Subagio S.Waluyo

Islam adalah agama yang syumul(universal). Karena Islam itu agama yang universal, ada karakteristik yang membedakan Islam dengan baik agama-agama manusia, filsafat-filsafat, maupun aliran-aliran lainnya yang ada di dunia ini. Pengertian Islam sebagai agama yang universal menurut Yusuf Al-Qardhawi dalam Karakteristik Islam:Kajian Analitik (1995:117) adalah agama yang meliputi semua zaman, kehidupan, dan keberadaan manusia. Imam Yusuf Al-Qardhawi di buku yang sama juga mengutip pendapat Imam Syahid Hasan Al-Banna yang mengatakan bahwa Islam adalah risalah yang panjang terbentang sehingga meliputi semua abad sepanjang zaman. Terhampar luas sehingga meliputi semua cakrawala umat. Begitu mendetail sehingga memuat semua urusan dunia dan akhirat (1995:117). Dengan demikian, tidaklah berlebihan jika Islam itu merupakan ‘rahmatan lil alamin’. 

          Islam agama yang ‘rahmatan lil alamin’ karena dari sisi penamaannya saja Islam berbeda dengan agama-agama di dunia lainnya. Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jawa Barat Online ketika membahas arti Islam memberikan uraian dari sisi etimologis dan terminologis. Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: salima yang artinya ‘selamat’. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya ‘menyerahkan diri atau tunduk dan patuh’ sebagaimana firman Allah SWT,

“Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati” (Q.S. 2:112).

Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam berarti orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya.  Sedangkan secara terminologis  Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Sebagai tambahan, perlu juga dijelaskan di sini pemberian nama Islam langsung dari Allah SWT sebagaimana terlihat pada firman-Nya berikut ini.

“Sesungguhnya dien (agama) yang diridhai Allah hanyalah Islam.” (Q.S. 3:19)
“Dan siapa saja yang memeluk agama selain Islam, tidak akan diterima (oleh Allah) dan dia termasuk orang-orang yang merugi di akhirat nanti.” (Q.S. 3:85)
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan agamamu (Islam) dan Aku telah melimpahkan nikmat-Ku padamu, dan Aku ridha Islam sebagai agamamu.” (Q.S. 5:3).

Bahkan, lebih jauh dari itu, menurut Al-Quran, semua agama yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW pun pada hakikatnya adalah agama Islam dan pemeluknya disebut Muslim (Q.S.2:136, 10:72 dan 84, 12:101,  3:52, 4:163-165). KalanganHawariyun, yakni sebutan bagi pengikut Nabi Isa AS menyebut diri mereka Muslim (Q.S.3:52). (https://pusdai. wordpress. com/2008/11/12/arti-islam-etimo- lo gis-terminologis/)

          Pernyataan bahwa Islam merupakan agama ‘rahmatan lil alamin’ telah Allah nyatakan dalam Surat Al-Anbiya ayat 107 yang menyatakan bahwa Allah tidak mengutus Rasulullah SAW melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam. Dalam muslim.or.id ketika membahas “Islam, Rahmatan Lil Alamin” menyebutkan bahwa kata “rahmat” yang terdapat pada ayat tersebut memiliki arti ‘kelembutan’ yang berpadu dengan rasa iba. Bisa juga dengan pengertian ‘kasih sayang’ karena memang diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk kasih sayang Allah pada seluruh  manusia. Masih menurut muslim.or.id Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Tafsir Ibnul Qayyim mencoba membagi kata “rahmat” yang terdapat pada 21/107 ke dalam dua bagian. Pertama, alam semesta secara umum mendapat manfaat dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW. Kedua, Islam adalah rahmat bagi setiap manusia, namun orang yang beriman menerima rahmat ini dan mendapatkan manfaat di dunia dan di akhirat. (https:// muslim.or.id/1800-islam-rahmatan-lil-ala-min.html).

          Berangkat dari penafsiran Ibnu Qayyim yang menyatakan bahwa alam semesta mendapat manfaat dengan diutusnya Rasulullah SAW dan rahmat bagi setiap manusia, kita perlu melihat contoh-contoh konkrit yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai agama yang universal, Islam seperti diuraikan di atas membahas demikian detail urusan dunia dan akhirat sehingga dari masalah-masalah yang sangat sepele, seperti orang yang mau masuk toilet sampai dengan urusan yang besar seperti jihad fi sabilillah atau bernegara telah diatur sedemikian rupa. Dalam masalah jual-beli atau perjanjian, misalnya, Allah telah menggariskan sebuah ayat terpanjang dalam Al-Qur’an, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 282. Di ayat ini secara jelas sekali Allah telah menyarankan pada umat-Nya yang terlibat dalam perjanjian, utang-piutang, jual-beli (muammalah) tentang pentingnya menulis dan menghadirkan saksi-saksi. Berkaitan dengan masalah jihad fi sabilillah, ada aturan yang juga mengaturnya. Dalam Islam ketika para mujahid berperang di jalan Allah ada larangan untuk membunuh anak-anak kecil, kaum wanita, dan orang-orang tua atau orang-orang yang tidak mempunyai kemampuan. Karena itu, ketika tentara Salahudin Al-Ayyubi merebut Yerusalem (Betlehem) tidak ada orang-orang yang disebutkan di atas itu dibunuh. Orang-orang non-Muslim pun hanya dikenakan jizyah (semacam pajak yang ringan) sehingga ketika tentara-tentara Islam meninggalkan Yerusalem (setelah kalah perang) banyak di antara mereka (penduduk) yang menangis karena selama di bawah pemerintahan Islam kehidupan mereka demikian damai.

          Kalau ada orang yang mengatakan Islam sebagai agama yang damai, agama yang penuh kasih sayang, atau agama yang banyak memberi manfaat bagi seluruh manusia, tidak bisa disalahkan dan tidak juga berlebih-lebihan. Sudah banyak bukti yang menunjukkan Islam sebagai ‘rahmatan lil alamin’. Sampai sekarang ini juga bisa dibuktikan bahwa Islam merupakan agama yang memberikan rahmat bagi seluruh alam. Salah satu bukti bahwa Islam agama yang ‘rahmatan lil alamin’ adalah masalah ibadah dalam fiqih Islam hanya seperempat atau paling banyak sepertiga isinya tentang benar-benar ibadah, selebihnya berkaitan dengan permasalahan manusia, baik itu yang menyangkut muamalah, hukum pidana, sanksi-sanksi, dan lain-lainnya. Bahkan, dalam ibadah itu sendiri seperti ibadah zakat memiliki hakikat kemanusiaan. Bukankah dalam ibadah zakat bagi pihak pertama (si kaya) zakat itu memiliki dimensi tazkiyah (pembersihan dan penyucian) sedangkan bagi pihak kedua berdimensi untuk memenuhi kebutuhan dan membebaskan diri dari kefakiran? (Yusuf Al-Qardhawi, 1999:75).

          Kalau masih terasa kurang bahwa Islam merupakan agama ‘rahmatan lil alamin’, coba kaji hadits-hadits yang terhimpun dalam Arbain Nawawi yang ditulis oleh Imam Nawawi. Hadits-hadits yang terhimpun di situ sebagian besar isinya tentang ajaran Islam yang mengarah pada sisi hubungan manusia dengan sesama manusia. Walaupun di dalamnya ada ketentuan masalah keimanan, rukun Islam dan iman, fiqih (halal-haram), tetap saja muatan yang mengarah pada perihal hubungan kemanusiaan jelas lebih banyak. Berkaitan dengan kajian Hadits Arbain Nawawi, Musthafa Al-Buhga dan Muhyiddin Misto menulis buku Al-Wafi fi-Syarhi Al-Arbain An-Nawawiyah (Pokok-Pokok Ajaran Islam Syarah Arbain Nawawiyah). Dari 42 bab yang terdapat di buku tersebut, lebih dari separuhnya berbicara tentang hal-hal yang berhubungan dengan kemanusiaan (humanisme) walaupun Islam bukan humanisme. Salah satu bukti adanya unsur humanisme itu bisa dilihat hadits ke-15 yang berbunyi:

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah kebaikan atau diam. Barang-siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,hendaklah ia memuliakan tamunya.”

Hadits di atas dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Al-Adab. Insya Allah bunyi hadits di atas semakin menunjukkan bahwa dalam Islam ada unsur-unsur humanisme? Bukankah dengan membahas hal-hal yang bersifat humanisme tentu saja juga mengangkat kodrat hidup manusia sehingga menjadi bukti kuat bahwa Islam itu agama yang ‘rahmatan lil alamin’ ? 

          Berkaitan dengan masalah humanisme dalam Islam yang merupakan bukti bahwa Islam adalah agama ‘rahmatan lil alamin’, seorang ulama besar yang sampai saat ini masih aktif berdakwah baik secara lisan maupun  tulisan, Yusuf Al-Qardhawi, dalam Karakteristik Islam: Kajian Analitik  secara tegas mengatakan bahwa Islam itu istimewa karena memiliki kecenderungan kemanusiaan yang jelas, tetap, dan orisinal baik dalam aqidah, ibadah, syariat maupun orientasi-orientasinya. Untuk itu Islam adalah agamanya manusia.  (Yusuf Al-Qardhawi, 1999:59). Bahkan, Al-Qur’an itu sendiri diperuntukkan bagi manusia. Ayat yang menunjukkan bahwa AlQur’an untuk manusia bisa dilihat pada Surat Al-Alaq: 1—5 yang berbunyi:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah! Bacalah, dan Rabbmulah yang paling pemurah, yang mengajar dengan kalam (pena), Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya!”

Kelima ayat di atas merupakan wahyu pertama yang diterima Rasulullah SAW. Ayat-ayat tersebut merupakan babakan baru bagi sejarah kehidupan manusia. Isinya secara tranparan mengungkapkan tentang pandangan Islam terhadap manusia dan hubungannya dengan Allah SWT juga hubungan Allah dengan manusia. Bukan hanya itu, manusia juga diperintahkan untuk membaca karena membaca itu sendiri merupakan langkah awal bagi manusia untuk beraksi dan meninggalkan sesuatu. Sebelum membaca, manusia diminta Allah untuk memulainya dengan menyebut asma Allah (Bismi Rabbika) sebagai pencipta. Menyertakan kata “Rabb” berarti tarbiyah (pembinaan), ri’ayah (pemeliharaan), dan tarqiyah (peningkatan) pada jenjang kesempurnaan (Yusuf Al-Qardhawi, 1999:71).  

          Sebagai pelengkap bahwa Islam adalah agama ‘rahmatan lil alamin’ dapat dibuktikan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama Islam, “Laa ikhroha fid dien” (Surat Al-Baqoroh: 256). Di ayat tersebut jelas-jelas Allah SWT memberikan kebebasan pada manusia untuk menerima atau menolak Islam karena Allah telah memberikan batas yang jelas antara jalan yang benar dan jalan yang salah. Bukankah Allah telah mengajak orang-orang yang beriman untuk masuk Islam secara kaafah (sepenuhnya) dan larangan mengikuti langkah-langkah syaitan sebagaimana telaah digariskan dalam Surat Al-Baqoroh:208? Kalau memang tidak mau, silakan saja karena memang tidak ada paksaan dalam beragama Islam. Bukankah selama ini umat Islam dalam menjalankan agamanya telah mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari? Bukankah dalam sejarah Islam tidak pernah ada sebuah ekspansi dakwah yang berlumuran darah karena orang-orang non-Muslim dipaksa menerima Islam? Bukankah ini juga bisa menjadi bukti keindahan Islam? Kalau mau di-searching lebih jauh lagi dalam kehidupan beragama kita akan menemukan lebih banyak nilai keindahan daripada nilai keburukan karena memang Islam itu indah. Islam itu benar. Islam itu sempurna. Islam itu memang benar-benar ‘rahmatan lil alamin.’ 

(bersambung)

By subagio

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *