berkaitan dengan masalah yang kita angkat. Untuk mencari berita pun kita dibimbing di “2. Saatnya Menulis”. Begitu tulisan berisikan berita telah ditemukan, kita ambil saja salah satu kalimat yang bisa digunakan sebagai kalimat pertama di sebuah paragraf. Kalau masih mengalami kesulitan, kita dibimbing dengan menggunakan kata penghubung antarkalimat yang jumlahnya ada 53 buah. Silakan dipilih salah satu kata penghubung antarkalimat tersebut! Kemudian, kata penghubung yang telah kita pilih itu tulis di awal kalimat (di tempatkan di kalimat kedua atau kalimat berikutnya bukan di kalimat pertama di awal paragraf). Dengan cara seperti itu, mudah-mudahan kita dimudahkan menulis paragraf dan, bahkan, tidak mustahil kita bisa menulis satu wacana.

          Apakah setelah dibimbing lewat “2. Saatnya Menulis” kita masih juga mengalami kesulitan? Jangan khawatir masih ada tulisan berikutnya yang siap membimbing kita. Buka saja tulisan-tulisan yang menggunakan kata `awali`, misalnya “4. Awali dengan Definisi”. Atau menggunakan kata tanya seperti yang terdapat dalam “5. Memulainya dengan Pertanyaan”.  Di tulisan itu, kita diminta ketika memulai sebuah tulisan dengan mengajukan berbagai pertanyaan. Dengan mengajukan berbagai pertanyaan, kita setidak-tidaknya dituntut untuk menjawab pertanyaan yang kita ajukan. Ini menariknya, kita tanpa sadar dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ternyata telah menulis sebuah tulisan utuh bukan saja sebuah paragraf, tetapi juga sebuah wacana. Di luar itu semua, masih ada cara lain yang menantang kita untuk berusaha menggalinya, di antaranya adalah mengawali tulisan dengan mengajukan hal-hal yang memikat, kutipan-kutipan dari berbagai sumber, gambar-gambar atau ilustrasi-ilustrasi, atau, bahkan juga dengan gambar-gambar karikatur. Untuk mengawali sebuah tulisan banyak cara yang bisa dilakukan sehingga tidak ada istilah `kita harus menyerah`. Kita harus lawan ungkapan itu dengan `maju terus pantang mundur.`

`Never give up`, kata si orang bule atau `Jangan pernah menyerah`, kata kita. Ya, tidak ada istilah `menyerah` bagi orang-orang yang punya tekad mau belajar menulis. Dengan menyerah, berarti kita gagal menulis. Kalau sudah memulai tulisan walaupun baru sekedar menulis sebuah definisi (itu pun kita mengutip), kita harus segera bikin ancang-ancang mau ke tulisan deskripsi atau eksposisi? Tentang tulisan deskripsi, sudah ada kok cara-cara menulis wacana deskripsi? Coba, kita lihat tulisan dari “14. Belajar Menulis Deskripsi (1)” sampai dengan “17. Belajar Menulis Deskripsi (4)! Apakah masih dianggap kurang? Kalau masih kurang, kita bisa cari di berbagai sumber tulisan. Kita bisa cari di buku-buku yang khusus mengajarkan kita menulis. Kalau masih kurang juga, kita bisa cari (lagi-lagi) di google. Cari tulisan yang membimbing kita menulis wacana deskripsi.

          Begitu juga untuk menulis wacana eksposisi, kita juga bisa belajar dari tulisan yang dimulai di “18. Belajar Menulis Eksposisi (1)” sampai dengan “24. Belajar Menulis Eksposisi (7)”. Seperti yang disampaikan di atas, kita pun bisa melakukan cara-cara serupa untuk belajar menulis wacana eksposisi. Setelah itu, kita melangkah menulis wacana petunjuk (tips). Dalam hal ini, kita juga diarahkan untuk mempelajarinya dari “25. Belajar Menulis Wacana Petunjuk/ Tips (1)” sampai “27. Belajar Menulis Wacana Petunjuk/Tips (3)”. Terakhir, kita juga dibimbing untuk menulis wacana narasi. Khusus untuk menulis wacana narasi kita hanya diarahkan untuk menulis wacana narasi dalam bentuk cerpen. Sebagai pelengkap, karena kita boleh jadi banyak yang masih belum bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, kita juga diminta untuk banyak belajar masalah-masalah di seputar kebahasaan yang dimulai dari kata bentukan sampai dengan kalimat partisipial.

          Dengan mempelajari masalah-masalah di seputar kebahasaan, kita bukan sekedar diajarkan kiat-kiat menulis, tapi juga harus memahami benar bahwa kata-kata bentukan seperti kata-kata berimbuhan yang kita gunakan sudah memenuhi syarat kebahasaan. Bukan itu saja, kita juga diajarkan cara  memilih kata dengan baik. Karena itu, ketika memilih kata kita harus melihat pada kondisi dan situasinya. Tidak mustahil sering terjadi masalah ketika kita salah dalam memilih kata. Begitupun ketika mempelajari kalimat, kita juga diajarkan cara menulis kalimat bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam hal ini, kalimat yang kita tulis harus memenuhi syarat minimal ada Subjek (S) dan Predikat (P). Kalau dalam penulisan kalimat tidak di ketahui, baik S dan P-nya, jelas kalimat tersebut tidak memenuhi syarat kalimat yang benar. Bisa juga kalimat-kalimat yang kita tulis kurang efektif. Dengan demikian, kita benar-benar dibimbing untuk benar-benar menjadi seorang penulis yang `mumpuni` (menguasai keahlian tinggi).

***

 

Menjadi penulis yang `mumpuni` itu perlu waktu, perlu proses. Selain itu, menulis perlu keterampilan yang bisa dipelajari dan dilatih. Karena perlu dipelajari dan dilatih, belajar menulis itu memerlukan kesabaran. Di samping itu, juga perlu fokus terhadap proses yang kita jalani. Perlu juga diketahui, menulis itu bukan sesuatu yang instan. Tidak ada di dunia ini langsung orang jadi penulis tanpa ada proses. Selain itu, kemampuan menulis bukan semata-mata talenta, tapi juga (sekali lagi) perlu proses. Kurang tepat kalau ada penulis handal langsung disebut sebagai penulis bertalenta. Lebih tepat orang menjadi penulis handal karena keterampilan yang dimulai dari proses belajar. Proses belajar itu yang kita namakan sebagai pembelajaran.  Karena itu, kita namai `pembelajaran penulisan`. Namanya juga pembelajaran penulisan, mau tidak mau perlu waktu untuk benar-benar bisa menjadi penulis `mumpuni`. Seperti halnya yang telah disampaikan di “1. Prolog”, pembelajaran penulisan memerlukan kesabaran dan kekonsistenan. Kita pun juga harus selalu terikat dengan komitmen yang telah dicanangkan di awal pembelajaran bahwa kita mau belajar menulis untuk memperoleh tulisan-tulisan yang bermanfaat bagi pembacanya.

Kalau ada pertanyaan yang diajukan: apa yang dimaksud dengan tulisan-tulisan yang bermanfaat? Tulisan-tulisan yang bermanfaat tentu saja tulisan yang ketika orang membacanya mendapat manfaat dari bacaan tersebut. Bisa saja orang menulis karya-karya fiksi walaupun karya jenis ini berangkat dari imajinasi kontemplasi, karya tersebut tidak menampilkan cerita yang mengarah pada seks bebas. Justru karya tersebut mengajarkan orang untuk merenungkan eksistensi dirinya selama di dunia ini. Atau karya fiksi tersebut menyadarkan orang untuk memiliki kepedulian pada sesama. Begitupun ketika menulis tulisan eksposisi, orang tersebut tidak menulis tulisan yang memprovokasi pembacanya untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah entah itu vandalisme, permisif, atau penyimpangan sosial. Walaupun tulisannya bermuatan perbuatan permisif, orang yang menulisnya tidak mengajak orang untuk berbuat permisif. Jadi, dalam hal ini tulisan-tulisan yang termuat di sini mengajak kita semua untuk menulis sesuatu yang bermanfaat, baik buat diri kita maupun orang lain.

***

          Masih banyak hal yang mau kita tulis di sini. Tapi, namanya sebuah epilog tentu saja merupakan penutup tulisan. Artinya, setelah kita menuliskan banyak hal di lembar-lembar halaman sebelumnya tiba giliran kita untuk menutupnya. Kalau di prolog lebih merupakan motivasi kepada kita semua untuk melakukan pembelajaran penulisan, di epilog bukan lagi motivasi, tapi sekedar menggali memori dari tulisan-tulisan yang telah disampaikan. Dengan cara itu, kita disadarkan bahwa banyak hal yang perlu kita lakukan untuk melakukan pembelajaran penulisan. Tentu saja untuk melakukan sesuatu (termasuk belajar menulis) harus dimulai dari niat yang ikhlas dan lurus. Mudah-mudahan saja niat kita itu benar-benar bisa diwujudkan.

Sumber Gambar:

(https://knowyourmeme.com/photos/2244162-never-give-up-digging-for-diamonds)

By subagio

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp chat