Subagio S.Waluyo

Korupsi merupakan perwujudan immoral dari golongan untuk memperoleh sesuatu dengan metode pencurian dan penipuan. Titik penting yang ingin diletakkan di sini, juga mencakup dua bentuk korupsi yang sulit untuk dimasukkan dalam kebanyakan peristilahan korupsi, yaitu nepotisme dan korupsi otogenik.

(Syeikh Husein Al-Attas dalam Negara dan Korupsi,2008:32)

Pimpinan Transparency International Jose Ugaz mengatakan: “Korupsi [telah] menciptakan dan meningkatkan kemiskinan di samping melahirkan pengucilan. Di saat para pemegang kekuatan politik menikmati kehidupan yang mewah, jutaan orang Afrika menghadapi kekurangan kebutuhan dasar: makanan, minuman, pendidikan, kesehatan, perumahan, serta akses air bersih maupun sanitasi.”

(https://tirto.id/catatan-buruk-korupsi-di-dunia-cBmq)

Kekuasaan politik yang dicapai dengan cara korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan mereka tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas pemerintah.

(Ali Anwar, dkk dalam Sosiologi Korupsi, 2019:83)

***

Sebuah motivasi bisa saja berasal dari sebuah perintah dari atasan.Jadi,  sebuah motivasi tidak harus berupa apresiasi karena prestasi kerja seseorang. Atau adanya kebijakan kenaikan gaji/upah tapi juga bisa dari instruksi atasan kepada bawahan untuk melaksanakan instruksinya walaupun buat orang yang mendapat instruksi itu terasa berat untuk melaksanakannya. TOKOH KITA termasuk orang yang sebenarnya merasa berat ketika diinstruksikan oleh pimpinan fakultas tempat mendedikasikan ilmunya untuk mengajar mata kuliah Pendidikan Antikorupsi (PAK).  Mata kuliah tersebut (PAK) terus terang saja belum ada di perguruan tinggi (PT) TOKOH KITA. Bahkan, sampai saat ini PAK juga belum dimasukkan dalam kurikulum di PT TOKOH KITA walaupun himbauan untuk pembelajaran PAK di PT sudah berulang kali dihimbau oleh pemerintah. Karena sebagai pengajar yang sudah cukup banyak pengalaman, dengan penuh keyakinan TOKOH KITA tidak menolaknya. TOKOH KITA berusaha mencari bahan-bahan di google yang berkaitan dengan PAK. Buku yang ditemukan (berupa ebook) dalam kurun waktu tiga tahun dijadikan sebagai buku wajib. Meskipun demikian, TOKOH KITA bertekad tahun berikutnya (tahun keempat) diusahakan tidak lagi harus menggunakan buku wajib (ebook) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Dirjen Dikti Kemendikbud RI) itu.

Tekad yang kuat disertai dengan fokus  terhadap pekerjaan yang harus dilakukannya membuahkan hasil. Sebuah buku dengan judul yang cukup unik: Kitab yang Menerangkan tentang Pendidikan Antikorupsi berhasil ditulis dan diterbitkan.Tulisan yang ada di buku tersebut semula merupakan tulisan-tulisan lepas yang dimuat di website milik TOKOH KITA (www.subagiowaluyo. com). Masa waktu penulisan buku tersebut terbilang singkat, hanya dua bulan (dimulai 9 April 2023 dan berakhir 26 Mei 2023). Kok, bisa ya menulis buku hanya dua bulan? Kuncinya seperti dikemukakan di atas: punya tekad kuat dan disertai fokus untuk menulis. TOKOH KITA ingin mengajak pada teman-teman sesama akademis agar mau melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk diberikan pada anak didik apalagi kalau bukan menulis buku. TOKOH KITA memiliki keyakinan siapapun orangnya kalau punya tekad dan fokus Insya Allah bisa melakukan apapun dengan baik termasuk menulis buku. Di bawah ini bisa dilihat cover bukunya. Entah kenapa cover buku itu didominasi warna oranye. Pembuatan cover sepenuhnya dibuat penerbit. TOKOH KITA sebagai penulis buku tidak memiliki kewenangan menentukan cover buku.

Tampaknya, agar tidak menimbulkan rasa penasaran di kalangan para pembacanya, TOKOH KITA tidak cukup hanya menyampaikan cover buku tanpa isinya. Cover buku yang hanya memuat judul buku  karena dikemas demikian apik, terkadang bisa saja membuat pembacanya kecewa. Untuk itu, agar pembacanya yang berminat membaca buku TOKOH KITA kali ini tidak kecewa setelah membaca bukunya, TOKOH KITA memandang perlu menyampaikan gambaran isi bukunya kali ini. Buku yang ditulis TOKOH KITA kali ini berkaitan dengan korupsi. Buat TOKOH KITA membahas masalah korupsi sama seperti halnya membahas masalah-masalah sosial lainnya, yaitu para pembacanya perlu mengetahui isi buku tersebut. Berikut ini bisa dilihat isi ringkasan muatan buku berjudul Kitab yang Menerangkan tentang Pendidikan Antikorupsi.

***

Dalam penulisan buku, TOKOH KITA memiliki prinsip yang mungkin jarang dimiliki penulis-penulis lainnya, yaitu menyampaikan tulisan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pembacanya. Artinya, TOKOH KITA ketika menulis berupaya agar pembacanya tidak perlu terlalu dalam mengernyitkan dahinya. Dalam hal ini walaupun muatan yang terkandung (mungkin juga yang diemban) sebenarnya cukup berat, TOKOH KITA berkeinginan agar ketika membaca bukunya para pembacanya mudah memahami isinya. TOKOH KITA ingin agar pembacanya ketika membaca buku-bukunya sama seperti halnya membaca cerita pendek (cerpen). Tapi, jangan disalah tafsirkan kalau bukunya yang ditulis ini merupakan cerpen. Bukunya kali ini benar-benar merupakan buku teks untuk mahasiswa yang mengambil mata kuliah PAK. Karena tidak ingin para pembacanya mengernyitkan dahi terlalu dalam ketika membaca dan mempelajari isi bukunya, TOKOH KITA menuliskannya dengan bahasa ilmiah populer. Buku tersebut memuat dua belas tulisan. Dimulai dari tulisan dengan judul “1. Biarkan Mereka-Mereka Bicara tentang KKN” sampai dengan “12. Otak-Atik Masalah Korupsi”. Berikut ini bisa dilihat beberapa potongan teks yang diambil dari setiap judul tulisan yang terdapat di buku tersebut.

“1. Biarkan Mereka-Mereka Bicara tentang KKN”

 

 

Kasino Hadiwibowo yang lebih dikenal dengan Kasino Warkop adalah salah seorang pelawak di masa Orde Baru (akhir 70-an) yang cukup terkenal. Sebagai pelawak yang berpendidikan tinggi (alumnus FISIP UI) Kasino dalam suatu momen tertentu pernah menyampaikan pernyataan kalau bangsa ini tidak kekurangan orang pintar, tapi kekurangan orang jujur. Ada benarnya juga pernyataan Kasino. Kita memang harus jujur bangsa ini orang pintar boleh dikatakan cukup banyak. Semakin ke mari semakin banyak sarjana keluaran PTN-PTS terkenal, baik dalam negeri maupun luar negeri. Tapi, itu perilakunya boleh dikatakan tidak jujur. Justru, kejujuran itu lebih penting daripada seorang akademis yang bertitel guru besar tetapi keblinger perilakunya. Ternyata, di masa reformasi seorang rektor pun tidak luput dari korupsi. Bahkan, kalau diadakan pendataan tentang mereka-mereka yang korup dilihat dari latar belakang pendidikannya, kita yakin sebagian besar mereka adalah orang-orang pintar. Jadi, negara ini boleh dikatakan sudah rusak (kalau boleh hancur sekalipun) karena ulah orang-orang pintar yang tidak jujur.

“2. Namanya Juga Korupsi”

…………………………………………………………………………………………………………………………..

Apa itu korupsi? Korupsi menurut KBBI (online) adalah n (nomen = kata benda) penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain (https://kbbi.kemdikbud.go.id /entri/korupsi). Kalau dianalisis dari KBBI tersebut kita dapati di situ, pertama ada unsur penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara. Kedua, bukan hanya uang negara tapi juga termasuk di dalamnya uang perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya. Ketiga, yang dilakukan itu (penyelewengan atau penyalahgunaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Bagaimana kalau berkaitan dengan suap? Bukankah suap itu tidak berkaitan dengan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara yang juga termasuk di dalamnya perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya walaupun itu berkaitan dengan keuntungan pribadi atau orang lain? Di KBBI harap dimaklumi saja cuma sampai di situ mendefinisikannya. Tentang suap, pemerasan, atau gratifikasi itu sendiri tidak ada dalam definisi KBBI.

Kalau mau lebih detil bisa dilihat di sumber lain. Salah satunya dari Wikipedia Indonesia. Menurut Wikipedia Indonesia korupsi adalah semua yang memiliki keterkaitan terhadap tindakan yang diancam dengan sanksi sebagaimana diatur di dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang pengubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2020 (https://id. wikipedia. org/ wiki/ Korupsi). Setelah melihat definisi di atas, apa yang bisa kita peroleh dari definisi tersebut? Kita makin bingung, ya? Sudah pastilah kita bingung karena membaca definisi tersebut harus buka-buka dulu regulasi-regulasinya yang tercantum di atas. Daripada kita harus buka-buka semua regulasi itu, coba kita cari di tempat lain!

Karena tidak mendapatkan definisi yang diharapkan, kita tampaknya perlu mencoba mengambil definisi yang dikemukakan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). Untuk lebih jelasnya coba kita amati definsi yang dikemukakan UNODC di Pasal 8. UNODC merumuskan korupsi memiliki dua definisi. Pertama, korupsi adalah menjanjikan, menawarkan, atau memberikan kepada pejabat publik, baik secara langsung maupun tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak semestinya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang atau badan lain, agar pejabat tersebut bertindak atau tidak bertindak dalam menjalankan tugas resminya. Kedua, korupsi adalah permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik, secara langsung atau tidak langsung, untuk keuntungan yang tidak semestinya, baik untuk pejabat itu sendiri maupun orang atau badan lain, agar pejabat tersebut bertindak atau tidak bertindak dalam atau tidak bertindak dalam pelaksanaan tugas resminya (https://www.unodc.org/roseap/en/indonesia/2012/04/uncac/ind/story.html). Agar mudah dipahami, kita perlu ilustrasi. Ilustrasi untuk definisi pertama, orang dari pihak luar (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) memberikan `sesuatu` pada pejabat publik agar dimudahkan urusannya. `Sesuatu` itu bisa berupa uang, kendaraan, rumah, perhiasan yang semuanya serba `wah`, kekuasaan (bisa juga jabatan yang lebih tinggi), atau (bisa juga sih) wanita (kalau pejabat publik itu jenis `play boy`). Agar dimudahkan urusannya bisa saja bisa saja itu terjadi karena pejabat publik telah menerima di antaranya berkaitan dengan suap atau gratifikasi. Atau bisa juga rekanannya mau melakukan manipulasi data sesuai permintaan si pejabat publik. Kalau definisi kedua, rekanan pejabat publik yang memiliki kepentingan dengan pejabat publik diminta untuk memberikan `sesuatu` (seperti tercantum di atas) atau bisa juga demi kepentingan pribadi pejabat publik mau melakukan manipulasi data. Jadi, rekanan pejabat publik yang sudah mau memenuhi permintaan sang pejabat publik akan dimudahkan urusannya. Di sini korupsi terjadi karena ada kesepakatan kedua belah pihak yang saling menguntungkan (yang dirugikan negara, perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk melakukan penyelewengan/penyalahgunaan. Pertanyaannya, bagaimana kalau hanya seorang yang melakukannya? Orang tersebut tanpa ada yang pesan atau yang menjanjikan ini-itu melakukan manipulasi data. Mungkin-mungkin saja `kan korupsi juga bisa dilakukan seorang diri? Korupsi jenis ini oleh Syed Hussein Alatas disebut sebagai `Korupsi Otogenik`.

“3. Korupsi Ada Sebabnya”

…………………………………………………………………………………………………………………………

Di tulisan pertama (“1. Biarkan Mereka-Mereka Bicara tentang KKN”) kita disuguhi sepuluh gambar karikatur. Di gambar karikatur pertama saja kita disuguhi ucapan Kasino: “Bangsa ini tidak kekurangan orang pintar, tapi kekurangan orang jujur”. Ucapan Kasino yang singkat itu menyentil semua pihak di negara ini bahwa pendidikan kita telah gagal mewujudkan anak didik yang jujur. Padahal, kita tahu bahwa pendidikan yang baik dan benar itu bukan sekedar mencetak anak yang cerdas, tapi juga anak yang bertakwa. Bukankah selogan yang selalu menempel di awal-awal tahun `70-an selalu disebutkan `tj (c)erdas, tangkas, taqwa atau 3T? Entah kenapa yang terjadi malah kata `takwa` itu sendiri lambat-laun telah kurang diterapkan karena dalam pembelajaran agama pun lebih cenderung pada keilmuannya (itupun sangat minim karena seperti Pendidikan Agama Islam cuma diberikan 2-3 jam pelajaran) bukan pada penanaman perilaku keberagamaannya. Jadi, kita perlu mengevaluasi pendidikan di negara ini agar kata `takwa` yang dulu pernah jadi salah satu slogannya harus benar-benar diterapkan karena salah satu bukti adanya ketakwaan adalah adanya kejujuran. Kejujuran inilah yang menjadi akar masalah mengguritanya KKN di negara ini.

Berbicara tentang kejujuran yang sudah tergeser oleh perilaku orang yang cenderung melakukan kebohongan, tampaknya kita juga perlu mencoba mengaitkannya dengan faktor internal yang ada dalam perilaku orang yang melakukan tipikor. Orang yang terjerat tipikor sudah bisa dipastikan adalah orang yang kerap melakukan kebohongan. Kenapa orang berbuat bohong sehingga terjerat tipikor? Bisa dipastikan ada unsur-unsur dalam dirinya yang tidak bisa diperangi, di antaranya sifat tamak manusia, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, gaya hidup konsumtif, dan tidak mau bekerja keras (Isa Wahyudi: 2007). Keempat faktor penyebab yang berasal dalam diri sendiri akan kita bahas satu persatu. Setelah faktor penyebab yang berasal dalam diri sendiri dibahas, selanjutnya kita akan bahas faktor-faktor lain yang juga turut berpengaruh maraknya korupsi di negeri ini, di antaranya faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi, dan faktor organisasi.

“4. Korupsi Ada Dampaknya”

………………………………………………………………………………………………………………….

Korupsi yang semakin meningkat akan berdampak pada terjadinya kesenjangan sosial antara orang-orang kaya dan miskin karena orang-orang yang kaya akan semakin kaya dan juga semakin berkuasa. Orang-orang miskin akan semakin miskin sehingga orang-orang jenis ini lambat-laun tidak lagi punya peran karena hak-haknya sebagai warga negara telah tercampakan. Orang-orang miskin ini akan jadi bulan-bulanan orang-orang kaya yang punya kekuasaan untuk menindas mereka yang miskin. Orang-orang miskin itu tidak lagi punya panggung. Orang-orang miskin itu kalau sakit akan dibiarkan sampai meregang nyawa. Lembaga-lembaga pendidikan akan menutup mereka untuk mengecap bangku pendidikan. Mereka yang miskin akan tetap bukan hanya miskin harta, tapi juga miskin pengetahuan. Para birokrat yang sudah terlanjur banyak makan uang haram lewat suap, di antaranya, akan setengah hati melayani mereka. Fasilitas pelayanan publik buat orang miskin telah tertutup. Kalau suatu saat ada yang menyulut mereka untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintah yang telah membuat mereka sengsara jangan heran karena semua itu berawal dari korupsi yang dilakukan oleh para pemegang tampuk pemerintahan di negara ini.

***

Dilihat dari sisi pembangunan, korupsi akan berdampak pada kualitas hasil pembangunan. Hasil pembangunan yang dijalankan pemerintah bisa dipastikan seperti bangunan yang kekar, tapi sesungguhnya rapuh. Orang menyebutnya sebagai `gigantisme`. Berbicara tentang `gigantisme`, kita tidak bisa melupakan pembangunan yang dilakukan oleh Rezim Orde Baru. Ternyata, pembangunan yang dihasilkan menghasilkan sebuah `gigantisme`. Tampak luar seperti sebuah pembangunan yang berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat, tapi peningkatan kesejahteraan rakyat itu tidak terlepas dari lilitan utang yang harus dibayar oleh rezim berikutnya. Ternyata, rezim berikutnya yang mengaku sebagai rezim reformasi tidak kalah hebatnya dalam berutang. Berapa besar utang Indonesia kini? 

“5. Sekedar Pembekalan (1)

………………………………………………………………………………………………………………….

Kita sepakat korupsi yang melanda negara ini harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Meskipun demikian, sebelum terjadi tipikor yang dilakukan calon-calon aktor koruptor harus ada upaya pencegahan. Siapa yang berperan dalam pencegahan tipikor? Siapa lagi kalau bukan masyarakat akademis,LSM, ormas, dan (bisa juga) mereka-mereka yang aktif dalam kegiatan di media,baik media mainstream maupun medio sosial. Sebenarnya di luar itu semua boleh-boleh saja yang termasuk dalam jajaran para birokrat. Jadi, tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan para birokrat yang tentu saja orang-orang yang masih tergolong punya integritas.

 Agar pelaksanaan pencegahan tipikor bisa berjalan efektif dan efisien diperlukan adanya pembekalan. Dalam hal ini mereka-mereka yang terlibat dalam upaya pencegahan harus memiliki di antaranya kejujuran, kepedulian, tanggung jawab, keberanian,  kerja keras, kemandirian, keadilan, kesederhanaan, dan kedisiplinan. Secara berturut-turut kesembilan butir yang harus dimiliki oleh mereka-mereka yang terlibat dalam pencegahan tipikor akan kita bahas. Sebagai langkah awal akan kita mulai membahas yang berkaitan dengan kejujuran dan kepedulian. Setelah itu, kita membahas tanggung jawab, keberanian, dan seterusnya. 

…………………………………………………………………………………………………………………

Dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit seorang ayah yang jujur akan berhadapan dengan anak yang cenderung pragmatis. Orang yang pragmatis adalah orang yang lebih memprioritaskan tindakan daripada pengetahuan dan ajaran atau boleh juga orang yang lebih menitikberatkan pengalaman hidup daripada prinsip yang muluk-muluk, yang melayang-layang di udara (A.Mangunhardjana, Isme-Isme Dari A Sampai Z, 2001:189). Orang yang pragmatis bisa juga dikatakan orang yang diragukan kejujurannya. Orang yang pragmatis lebih disebabkan oleh rasa kecewa terhadap kenyataan hidup. Bisa juga orang menjadi pragmatis karena lemahnya iman.

 Orang yang pragmatis (karena imannya lemah) bisa melakukan segala cara. Kalau sudah seperti itu, orang yang pragmatis bisa menjadi orang yang bertindak serba boleh atau penganut paham permisivisme. Permisivisme adalah sikap, pandangan, pendirian yang berpendapat segala cara hidup, perilaku, perbuatan yang melanggar prinsip, norma, dan peraturan (etis) boleh saja dilakukan (A.Mangunhardjana, 2001: 182). Jadi, orang-orang yang tidak jujur, yang cenderung pramatis, tidak aneh kalau mereka juga melanggar aturan. Orang-orang yang pragmatis, sekaligus permisif, tidak juga aneh kalau melakukan kebohongan. Bentuk-bentuk kebohongan yang sering dilakukan orang-orang yang pragmatis dan permisif, di antaranya adalah khianat, mungkir (tidak menepati janji), kesaksian palsu, fitnah, dan menggunjing (Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, 1999:86-88). Dengan demikian, orang yang pragmatis dan permisif adalah orang-orang yang mempunyai penyakit di dalam hatinya.

“6. Sekedar Pembekalan (2)”

……………………………………………………………………………………………………………….

Ada dua hal yang harus dimiliki oleh siapapun yang mau melakukan pencegahan tipikor: tanggung jawab dan keberanian. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Orang yang mempunyai keberanian adalah orang yang punya tanggung jawab. Sebaliknya, orang yang mempunyai tanggung jawab harus memiliki keberanian menghadapi risiko. Bukankah sebaiknya setiap orang yang telah berbuat salah harus berani bertanggung jawab menghadapi risiko atas kesalahannya? Atau kalau ada seorang pejabat publik yang telah salah membuat dan menerapkan kebijakannya, bukankah seharusnya dia berani bertanggung jawab menanggung risiko atas kebijakan yang telah dibuatnya? Jadi, pejabat publik itu jangan menjadi pengecut dengan melakukan cara-cara yang tidak elegan atau bersikap hit and run (lempar batu sembunyi tangan). Perilaku-perilaku seperti itu tidak akan bisa melakukan pencegahan tipikor di negeri yang sudah semakin menggila korupsinya.

Sikap bertanggung jawab sebagai ilustrasi bisa dilihat dari dua potongan cerpen yang ditulis oleh Seno Gumira Aji Darma dalam “Telepon dari Aceh” dan Helvy Tiana Rosa dalam “Bulan Sabit”. Di kedua cerpen tersebut ada tokoh yang diperankan sang bapak (“Telepon dari Aceh”) dan sang ibu (“Bulan Sabit”). Keduanya memiliki cara yang sangat jauh berbeda dalam hal tanggung jawab. Dalam “Telepon dari Aceh” sang bapak memang mempunyai tanggung jawab terhadap keluarganya, tapi tanggung jawabnya telah dilumuri dengan kekotoran karena harta yang dimiliki diperoleh dari hasil korupsi. Selain itu, sang bapak juga punya keberanian, tapi keberaniannya lagi-lagi telah dilumuri oleh kekotoran (korupsi). Keduanya, tanggung jawab dan keberanian, tidak dilakukan secara elegan sehingga tidak layak dijadikan contoh ideal. Apa artinya sebuah tanggung jawab kalau dilakukan dengan cara-cara kotor (korupsi)? Sedangkan dalam (“Bulan Sabit”) sang ibu benar-benar memiliki tanggung jawab besar ketika anaknya diperkosa oleh tentara yang tidak lagi memiliki rasa kemanusiaan. Dia memberanikan diri menghabisi nyawa para perajurit yang telah memperkosa anaknya. Harga dirinya sebagai ibu terinjak-injak melihat anaknya yang digilir oleh tentara yang berperilaku serigala. Inilah yang disebut sebagai tanggung jawab yang sesungguhnya. Ini juga menunjukkan seseorang yang mempunyai tanggung jawab adalah orang yang juga memiliki keberanian walaupun risikonya harus berhadapan dengan tentara yang siap menghabisi nyawanya.

 Berbicara tentang keberanian, kita juga mendapat pelajaran menarik dari dua tokoh yang terdapat dalam cerpen K. Usman: “Ikan Di Dalam Batu”. Kedua tokoh tersebut, Wilson Manurung dan Kamil, adalah orang-orang yang memiliki keberanian dan tanggug jawab. Mereka harus berhadapan dengan rezim Orde Baru yang tanpa mengenal rasa kemanusiaan mem-PHK (memecat) dan menjebloskannya ke Rumah Tahanan Militer (RTM). Mereka sebenarnya tidak mempunyai kesalahan. Mereka diperlakukan seperti itu karena dianggap tidak bersih lingkungan. Seperti kita ketahui di masa Orde Baru orang ada istilah `bersih lingkungan`. Istilah itu digunakan untuk orang-orang yang terindikasi PKI. Mereka bukan PKI. Kenapa mereka di-PHK dan dijebloskan ke RTM? Wilson sebagai Manajer SDM membela mati-matian anak buahnya yang di-PHK pimpinan perusahaannya. Karena dinilai tidak bersih lingkungan, mertuanya tokoh buruh yang berafiliasi komunisme, akhirnya dia di-PHK dan dijebloskan ke RTM. Sedangkan Kamil, dia di-PHK karena dituduh telah membocorkan korupsi di tempat dia bekerja. Karena perusahaan tempat dia bekerja dipimpin militer, Kamil sama nasibnya dengan Wilson harus di-PHK dan dijebloskan ke RTM. Ada risiko bagi orang yang berani dan bertanggung jawab, yaitu harus siap menghadapi tantangan. Salah satu tantangan yang dihadapi di antaranya adalah PHK dan dijebloskan ke RTM seperti yang dialami Wilson dan Kamil. Dengan demikian, kita pun yang memiliki niat untuk mencegah tipikor dan konco-konco-nya (yang sudah dibekali dengan keberanian dan tanggung jawab) harus siap menerima risiko.

“7. Sekedar Pembekalan (3)”

………………………………………………………………………………………………………………..

Seorang pemuda duduk dalam ruang kaca tertutup sambil merapatkan kedua kakinya dengan kedua lengannya. Boleh jadi pandangannya kosong ke depan entah apa yang dilihatnya. Pemuda `brewok` dalam ruang kaca tertutup dengan pandangan kosong seperti orang frustrasi. Dia gambaran orang yang tidak berdaya. Gambaran orang yang (mungkin) menyesalkan karena merasa beban hidupnya demikian berat? Kalau ruang kaca itu menyimbolkan ruang yang terkungkung, berarti dia hidup dalam keterkungkungan yang sulit untuk  melepaskan diri dari kungkungannya. Dia terpenjara oleh namanya kehidupan yang demikian sulit. Kesulitan hidup itu boleh jadi disebabkan oleh entah gaya hidupnya yang cenderung konsumtif, hedonis, dan serba instan sehingga pada suatu saat ketika keinginannya tidak terpenuhi, dia hanya bisa duduk dengan merapatkan kedua kakinya dengan kedua lengannya disertai dengan pandangannya yang kosong.

Tipe pemuda `brewok` di atas adalah tipe pemuda `masa depan suram` (madesu). Sah-sah saja kalau juga disebut tipe pemuda `makan enak ogah kerja` alias `meok`. Kalau dulu pernah belajar, baik di sekolah maupun di perguruan tinggi, dia cenderung melakukan kebiasaan `copy paste` atau `copas` (bisa saja disebut `mencotek, `menjiplak`). Kebiasaan-kebiasaan buruk itu berakibat pada keterkungkungan dia di sebuah tempat yang membuat dia teralienasi. Jelas, itu merupakan gambaran yang buruk. Gambaran yang tidak layak dijadikan contoh buat kita. Agar terhindar dari perilaku seperti itu, kita harus melawan gaya hidup  konsumtif. Termasuk ke  dalamnya kita juga harus menyingkirkan gaya hidup hedonis. Kalau perlu, kita juga menyingkirkan kebiasan `copas`. Kita harus menjadi orang yang siap bekerja keras dan memiliki kemandirian. Dua hal itu, kerja keras dan kemandirian, harus kita camkan dan terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Diharapkan dengan kerja keras dan kemandirian kita terhindar dari tipikor yang bisa merugikan bukan saja negara, tapi juga bangsa ini.

“8. Sekedar Pembekalan (4)”

…………………………………………………………………………………………………………………

Sebagai orang yang punya tanggung jawab dan kepedulian, apakah kalau melihat ketidakadilan yang dipertontonkan di hadapan kita tetap diam saja? Kalau sama sekali kita bergeming, itu menunjukkan kita adalah orang yang diragukan tanggung jawab dan kepeduliannya. Begitu juga kalau di hadapan kita ada orang-orang yang memamerkan kemewahannya padahal kemewahan itu diperoleh dengan cara-cara kotor dada ini tidak sesak melihat itu semua, kita pun termasuk diragukan tanggung jawab dan kepeduliannya. Jadi, masih dianggap wajar kalau melihat tidak tegaknya keadilan dan masih ada orang yang memamerkan kemewahan yang menyesakkan dada kita. Untuk itu, semua yang mengarah pada distorsi di segala bidang kehidupan, entah itu di bidang ekonomi, sosial, budaya, atau politik sekalipun tidak bisa didiamkan. Selagi masih memiliki tanggung jawab dan kepedulian, kita harus melakukan pencegahan agar distorsi itu tidak terjadi. Begitupun dengan korupsi dan antek-anteknya harus kita cegah dengan berbagai cara. Tentu saja cara-cara yang kita lakukan harus elegan karena sebagai orang akademis kita terikat dengan etika akademis.

Untuk bisa melakukan pencegahan tipikor berikut antek-anteknya, kita harus menegakkan keadilan. Kenapa kita harus menegakkan keadilan? Bukankah di hadapan kita demikian banyak kebijakan tebang pilih dalam membasmi korupsi sehingga semua itu mencederai penegakan hukum? Jadi, bermodalkan keadilan kita bisa mencegah maraknya tipikor di negara ini. Nah, sebelum menegakkan keadilan, kita harus adil pada diri sendiri. Artinya, kita harus memperlakukan diri kita seadil mungkin, yaitu di antaranya kita tidak berlebihan dalam hal apa saja termasuk berlebihan ketika mengkonsumsi makanan ke dalam tubuh kita karena mengkonsumsi tubuh kita secara berlebihan akan mendatangkan berbagai penyakit. Bukan itu saja, kita juga harus hidup sederhana atau kita harus memiliki kesederhanaan, baik kesederhanaan yang berkaitan dengan keperluan hidup maupun kesederhanaan pada harta benda (mengutip dari Hamka dalam Falsafah Hidup, 2017). Dua kesederhanaan itu yang memang harus kita miliki karena orang sering terjerat pada dua hal itu: keperluan hidup dan harta benda. Sebagai tambahan, kita juga perlu memiliki kedisiplinan karena bangsa besar dicirikan dengan bangsa yang memiliki kedisiplinan. Sebuah bangsa kalau tidak memiliki komitmen terhadap kedisiplinan, bangsa tersebut akan mudah dilibas oleh bangsa-bangsa lain. Kita tidak ingin negara ini dijajah kembali oleh bangsa-bangsa lain. Nenek moyang kita sudah cukup merasakan penderitaannya dijajah oleh bangsa-bangsa lain. Untuk itu, kita harus punya komitmen menegakkan kedisiplinan.

“9. `Say No To Korupsi`”

……………………………………………………………………………………………………………….

`Say no to korupsi!` (katakan tidak untuk korupsi!). Tapi, menghadapi korupsi tidak cukup mengatakan `tidak`. Menghadapi korupsi kita harus siap mengatakan `berantas korupsi`, `perangi korupsi`, `basmi korupsi dari negeri ini sampai ke akar-akarnya`, atau `koruptor harus dihukum mati` (kalau memang kita mau tegas memberantas korupsi dari negeri ini). Atau, minimal, kita berani mengatakan `harus ada pemiskinan buat koruptor`. Dengan cara menyampaikan itu semua, kita berharap ada perbaikan di negeri ini dalam menghadapi penyakit sosial yang sudah menggurita. Kira-kira ada keseriusan tidak, baik rakyat maupun penyelenggara negara ini untuk mengentaskan penyakit sosial yang satu ini? Kalau tidak ada keseriusan, cukup sampai di sini saja usaha kita menghadapi bahaya penyakit sosial ini.

Berkaitan dengan penyakit sosial bernama korupsi, kalau kita amati gambar karikatur di atas, ada hal yang menarik tentang Indeks Persepsi Korupsi (IPK) negeri tercinta ini: Republik Indonesia. Kalau kita perhatikan, IPK negeri ini bukan menaik nilainya malah menurun dari nilai 38 (2021) turun ke nilai 34 (2022). Dengan angka tersebut, IPK negeri ini menempati peringkat ke-110 (sebelumnya peringkat ke-96). Kesimpulannya, negeri ini dalam menangani korupsi memburuk sepanjang tahun 2022. Wajar saja negeri ini menempati peringkat ke-110 mengingat sepanjang tahun 2022 ada 579 kasus korupsi dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp17,8 triliun ((https://databoks.katadata.co.id/ datapublish/ 2023/03/ 16/penyalahgunaan-anggaran-jadi-modus-korupsi-paling-jamak-sepanjang-2022). Selain itu semua, negeri ini juga masih punya PR besar terkait buronan koruptor yang samp ai saat ini belum juga bisa diringkus. Ada empat koruptor yang sampai saat ini belum diketahui rimbanya. Keempat buronan koruptor itu adalah Harun Masiku, Ricky Ham Pagawak, Paulus Tannos, dan Kirana Kotama (https:// www.kompas.com/tren/read/ 2023/02/08/ 203000 965/4-buronan-korupsi-yang-belum-tertangkap-siapa-saja-?page=all.) Sampai kapankah mereka bisa berkeliaran di negara antah berantah? Kita hanya bisa menjawab: wallahu a`lam bissawab. Jawaban itu lebih bijak daripada kita menyampaikan `emang gue pikirin (EGP)`.

“10. Mahasiswa vs Koruptor”

………………………………………………………………………………………………………………..

Siapa yang layak meneriakkan `Katakan tidak pada korupsi`? Apakah seorang pejabat publik boleh meneriakkan itu? Boleh-boleh saja asal pejabat publik tersebut masih memiliki integritas. Selain itu, memang sudah terbukti pejabat publik tersebut telah bersih darahnya, otaknya, dan hatinya. Artinya, dia benar-benar pejabat publik yang sudah terbukti baik moralnya. Kalau masih diragukan integritasnya, kita tidak bisa banyak berharap pada pejabat publik semacam itu. Jangan-jangan tipe pejabat publik seperti itu sekedar sebuah adagium `maling teriak maling`. Tipe pejabat publik seperti itu boleh jadi termasuk berupaya menjadi tipe pejabat `cari selamat`. Padahal boleh jadi juga dia telah kaya dengan hasil korupsinya.

Bagaimana juga dengan pengusaha? Sama saja dengan pejabat publik yang punya integritas boleh-boleh saja. Tapi, kalau sang pengusaha sudah sering berhubungan dengan penguasa, pengusaha macam ini dijamin tidak bisa dipercaya semua yang dilakukannya. Perilakunya dengan penguasa bisa-bisa saja 11-12. Beda-beda tipislah dengan penguasa yang sudah jelas-jelas tidak punya integritas atau tidak bermoral! Meskipun demikian, kita harus tetap punya harapan karena masih ada orang-orang yang bisa diberdayakan untuk melakukan pencegahan tipikor sehingga mereka ini juga sangat layak untuk meneriakkan `Katakan tidak pada korupsi`. Siapa itu orangnya? Kita bisa berharap pada orang-orang akademis. Pada merekalah kita masih bisa berharap karena orang-orang akademis tingkat integritasnya masih belum seburuk kalangan pejabat publik (penguasa) dan pengusaha.

 Harapan besar untuk melakukan pencegahan tipikor tertumpu pada kalangan akademis mengingat mereka adalah orang-orang yang bisa berpikir logis dan realistis. Selain itu, mereka sebagian besar masih memiliki integritas dan moral (meskipun baru-baru ini ada petinggi PTN yang terjaring operasi KPK karena menerima suap). Di antara kalangan akademis yang memang sangat dibutuhkan untuk melakukan pencegahan tipikor adalah mahasiswa. Mahasiswa seperti kita ketahui adalah orang-orang muda yang energik, punya vitalitas, pemikirannya (mudah-mudahan) masih bersih, punya idealisme, dan tentu saja smart (cerdas). Meskipun mereka memiliki banyak kelebihan karena kemudaan usianya, dalam melakukan aktivitas pencegahan tipikor tetap harus didampingi oleh orang-orang yang lebih senior (dalam hal ini dosen-dosennya). Dosen-dosen yang mendampingi mereka tentu saja juga orang-orang yang memiliki integritas dan moral yang baik karena kalau tidak sangat boleh jadi orang-orang yang akan didampinginya suatu saat akan diajak ke perbuatan-perbuatan negatif. Jadi, untuk pencegahan terjadinya tipikor (yang paling utama di PT-nya sendiri baru di tempat lain yang terdekat) para mahasiswa harus didampingi para dosen.

“11. Mereka-Mereka yang Peduli Korupsi”

………………………………………………………………………………………………………………..

Sebagai warga negara yang baik, kita bisa saja merasa malu kalau ikon yang melekat di negara kita adalah ikon korupsi. Tapi, apakah karena malu dengan ikon tersebut sampai-sampai kita harus membubarkan lembaga antikorupsi di negara tercinta ini: Indonesia? Rasa-rasanya tidak mungkinlah, ya? Kita biar bagaimanapun tidak boleh menyerah melawan korupsi. Sampai kapanpun kita harus berjibaku melawan korupsi. Upaya apapun yang telah dilakukan oleh lembaga antirasuah dalam memerangi korupsi harus kita apresiasi meskipun usahanya belum maksimal.

Berbicara tentang lembaga antirasuah yang telah berjibaku melawan korupsi tampaknya kita perlu mengetahui beberapa lembaga yang sampai saat ini aktif dalam pemberantasan tipikor di negara ini. Dimulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang bertugas dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Berikutnya ada Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri yang bertugas dalam penyelidikan dan penyidikan atas semua tindak pidana, termasuk di dalamnya adalah korupsi. Lalu ada Kejaksaan Agung yang melakukan penyidikan, penuntutan, dan melaksanakan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Di luar itu, juga ada beberapa lembaga negara yang juga berkontribusi dalam hal penegakan antikorupsi di negara ini, seperti Mahkahmah Agung (MA), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Yudisial (KY), Ombudsman RI (ORI), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Inspektorat Jenderal (Irjen). Di samping lembaga-lembaga negara, ada juga LSM dan perguruan tinggi yang terlibat dalam penegakan antikorupsi. Khusus untuk lembaga-lembaga negara hanya dipaparkan tiga lembaga negara yang sudah-sudah jelas berkiprah dalam pemberantasan korupsi, yaitu KPK, Kejagung, dan Polri.

“12. Otak-Atik Masalah Korupsi”

………………………………………………………………………………………………………………

Sebagai epilog dari tulisan-tulisan yang membahas masalah korupsi adalah pemecahan kasus yang banyak ditemukan, baik dalam bahan-bahan dokumen tertulis maupun berbagai pemberitaan yang memuat masalah tipikor yang terdapat di berbagai media cetak dan online. Anggap saja bagian akhir dari tulisan ini adalah soal-soal latihan yang bisa kita diskusikan bersama-sama. Namanya juga latihan, tentu saja tidak menutup kemungkinan adanya jawaban yang kurang tepat. Tapi, kekurangtepatan dalam menyampaikan jawaban bisa dibantu oleh teman-teman yang lain sehingga pada akhirnya kita menemukan jawaban yang memuaskan semua pihak. Jadi, dalam hal ini kita lebih mengutamakan kebersamaan dalam memecahkan masalah. Jawaban-jawaban yang disampaikan oleh semua orang dalam diskusi disimak, dicatat, dianalisis, dan dibuat intisarinya. Agar tidak berpanjang kalam, kita simak soal-soal bahan diskusi berikut ini. Selamat berdiskusi.

***

1.Salah satu kegiatan dapat dilakukan untuk menumbuhkan budaya anti- korupsi, yaitu kampanye ujian bersih. Langkah-langkah apa saja untuk mewujudkan kampanye ujian bersih di kampus kita?

2. Coba kita buat ilustrasi tentang peran serta mahasiswa dalam pencegahan korupsi, yaitu di antaranya adalah menjadi agen perubahan, mampu menyuarakan kepentingan rakyat, mampu mengkritisi kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan mampu menjadi watch dog lembaga-lembaga negara dan penegak hukum.

…………………………………………………………………………………………………………….

3. Silakan dikomentari isi Pasal 3 dalam UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK di bawah ini!

Pasal 3

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

…………………………………………………………………………………………………………….

***

Dua belas tulisan yang terdapat di buku Kitab yang Menerangkan tentang Pendidikan Antikorupsi sebagai bahan kuliah PAK untuk mahasiswa diperkirakan sudah cukup memadai. Dianggap memadai karena memang untuk pembelajaran PAK tidak perlu banyak berteori. Justru, mahasiswa harus digiring untuk melihat langsung fakta yang terjadi di negara ini yang sudah terlilit oleh penyakit sosial bernama korupsi. Untuk menggiring mereka tentu saja dibekali dengan bacaan yang mudah dicerna. Bacaan yang tidak perlu mengerutkan dahi. Bacaan yang dikehendaki mahasiswa adalah bacaan ilmiah populer yang dalam penyampaiannya walaupun bermuatan keilmuan, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang akrab dengan keseharian mereka. Karena itu buku PAK yang layak digunakan para mahasiswa adalah buku PAK yang cenderung dialogis sehingga komunikasi antara penulis buku dan para mahasiswa terjalin dengan baik. Mahasiswa yang belajar lewat buku tersebut karena dikemas dengan bahasa ilmiah populer punya keinginan untuk sama-sama mencegah tipikor. Dengan demikian, korupsi yang menggurita di negeri ini dan membuat sesak bangsa ini bisa dibersihkan.

Sumber Gambar:

  1. (https://www.kompasiana.com/monang24764/632a733a4addee12dc2307b3/noda-bangsa-korupsi-kolusi-dan-nepotisme-kkn)
  2. (https://www.kompasiana.com/zaenalabidin/55280cc06ea834561a8b458e/gaji-besar-dan-pendidikan-tinggi-penyebab-korupsi)
  3. (https://investor.id/editorial/26045/peti-mati-untuk-koruptor)
  4. (https://www.kompasiana.com/saumiman/566074c96823bd710c3147be/mari-bersatu-bubarkan-lembaga-anti-korupsi-di-indonesia)

By subagio

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp chat