Subagio S. Waluyo

………………………………………………………………………………………………………..

Sebagai bangsa Indonesia kita tentu malu apabila kita baca di media dan berbagai berita TV bahwa korupsi di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar dan banyak di dunia? Mengapa kita terkenalnya dengan Icon Korupsi? Apakah tidak ada Icon lain yang lebih membanggakan supaya dikenal orang banyak? Dulu kita dikenal karena Olah Raga Bulu Tangkisnya, Indonesia dikenal karena Balinya, Indonesia dikenal karena hasil buminya, Indonesia dikenal karena budayanya. Lalu sekarang, apakah Indonesia sudah tidak ada harapan lagi? Padahal negara Indonesia bukan negara komunis, yang artinya semua rakyat Indonesia memiliki agama dan menyembah kepada Tuhan.

Bahkan setiap agama yang dianut mengajarkan bahwa tidak boleh korupsi. “Jangan mengingini milik orang lain, apalagi mengambilnya.” Dari sini kita tahu bahwa ternyata Prilaku beragama saja tidak berguna, yang paling penting hati dan praktek dalam kehidupan sehari-hari. Jikalau kita sebagai bangsa Indonesia memiliki mimpi yang sama, biarlah mimpi ini segera  menjadi kenyataan, korupsi lenyap. Dengan demikian maka Lembaga Anti Korupsi harus segera pula dibubarkan karena tidak dibutuhkan lagi di bumi Indonesia. Mimpikah, jangan-jangan mimpinya malah berkepanjangan dan berlanjut sambung-menyambung seperti sinetron telenovela.

(https://www.kompasiana.com/saumiman/566074c96823bd710c3147be/mari-bersatu-bubarkan-lembaga-anti-korupsi-di-indonesia)

***

Sebagai warga negara yang baik, kita bisa saja merasa malu kalau ikon yang melekat di negara kita adalah ikon korupsi. Tapi, apakah karena malu dengan ikon tersebut sampai-sampai kita harus membubarkan lembaga antikorupsi di negara tercinta ini: Indonesia? Rasa-rasanya tidak mungkinlah, ya? Kita biar bagaimanapun tidak boleh menyerah melawan korupsi. Sampai kapanpun kita harus berjibaku melawan korupsi. Upaya apapun yang telah dilakukan oleh lembaga antirasuah dalam memerangi korupsi harus kita apresiasi meskipun usahanya belum maksimal.

          Berbicara tentang lembaga antirasuah yang telah berjibaku melawan korupsi tampaknya kita perlu mengetahui beberapa lembaga yang sampai saat ini aktif dalam pemberantasan tipikor di negara ini. Dimulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang bertugas dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Berikutnya ada Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri yang bertugas dalam penyelidikan dan penyidikan atas semua tindak pidana, termasuk di dalamnya adalah korupsi. Lalu ada Kejaksaan Agung yang melakukan penyidikan, penuntutan, dan melaksanakan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Di luar itu, juga ada beberapa lembaga negara yang juga berkontribusi dalam hal penegakan antikorupsi di negara ini, seperti Mahkahmah Agung (MA), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Yudisial (KY), Ombudsman RI (ORI), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Inspektorat Jenderal (Irjen). Di samping lembaga-lembaga negara, ada juga LSM dan perguruan tinggi yang terlibat dalam penegakan antikorupsi. Khusus untuk lembaga-lembaga negara hanya dipaparkan tiga lembaga negara yang sudah-sudah jelas berkiprah dalam pemberantasan korupsi, yaitu KPK, Kejagung, dan Polri. Sebelum kita membahas ketiga lembaga negara tersebut, alangkah baiknya kita simak tulisan tentang lembaga-lembaga antikorupsi yang dimiliki negara berikut ini.

Kenali Lembaga Anti Korupsi di Indonesia

Indonesiabaik.id – Indonesia terus berperang melawan korupsi. Yuk kenali lembaga-lembaga anti-korupsi apa saja yang dimiliki oleh Negara kita dan apa saja tugas mereka. Dimulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang bertugas dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

Berikutnya ada Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri yang bertugas dalam penyelidikan dan penyidikan atas semua tindak pidana, termasuk di dalamnya adalah korupsi. Lalu ada Kejaksaan Agung yang melakukan penyidikan, penuntutan, dan melaksanakan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Kemudian ada Mahkamah Agung selaku pengawas tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan. Ada juga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK dengan tugas penyelidikan atas analisis transaksi keuangan. Tak bisa dilupakan peran Kementerian Hukum dan HAM sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan.

Selanjutnya ada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku pemantau, pemberi bimbingan, dan pembina terhadap kegiatan pengawasan keuangan dan pembangunan. Lantas ada Komisi Yudisial yang menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berikutnya ada Ombudsman RI yang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara serta badan swasta untuk pelayanan publik tertentu yang dananya bersumber dari APBN/APBD. Tak ketinggalan ada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang membantu memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemda, lembaga negara, BUMN, BLU, BUMD, dan lainnya yang mengelola keuangan negara. Terakhir ada Inspektorat Jenderal sebagai pelaksana pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian/ Provinsi/ Kabupaten/Kota.

(https://indonesiabaik.id/infografis/kenali-lembaga-anti-korupsi-di-indonesia)

***

  1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

           KPK didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tipikor di Indonesia. Didirikannya KPK dilandasi oleh Undang-Undang Repbulik Indonesia Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Semula KPK adalah lembaga independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Karena itu, ICW pernah menyebutkan bahwa dalam kurun sebelas tahun berdirinya KPK telah mencatatkan sebelas prestasi yang diraih. ICW selanjutnya menyebutkan kalau KPK telah berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp 249 triliun. Bukan itu saja, mereka-mereka yang disidik dan dituntut KPK akhirnya mendapat vonis bersalah di pengadilan. Tidak ada satu pun koruptor yang divonis bebas. Atas dasar itu, KPK mendapat penghargaan Ramon Magsasay pada 2013. Penghargaan ini merupakan sebuah penghargaan bergengsi di tingkat Asia (https://www. cnnindonesia.com/nasional/20141229134248-12-21028/11-tahun-berkiprah-11-prestasi-komisi-antirasuah).

          Bagaimana setelah hampir 21 tahun KPK berdiri? KPK yang semula merupakan lembaga independen, dengan keluarnya UU RI Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tipikor telah berubah menjadi lembaga negara. Dengan perubahan status tersebut KPK bukan lagi lembaga yang bisa disebut independen karena lembaga ini sama saja dengan lembaga-lembaga negara lainnya yang sudah terkooptasi oleh pemerintahan. Munculnya UU terbaru itu justru melemahkan KPK sebagai lembaga yang semula sangat diharapkan bisa memberantas korupsi di negara ini. Untuk itu, tidaklah aneh kalau akhir-akhir ini tidak banyak kasus besar yang bisa ditangani oleh KPK. Kasus-kasus besar seperti kasus korupsi Kominfo atau yang lebih dikenal Korupsi BTS ternyata diselesaikan oleh Kejagung. Korupsi BTS ini terhitung korupsi gila-gilaan karena dari anggaran Rp 10 triliun hanya dilaporkan Rp 2 triliun. Jadi, Menkominfo bersama rekanannya telah mengkorup uang negara sebesar Rp 8 triliun (80% yang dikorup). Bukankah ini merupakan prestasi besar bagi Kejagung yang telah menyeret pelaku-pelakunya (termasuk Johnny G. Plate selaku Menteri Menkominfo) ke pengadilan? (https://www.cnbcindo-nesia.com/tech/20230523164008-37-439858/kasus-korupsi-proyek-kominfo-harga-tower-bts-ternyata-segini). Wajar saja kalau ada yang meragukan kiprah KPK dalam pemberantasan korupsi di negara ini. Meskipun akhir-akhir ini kemampuan KPK dalam pemberantasan korupsi diragukan, tidak ada salahnya kalau kita simak tulisan di bawah ini.  Sebagai tambahan, informasi lebih jauh tentang KPK bisa diakses di : (https://www.kpk.go.id/id/splash).

KPK Tangani 1.310 Kasus Tindak Pidana Korupsi

Sejak 2004 hingga Oktober 2022

 POLITIK

Cindy Mutia Annur

03/11/2022 15:40 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani 1.310 kasus tindak pidana korupsi sejak 2004 hingga 20 Oktober 2022.

Selama hampir 18 tahun terakhir, jumlah kasus korupsi yang ditangani lembaga tersebut cenderung fluktuatif. KPK paling banyak melakukan tindak pinda korupsi pada 2018 mencapai 199 kasus, sedangkan yang terendah pada 2014 hanya 2 kasus.

Tercatat, jenis perkara tindak pidana korupsi yang paling banyak ditangani KPK adalah penyuapan dengan 867 kasus. Kasus penyuapan yang berhasil ditindak KPK terbanyak pada 2018 mencapai 168 kasus. Diikuti tahun 2019 dan 2017 yang masing-masing sebanyak 119 kasus dan 93 kasus.

Pengadaan barang atau jasa merupakan tindak pidana korupsi yang tebanyak ditangani KPK berikutnya mencapai 274 kasus. Lalu, sebanyak 57 kasus penyalahgunaan anggaran telah ditangani KPK sejak 2004 hingga Oktober 2022.

Ada pula sebanyak 49 kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU), pungutan atau pemerasan 27 kasus, dan perizinan dan perintangan proses penyidikan masing-masing sebanyak 25 kasus dan 11 kasus.

Laporan KPK mencatat bahwa tindak pidana korupsi mayoritas dilakukan di instansi pemerintah kabupaten/kota yakni sebanyak 537 kasus sejak 2004 hingga 20 Oktober 2022. Diikuti oleh instansi kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi masing-masing sebanyak 406 kasus dan 160 kasus.

(https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/11/03/kpk-tangani-1310-kasus-tindak-pidana-korupsi-sejak-2004-hingga-oktober-2022)

***

2. Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) 

           Secara yuridis formal, keberadaan Kejagung RI (sebelumnya disebut Kejaksaan RI) telah ada sejak Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Sementara itu, kedudukan Kejaksaan RI dalam Struktur Negara Republik Indonesia baru disahkan tanggal 19 Agustus 1945 dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Itupun kedudukan Kejaksaan masih di lingkungan Departemen Kehakiman. Jadi, lembaga ini belum berdiri sendiri seperti sekarang ini. Kejaksaan Agung seiring dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 1961 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dinyatakan sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai penuntut umum. Atas dasar itu, Kejaksaan Republik Indonesia boleh jadi telah berubah kedudukannya bukan lagi di lingkungan Departemen Kehakiman. Lembaga ini telah menjadi lembaga negara tersendiri sama seperti lembaga-lembaga negara lainnya. Bahkan, di masa reformasi lembaga ini  seiring dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Repbulik Indonesia menjadi lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugasnya lembaga ini terlepas dari pengaruh pemerintah dan lainnya (https://id.wikipedia.org/ wiki /Kejaksaan_Agung_Republik_Indonesia).

          Apakah bisa dibuktikan lembaga ini punya peran besar sehingga bisa terlepas dari pengaruh pemerintah dan lainnya? Kita bisa lihat peran yang dimainkan lembaga ini dalam pemberantasan korupsi. Seperti kita ketahui, sepanjang tahun 2022 kejaksaan berhasil memecahkan rekor angka kerugian negara dan kerugian perekonomian negara mencapai 142 triliun rupiah dalam penanganan tipikor.  Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam Laporan Tahunan Penindakan Korupsi pada 2022, menyebut kinerja kejaksaan dalam pengembalian kerugian negara cukup baik. Kejaksaan Agung RI berhasil menangani 405 dari 597 kasus korupsi di tahun 2022, dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 39,207 triliun dari total Rp 42,747 triliun. Secara umum, Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami peningkatan jumlah kasus yang ditangani pada 2022. Peningkatan kejaksaan adalah paling tinggi, dari 371 kasus pada 2021 menjadi 405 kasus pada 2022 (https://feb.ugm.ac.id/id/berita/4045-peran-besar-kejaksaan-agu-ng-ri-dalam-pengembalian-kerugian-aset-negara-akibat-tindak-pidana-korup-si). Tampaknya, Kejagung RI punya perhatian besar terhadap kasus-kasus mega korupsi. Kasus mega korupsi yang berhasil ditangani oleh Kejagung RI baru-baru ini di Indonesia adalah Korupsi BTS Menkominfo yang mencapai 80% atau Rp 8 triliun dari Rp 10 triliun anggaran yang diajukan negara. Bahkan, sebelumnya Kejagung berhasil menangani kasus Korupsi Asabri sebesar Rp 22.8 triliun. Dalam kasus ini koruptor yang terlibat (Benny Tjokrosaputro) dituntut hukuman mati (https://nasional.kompas.com /read/ 2023/01/12/10582381/perjalanan-kasus-korupsi-asabri-dengan-terdakwa-benny-tjokrosaputro-divonis# ). Terkait dengan prestasi besar yang dicapai Kejagung RI selama tahun 2022, kita bisa menyimak tulisan di bawah ini. Meskipun demikian, agar menambah wawasan kita tentang Kejagung RI, tidak ada salahnya kita mencari lebih jauh informasi di seputar Kejagung RI (terutama tentang perannya dalam pemberantasan korupsi) dengan membuka website yang telah disediakan Kejagung RI di (https://www.kejaksaan.go.id/ index.php). Di website itu, kita disajikan berita-berita yang berkenaan dengan aktivitas Kejagung RI dalam memeriksa orang-orang yang diduga terlibat dalam tipikor. Tentu saja dalam menindak aktor-aktor yang terlibat tipikor, Kejagung RI berkolaborasi dengan berbagai lembaga negara di antaranya dengan Badan Pengawasan Keuangan (BPK).

Peran Besar Kejaksaan Agung RI dalam Pengembalian Kerugian Aset Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi

Detail

Ditulis oleh Adella

Kategori: Berita

Ditayangkan: 03 April 2023

Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI) Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM mengadakan Kuliah Umum Pengauditan Forensik pada Jum’at, 31 Maret 2023. Kuliah umum yang bertajuk “Lika-liku Investigasi Kasus Fraud Indonesia – Peran Kejaksaan dalam Pengembalian Kerugian Negara dalam Tindak Pidana Korupsi” ini diselenggarakan melalui Zoom Meetings dan disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Magister Akuntansi FEB UGM. Narasumber dari kuliah umum ini adalah Abvianto Syaifullah, S.H., M.H., selaku Jaksa Penyidik di Kejaksaan Agung RI. Beliau memberikan pemaparan melalui presentasinya mengenai peran kejaksaan dalam penegakan hukum, khususnya tindak pidana korupsi (tipikor) dalam rangka pengembalian aset negara.

Dalam pemaparannya, Abvi mengatakan bahwa korupsi tergolong sebagai kejahatan bersama (extraordinary crime). Hal ini karena korupsi dilakukan secara sistematis, terorganisir, masif, yang berkaitan dengan kekuasaan dan merugikan keuangan negara. Korupsi dibentuk dengan merekayasa peraturan-peraturan yang dikondisikan oleh oknum penyelenggara negara. “Korupsi dalam pelelangan proyek jalan, misalnya, diatur dengan membuat kontraktor yang tidak bekerja sama dengan mereka seolah-olah tidak memenuhi persyaratan lelang sehingga tidak bisa memenangkan proyek. Hal ini menimbulkan kerugian negara, dan dari sinilah korupsi terjadi,” ungkapnya berdasarkan pengalaman saat menangani kasus.

Prosedur penanganan kasus korupsi di Kejaksaan Agung RI biasanya berawal dari adanya laporan pengaduan oleh masyarakat. Selanjutnya, akan diadakan penyelidikan untuk memastikan apakah ada penyimpangan dalam suatu peristiwa yang dilaporkan. Jika ditemukan perbuatan yang melawan hukum, laporan tersebut akan naik ke tahap penyidikan guna dilakukan pengumpulan bukti yang berujung pada penetapan tersangka. Kemudian, berkas akan diserahkan ke pengadilan untuk dilakukan persidangan. Tahap akhir yaitu eksekusi hukuman oleh jaksa penuntut umum berdasarkan perintah eksekusi. “Prosedur penanganan kasus tipikor di Kejaksaan Agung RI tidak jauh berbeda dengan kepolisian dan KPK,” paparnya.

Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) turun dari nilai 38 pada 2018 ke 34 pada 2022. Dalam segi peringkat juga mengalami penurunan, yakni dari peringkat 89 pada 2018 menjadi peringkat 110 dari 180 negara pada 2022. Terlepas dari hal tersebut, dalam Laporan Tahunan Penindakan Korupsi pada 2022, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut kinerja kejaksaan dalam pengembalian kerugian negara cukup baik. Kejaksaan Agung RI berhasil menangani 405 dari 597 kasus korupsi di tahun 2022, dengan nilai kerugian negara sebesar 39,207 triliun dari total 42,747 triliun. Secara umum, Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengalami peningkatan jumlah kasus yang ditangani pada 2022. Peningkatan kejaksaan adalah paling tinggi, dari 371 kasus pada 2021 menjadi 405 kasus pada 2022.

Abvi mengungkapkan bahwa terdapat beberapa hambatan dan kendala dalam penanganan korupsi, seperti adanya perlawanan pihak ketiga kepada kejaksaan dalam upaya penyitaan dan perampasan aset, sulitnya permohonan izin untuk melakukan penggeledahan dari pengadilan, hingga semakin inovatifnya tindakan korupsi saat ini. Selain itu, tersangka dan terpidana korupsi pada umumnya tidak mengakui perbuatannya di pengadilan sehingga penanganan kasus terbilang sangat melelahkan dan memerlukan bantuan dari banyak ahli. Oleh karena itu, diperlukan adanya sinergi antara kepolisian dan kejaksaan untuk saling bertukar informasi terkait penanganan tipikor.

Dalam rangka penanganan tindak pidana korupsi, saat ini mulai diperhitungkan dampak pada perekonomian negara yang timbul, berbeda dengan sebelumnya yang hanya berfokus pada kerugian keuangan negara. Sepanjang 2022, kejaksaan berhasil memecahkan rekor angka kerugian negara dan kerugian perekonomian negara mencapai 142 triliun rupiah dalam penanganan tipikor. “Yang terpenting bagi kami selaku penegak hukum dalam menangani tipikor adalah jangan sampai negara ini menangani korupsi dengan mengeluarkan biaya tetapi tidak mendapatkan pengembalian kerugian negara,” jelasnya. Kuliah umum dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang disambut secara antusias oleh peserta.

Reportase: Adella Wahyu Pradita

(https://feb.ugm.ac.id/id/berita/4045-peran-besar-kejaksaan-agung-ri-dalam-pengembalian-kerugian-aset-negara-akibat-tindak-pidana-korupsi)

***

3. Kepolisian Republik Indonesia (Polri)

           Selain KPK dan Kejagung RI, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga punya peran dalam pemberantasan tipikor. Memang, dalam pemberantasan tipikor jika dibandingkan dengan Kejagung RI, Polri jelas tertinggal jauh. Tapi, sebagai penegak hukum, Polri mempunyai peran besar karena, baik KPK maupun Kejagung RI pada akhirnya harus berkolaborasi dengan Polri manakala harus menciduk para koruptor. Bahkan, peran Polri sangat penting untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap para koruptor yang terbilang sulit untuk mencari pembuktiannya. Dengan demikian, dalam menangani masalah korupsi diperlukan adanya kolaborasi. Dalam hal ini Polri berkolaborasi dengan KPK dan Kejagung RI. Tidak mustahi Polri juga bisa berkolaborasi dengan lembaga-lembaga negara lainnya di luar KPK dan Kejagung RI. Bukan itu saja, Polri juga sangat terbuka berkolaborasi dengan LSM-LSM yang peduli dalam pencegahan dan pemberantasan tipikor.

          Polri di satu sisi membutuhkan adanya kolaborasi dengan berbagai LSM. Di sisi lain, LSM-LSM yang diajak berkolaborasi juga aktif menyoroti berbagai penyimpangan di tubuh Polri. Salah satu masalah menarik yang berujung pada kritik terhadap Polri adalah terungkapnya kasus yang dialami oleh AKBP Raden Brotoseno. Kenapa? AKBP Raden Brotoseno yang terjerat tipikor dan dikenai sanksi hukuman ternyata tidak dipecat sebagai anggota kepolisian. Di luar itu masih banyak kasus yang melibatkan anggota Polri sehingga integritas kepolisian diragukan oleh masyarakat. Status Brotoseno ternyata dibuka kasusnya oleh ICW yang justru ICW sering dilibatkan dalam melakukan aktivitas pencegahan dan pemberantasan tipikor. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tulisan berikut ini. Selain itu, karena kita juga perlu tahu lebih jauh tentang Polri, kita bisa mengakses data di (https://polri.go.id).

Ramai-ramai Mempertanyakan Integritas Polri yang Tak Pecat Brotoseno, Polisi Eks Napi Korupsi 

Kompas.com – 02/06/2022, 16:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Terungkapnya status AKBP Raden Brotoseno sebagai anggota aktif kepolisian berujung kritik. Berbagai kalangan mempertanyakan integritas Polri yang tak memecat Brotoseno meski dia pernah dipidana atas kasus suap.

Semula, status Brotoseno disoroti oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). ICW curiga Brotoseno kembali aktif di kepolisian dan menduduki jabatan sebagai Penyidik Madya Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber).

Oleh Polri, justru diungkap bahwa Brotoseno tak pernah dipecat. Brotoseno telah menjalani sidang kode etik atas kasus korupsi yang menjeratnya di tahun 2017, namun tak dijatuhi sanksi pemberhentian.

Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo menyampaikan, Brotoseno tak dipecat karena dinilai berpretasi selama menjadi anggota Polri. Meski begitu, pihak kepolisian tak menyebutkan detail prestasi yang dimaksud.

“Adanya pernyataan atasan, AKBP R Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian,” kata Sambo dalam keterangan tertulis, Senin (30/5/2022).

Sejauh ini, Brotoseno hanya dijatuhi sanksi demosi atau pemindahtugasan jabatan berdasarkan hasil sidang kode etik profesi Polri.

Polri mengungkap, Brotoseno kini menjadi staf di Divisi Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK), bukan lagi sebagai penyidik.

Ihwal ini pun menjadi polemik. Polri didesak untuk segera memberhentikan Brotoseno.

Lemahnya Penegakan Hukum

Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian, Bambang Rukminto menilai, tidak dipecatnya Brotoseno dari kepolisian menunjukkan lemahnya penegakan hukum di internal Polri. “Di sisi lain, itu juga menunjukkan lemahnya penegakan aturan dan hukum di internal Polri yang mengakibatkan tidak adanya efek jera dan terulang lagi kasus-kasus serupa,” kata Bambang Rukminto saat dihubungi, Selasa (31/5/2022). Menuruta dia, peraturan perundangan telah memuat jelas bahwa anggota polisi yang terlibat tindakan pidana harus dipidana. Ketentuan itu dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bambang mengatakan, kasus Brotoseno seolah menunjukkan bahwa Polri kekurangan personel yang berkualitas dan berintergritas tinggi sehingga masih mempertahankan yang kotor. Kejadian ini juga dinilai sebagai indikasi kesalahan pemikiran petinggi Polri. Dia pun meminta kejadian ini menjadi momentum bersih-bersih di internal Polri, bukan malah membuat retorika pembenaran terhadap kekeliruan. “Dengan melihat kasus AKBP B (Brotoseno) ini yang kembali aktif setelah menjalani hukuman pidana korupsi, publik bisa memahami bagaimana standar etika profesi di Polri itu ditegakkan,” kata dia.

Komitmen antikorupsi?

Sementara, ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, keputusan Polri mempertahankan Brotoseno dinilai memicu pertanyaan tentang komitmen lembaga penegak hukum itu dalam pemberantasan korupsi. “Bagaimana polisi bisa diandalkan untuk pemberantasan korupsi kalau ternyata malah ‘bertoleransi’ terhadap perwiranya yang melakukan korupsi,” katanya dalam pernyataan pers, Rabu (1/6/2022). Reza mengatakan, institusi kepolisian seharusnya punya standar etika, moralitas, dan ketaatan hukum pada level tertinggi, bukan malah mempekerjakan eks napi korupsi.

Menurut Reza, buat mencegah seorang perwira polisi mengulangi perbuatan korupsinya, maka semestinya dilakukan mekanisme penilaian risiko (risk assessment). Mekanisme ini biasanya dilakukan Kemenkumham terhadap para napi korupsi. Kalau hasil risk assessment ternyata menyimpulkan bahwa risiko residivisme seseorang itu tinggi, maka menjadi pertaruhan mahal bagi Polri untuk mempertahankan personelnya itu. “Terlebih ketika yang bersangkutan ditempatkan di posisi-posisi strategis yang memungkinkan ia menyalahgunakan lagi kewenangannya,” ucap Reza. Apalagi, lanjut Reza, berdasarkan riset diketahui tingkat pengulangan kejahatan kerah putih seperti korupsi lebih tinggi daripada kejahatan dengan kekerasan. “Jadi, pantaslah kita waswas bahwa personel dimaksud akan melakukan rasuah lagi nantinya,” tuturnya.

Rusak Citra Polri

Kritik atas kasus ini juga muncul dari kalangan Parlemen. Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond J Mahesa mempertanyakan parameter yang digunakan Polri sehingga tidak memecat Brotoseno. Menurut Desmond, kasus korupsi yang menjerat Brotoseno merupakan bukti bahwa dia telah merugikan negara sehingga semestinya tak dipertahankan sebagai anggota Polri. “Parameter berkelakuan baik ini terhadap institusi atau bangsa ini? Kalau dia berkelakuan baik untuk kepolisian, tapi untuk bangsa ini bajingan, itu berkelakuan baik apa? Jadi parameternya jadi lucu menurut saya,” kata Desmond di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (31/5/2022).

Politikus Partai Gerindra itu menegaskan, seseorang yang telah divonis bersalah pada suatu kasus pidana tidak layak lagi untuk dipertahankan karena perbuatannya otomatis telah melanggar kode etik. “Jadi tindakan yang tidak tegas atas putusan pidana, tapi dianggap seolah-olah berprestasi, prestasi apa? Seharusnya seseorang yang karena peradilan pidana, prestasinya itu enggak ada. Pencuri kok, ini maling kok,” ujar Desmond. Desmond berpandangan, dipertahankannya Brotoseno menunjukkan bahwa Polri terlalu membela anggotanya. Ini justru dapat merusak citra lembaga kepolisian. Ia juga memandang, lembaga kepolisian harus dievaluasi karena keputusan tersebut tidak sesuai dengan keinginan maupun moral yang berlaku di tengah masyarakat. “Kalau kayak begini ya rusak semua tatanan moral kita karena blocking pembelaan insittusi terhadap anggotanya yang merugikan negara, ini kan merugikan negara jadinya,” ujar dia.

Aturan Pemecatan Polisi

Perihal pemberhentian anggota kepolisian telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 12 Ayat (1) huruf a PP tersebut menyebutkan bahwa anggota kepolisian diberhentikan tidak hormat karena dua hal. Pertama, jika dipidana penjara berdasar putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, kedua diberhentikan menurut pertimbangan pejabat berwenang.

“Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia,” demikian bunyi petikan aturan.

“Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia,” bunyi Pasal 12 Ayat (2) PP Nomor 1 Tahun 2003.

Dengan adanya peraturan tersebut, ICW menilai seharusnya Brotoseno diberhentikan dari anggota Polri.

“Untuk syarat pertama sudah pasti telah dipenuhi karena putusan Brotoseno telah inkrah,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Senin (30/5/2022).

“Untuk itu, permasalahan saat ini menyangkut syarat ke dua. Jika benar pejabat berwenang Polri menganggap Brotoseno masih layak menyandang kembali status sebagai anggota Polri aktif, maka hal tersebut mesti dijelaskan kepada masyarakat. Sebab hal ini terbilang janggal,” tuturnya.

Kasus suap

Adapun Brotoseno terjerat kasus dugaan suap pada November 2016. Ia didakwa menerima hadiah atau janji dalam proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat.

Saat itu, dia menjabat sebagai Kepala Unit III Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri.

Setelah melalui serangkaian persidangan, pada 14 Juni 2017 Brotoseno dijatuhi vonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

“Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar Ketua Majelis Hakim Baslin Sinaga saat membacakan amar putusan.

Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta supaya Brotoseno dihukum 7 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Berdasarkan surat dakwaan, Brotoseno menerima uang dengan total Rp 1,9 miliar dalam kasus penyidikan dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang.

Dia juga menerima 5 tiket pesawat Batik Air kelas bisnis seharga Rp 10 juta atas permintaannya sendiri.

Brotoseno didakwa bersama-sama penyidik Dittipikor Bareskrim Polri Dedy Setiawan Yunus, dan 2 pihak swasta yaitu Harris Arthur Hedar dan Lexi Mailowa Budiman.

Brotoseno menerima uang dari Harris selaku advokat Jawa Pos Group untuk mengurus penundaan panggilan pemeriksaan terhadap Dahlan Iskan yang sedianya diperiksa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang.

Sebelumnya, pernah terbit surat panggilan pemeriksaan untuk Dahlan sebagai saksi selaku mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Meski divonis 5 tahun penjara, Brotoseno mendapatkan bebas bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Dia bebas pada 15 Februari 2020.

(Sumber: KOMPAS.com/Rahel Narda Chaterine, Ardito Ramadhan, Aryo Putranto Saptohutomo | Editor: Icha Rastika)

(https://nasional.kompas.com/read/2022/06/02/16300101/ramai-ramai-mempertanyakan-integritas-polri-yang-tak-pecat-brotoseno-polisi)

 

***

Bukan hanya lembaga-lembaga negara yang terlibat dalam aktivitas pemberantasan korupsi, LSM-LSM (ada juga perguruan tinggi seperti UGM lewat Pukat-nya) di negara ini pun mau terlibat dalam aktivitas pencegahan dan pemberantasan korupsi. Beberapa LSM dan perguruan tinggi di antaranya seperti Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTI), Gerakan Rakyat Antikorupsi (Gerak), Indonesia Corruption Watch (ICW), Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK), Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), dan Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) ikut terlibat dalam memberikan masukan pada lembaga-lembaga negara yang aktif melakukan pencegahan pemberantasan tipikor di Indonesia. Beberapa LSM seperti MAKI, misalnya, kerap kali memberikan masukan pada KPK atau lembaga negara lainnya tentang terjadinya tipikor di sebuah instansi atau yang dilakukan oleh pejabat-pejabat publik. Ada juga yang lebih cenderung melakukan kajian (seperti Pukat) adanya aktivitas peningkatan tipikor di instansi-instansi pemerintah dan swasta. Hasil kajiannya ternyata banyak dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga negara untuk melakukan tindakan, baik pencegahan maupun pemberantasan tipikor. Kontribusi mereka-mereka yang masih tergolong peduli pada pencegahan dan pemberantasan tipikor sebatas memberikan masukan pada lembaga-lembaga negara agar dilakukan tindakan terhadap aktor-aktor yang melakukan penyimpangan sosial melalui tipikor. Kenapa bukan mereka saja langsung yang melakukannya? Dalam hal ini kita harus memahami bahwa lembaga-lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam melakukan aktivitas penyelidikan, penyidikan, penuntutan hanya bisa dilakukan oleh KPK, Kejagung RI, dan Polri. Di luar itu tidak diperbolehkan untuk melakukan ketiga aktivitas di atas. Jadi, baik LSM maupun perguruan tinggi yang terlibat dalam aktivigas pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak memiliki kewenangan melakukan ketiga aktivitas tersebut. Meskipun demikian, tidak ada salahnya kalau kita menyimak kelima LSM dan satu perguruan tinggi yang telah banyak memberikan kontribusi dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi di negeri ini.

  1. Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (AMTI)

     Sebagai LSM yang peduli dengan masalah penyimpangan sosial, seperti korupsi, AMTI memiliki visi yang idealis, yaitu menjadi pelopor terwujudnya sistem integritas nasional dengan mendorong praktek-praktek yang bersih dan sehat di bidang bisnis, pemerintahan, dan masyarakat dalam arti seluas-luasnya. Dengan visi tersebut, AMTI memiliki amanah besar, yaitu berusaha menegakkan integritas (kejujuran) di semua level, baik di bisnis, pemerintahan, maupun masyarakat. Bahkan, jika memungkinkan amanah yang ditegakkan itu menjadi sebuah sistem nasional yang dianut oleh semua level yang disebutkan di atas. Atas dasar itu, AMTI memiliki kiprah dalam mewujudkan sistem integritas nasional. Kontribusi AMTI dalam mewujudkan sistem integritas nasional bisa diklik pada (http://www. transparansi.or.id). Kita pun bisa menyimak aktivitas AMTI yang berkaitan dengan penegakan sistem integritas nasional melalui aktivitas pencegahan dan pemberantasan tipikor berikut ini.

 AMTI Akan Laporkan Kadis PUPR Rohul ke Polda Riau

April 6, 2021

byHengly Kawengian

228 views

Jakarta, transparansiindonesia.co.id – Dugaan pelaksanaan beberapa proyek yang dilaksanakan abal-abal di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) Provinsi Riau, terus menjadi atensi dari Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (LSM-AMTI).

Dugaan proyek yang diduga merugikan keuangan negara Milliaran rupiah tersebut, akan segera berlanjut dan AMTI akan segera menindak-lanjutinya dengan melaporkan dugaan korupsi tersebut ke pihak Polda Riau.

Seperti apa yang disampaikan oleh Sekjen AMTI bahwa, pihaknya menseriusi dugaan proyek di Kabupaten Rokan Hulu, yang dikerjakan abal-abal, dan tidak sesuai bestek.

Dikatakan Sekjen AMTI bahwa, sudah ada temuan dari BPK yang akan menjadi dasar pelaporan terhadap dugaan korupsi yang merugikan negara milliaran rupiah.

 “Kasus ini akan segera kita tindak lanjuti, dimana Kepala Dinas PUPR Kabupaten Rokan Hulu akan segera kita laporkan ke pihak Polda Riau, karena dugaan telah merugikan keuangan negara milliaran rupiah melalui pelaksanaan pekerjaan proyek yang abal-abal, dan tidak sesuai dengan anggaran pekerjaan proyek,” kata Sekjen AMTI.

Dikatakannya pula, bahwa korupsi adalah merupakan musuh bersama, maka apabila ada pekerjaan yang diduga melanggar hukum itu harus dilaporkan, karena hukum adalah panglima di Indonesia.

” Korupsi adalah musuh kita bersama, maka dari itu harus kita perangi bersama, hukum harus ditegakkan karena hukum adalah panglima di negeri ini,” tambah Sekjen AMTI yang sering mengungkap kasus korupsi di Indonesia tersebut.

Sementara itu Kadis PUPR Rohul, ketika dikonfirmasi awak media, tidak merespon. (***)

(https://www.transparansiindonesia.co.id/2021/04/06/amti-akan-laporkan-kadis-pupr-rohul-ke-polda-riau/)

 2. Gerakan Rakyat Antikorupsi (Gerak)

     Gerak didirikan tahun 2003. Sebagai LSM yang peduli dengan masalah-masalah korupsi, Gerak menjadi pengontrol publik yang efektif yang bertujuan mewujudkan good governance terutama di Provinsi Nanggaroe Aceh Darussalam (NAD). Untuk mewujudkannya, Gerak melakukan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat agar masyarakat akar rumput memiliki kepedulian dalam pencegahan dan pemberantasan tipikor. Gerak dalam menjalankan aktivitasnya berkolaborasi dengan LSM Publish What You Pay (PWYP Indonesia). Sebuah LSM yang membuat ikonnya: “Terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan berdaulat melalui tata kelola sumber daya ekstraktif dan sumber daya alam lainnya di Indonesia secara transparan, akuntabel, partisipatif dan berkelanjutan”. Meskipun pada mulanya LSM ini lebih banyak bergerak di NAD, perkembangan berikutnya Gerak juga melebarkan jaringannya ke seluruh wilayah di Indonesia. Di bawah ini bisa kita simak kiprah Gerak dalam menyoroti evaluasi kinerja pendidikan di Provinsi Riau. Untuk mengetahui lebih jauh tentang Gerak kita bisa mengklik websitenya: (https://pwypindonesia.org/id/gerakan-rakyat-anti-korupsi-gerak/)

 LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi, Ketua Gerak: Minta Gubernur Riau Evaluasi Kinerja Aristo Kabid SMA

Kamis, 07-07-2022 – 12:43:30 WIB

GardaTerkini.com, Pekanbaru – Menanggapi banyaknya keluhan masyarakat terkait pelaksanaan PPDB ( Penerimaan Pelaksanaan Didik Baru ) tahun ajaran 2022 – 2023 wilayah Provinsi Riau, masyarakat Pekanbaru khususnya sangat menyayangkan kinerja ” Aristo selaku ketua panitia PPDB tahun anggaran 2022 -2023 sekaligus kepala bidang SMA Disdik Provinsi Riau , ucap Emos Gea ketua DPD LSM ” Gerakan Rakyat Anti Korupsi Riau .

Lanjut Emos Gea , dari hasil investigasi dilapangan selama proses PPDB 2022 -2023 berlangsung , masyarakat Pekanbaru sangat kecewa dengan kebijakan – kebijakan pihak sekolah SMA dan SMK di kota Pekanbaru . Ada beberapa problem yang dirasakan calon siswa dan orang tua , pertama sekali masalah sistim login webside dan kedua terkait kebijakan sekolah yang memberlakukan sistim zonasi dan jarak zonasi .

Perihal pemberlakuan sistim zonasi yang diterapkan pihak sekolah seperti ” jarak zonasi antara 1km sampai 1,1 km antara jarak rumah dan calon peserta didik baru . Problem yang timbul akibat diberlakukannya jarak rumah menimbulkan

1 ” Calon peserta didik baru dan orang tua merasakan kecewa .

2 ” sistim zonasi jarak yang diberlakukan tidak selaras dengan jumlah penduduk yang ada di seputaran sekolah .

Berikut estimasi jarak rumah dan calon peserta didik baru yang kecewa

1 ” SMA N 1 Pekanbaru , jarak sekolah dengan pemukiman masyarakat tidak seimbang , jarak 521 m sekolah dan calon didik baru tidak seimbang , dimana sekoalh tersebut jauh dari pemukiman masyarakat .

2 ” SMA 9 , pemukiman masyarakat jauh dari sekolah .

3 ” SMK 1 , juga jauh dari pemukiman masyarakat

4 ” SMK 3

5 ” SMA 4 , jauh dari pemukiman masyarakat ( problem SMA 4 sekolah berada di markas AURI , jika diberlakukan 1,1 km jarak sekolah dan calon didik baru , otomatis masyarakat tidak menjalankan jatah untuk masuk .

Lebih lanjut lagi menurut Emos Gea , kuat dugaan pihak sekolah dan ketua panitia PPDB tahun ajaran 2022- 2023 atas nama Aristo , terindikasi tidak sehat dalam melaksanakan proses PPDB 2022-2023 , tegas Emos Gea .

Lebih parahnya lagi , akibat pemberlakuan sistim zonasi dan jarak rumah calon didik baru , masyarakat berupaya untuk mengeluh resahkan ke pihak Disdik Riau . Bahkan tempat pengaduan masyarakat di Disdik Riau tidak memberikan solusi dan bahkan sering petugas penerima keluhan masyarakat hanya melayani selama tiga hari . Sampai berita ini diturunkan kondisi ruangan penerimaan keluhan masyarakat di Disdik Riau ditutup .

Mengacu dari surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Nomor 6998/A5/HK.01.04/2022 yang diterbitkan pada 25 Januari 2022.

Dalam surat tersebut, Kemendikburistek mengimbau seluruh pemangku kepentingan di Dinas Pendidikan daerah untuk mempersiapkan PPDB yang objektif, transparan, dan akuntabel tahun 2022/2023 sesuai dengan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.

PPDB dilaksanakan dengan mekanisme daring seperti pada tahun lalu. Oleh karena itu, Kepala Dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota diminta untuk segera menyiapkan aplikasi untuk pelaksanaan PPDB secara daring. Kepala Dinas pendidikan juga diminta melakukan integrasi data hasil PPDB yang mencakup identitas peserta didik, identitas satuan pendidikan asal, dan identitas satuan pendidikan tujuan/yang menerima ke dalam sistem Dapodik.

Sedangkan bagi wilayah yang tidak tersedia fasilitas jaringan, maka PPDB dapat dilaksanakan dengan mekanisme luring dengan melampirkan fotokopi dokumen persyaratan dan menerapkan protokol kesehatan.

Selain itu, Kepala dinas pendidikan juga diminta menyiapkan dan atau menyesuaikan petunjuk teknis PPDB tahun 2022/2023 sesuai dengan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 serta mendorong satuan pendidikan untuk mengoptimalkan keterisian nomor identitas kependudukan pada Dapodik.

Mengingat PPDB Tahun 2022/2023 menggunakan sistem zonasi, maka verifikasi alamat pada kartu keluarga menjadi hal krusial yang harus diperhatikan. Verifikasi alamat pada kartu keluarga paling singkat satu tahun sebelum tanggal pendaftaran PPDB dan dapat memanfaatkan data kependudukan dan catatan sipil yang disediakan oleh Kementerian Dalam Negeri.

Diakhir penyampaiannya Emos Gea menilai , kinerja Aristo yang diberikan amanah untuk menjadi ketua PPDB tahun ajaran 2022-2023 , dinilai kurang optimal dalam menjalankan tugasnya , dan bahkan terkategori menghilangkan hak calon peserta didik baru .

Berikut statistik pendaftaran PPDB tahun ajaran 2022- 2023 , Total pendaftaran 72.625 orang  dan total daya tampung 85.949 orang .

Intinya diakhir penutupan PPDB untuk SMA daya tampung masih kurang 13.324 orang calon didik baru yang tersisa .

Liputan Sabam Tanjung

Sumber Emos Gea ( ketua DPD LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi Riau (rls/red).

Sumber Berita : NewsZona24.com

(https://www.gardaterkini.com/read-133440-2022-07-07-lsm-gerakan-rakyat-anti-korupsi-ketua-gerak-minta-gubernur-riau-evaluasi-kinerja-aristo-kabid-sma.html)

  1. Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi 

     GMPK adalah wadah Gerakan Moral Memerangi Korupsi yang dipimpin oleh Bibit Samad Rianto (BSR) sebagai Ketua Umumnya. Seperti kita ketahui BSR pernah berkecimpung dalam aktivitas pemberantasan korupsi ketika di KPK. Jabatan terakhir BSR di KPK adalah Wakil Ketua. Masa kerjanya di KPK empat tahun (2007-2011). Sebelum terjun di KPK, BSR adalah seorang petinggi Polri dengan pangkat terakhir Inspektur Jenderal Polisi dan juga menjadi seorang pendidik yang mengabdikan dirinya di beberapa perguruan tinggi (https://id.wikipedia.org/wiki/Bibit_Samad_ Rianto). Karena  di GMPK untuk berperan serta melakukan pencegahan dan penangkalan korupsi. Tentang informasi yang berkaitan dengan aktivitas GMPK bisa dilihat di website-nya: (https://www.gmpk.or.id). Di website tersebut bisa dilihat hal-hal yang berkaitan dengan Profile, Konsep, Berita, dan Kontak. Sedangkan salah satu aktivitas GMPK yang layak diberikan nilai positif adalah ketika GMPK melakukan MoU dengan PT Garam (Persero) dalam upaya pencegahan tipikor di BUMN seperti PT Garam. Berita tentang adanya kerja sama PT Garam (Persero) dengan GMPK bisa disimak dalam tulisan di bawah ini. 

 Cegah Korupsi, PT Garam Gandeng Bibit Samad

Zaenal Effendi – detikNews

Kamis, 31 Mei 2018 20:47 WIB 

Surabaya – Cegah tindak pidana korupsi, PT Garam (Persero) melakukan MoU dengan Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK). GMPK adalah lembaga yang dipimpin mantan wakil ketua KPK, Bibit Samad Rianto. Kerjasama ini juga untuk meningkatkan kinerja BUMN ini.

“Semoga MoU ini menghasilkan banyak manfaat. Saya berharap kerjasama ini akan terus berlanjut,” kata Direktur Utama (Dirut) PT Garam (Persero) Budi Sasongko usai penandatanganan MoU di Hotel Swiss Belinn Jalan Manyar Kertoarjo Surabaya, Kamis (31/5/2018).

Budi mengungkapkan alasan memilih GMPK untuk membimbing perusahaannya agar bersih dari korupsi karena sosok Bibit Samad yang dianggap mempunyai kredibilitas tinggi di bidang anti korupsi.

“Karena leader beliau (Bibit Samad) kredibilitas serta sudah mempunyai jaringan yang luas,” tambah Budi.

Bibit mengatakan bahwa bukan pihaknya yang mencari perusahaan untuk dibimbing anti korupsi. “Kami tidak memilih, tapi kami yang dihubungi pak Dirut. Termasuk kami dalam mencari anggota, bukan menunjuk tapi mereka sendiri yang mau,” kata Bibit.

Pihaknya akan melihat 4 hal dalam melakukan bimbingan ke PT Garam agar tidak melakukan korupsi. “Ada 4 hal yang akan kami lihat dan apakah itu semua sudah dilakukan oleh PT Garam. 4 hal itu kelembagaan, tata kelola, bisnisnya apa hanya tangani garam atau yang lain. Banyak BUMN tidak pada core bisnis hingga akhirnya rugi dan merugi dan terakkhir SDM diawaki manusia yang baik atau tidak,” ungkap Bibit.

Bibit juga mengaku lembaganya juga digunakan 5 kementerian dan beberapa perusahaan swasta. Ia berharap dengan banyaknya perusahaan yang menggunakan lembaganya bisa membuat Indonesia bebas korupsi.

“Ada lima permasalahan bangsa yang membuat bangsa ini terpuruk, sistem masih bolong bolong, penghasilan tidak rasional yang membuat mencari hidden income, masalah moral yang terdegadrasi, pengawasan yang lemah makanya kami lihat PT Garam sudah penuhi ini semua belum dan ini kesempatan GMPK memunculkan diri,” pungkas Bibit. (ze/iwd)

(https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4047782/cegah-korupsi-pt-garam-gandeng-bibit-samad)

    

 4. Indonesia Corruption Watch

     ICW merupakan LSM yang mempunyai misi untuk mengawasi dan melaporkan kepada publik yang berkaitan dengan korupsi di Indonesia. Sebagai LSM yang sangat peduli dengan tipikor, ICW aktif mengumpulkan data-data korupsi para pejabat tinggi negara dan sekaligus mengumumkan hasil temuannya ke publik. Bahkan, lebih jauh dari itu, ICW dalam banyak hal kerapkali melakukan gugatan class-action terhadap para pejabat yang korup (https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Corruption_Watch). Sebagai LSM yang sangat peduli dengan mengguritanya korupsi di negara ini, ICW tidak segan-segan mengkritisi lembaga-lembaga negara yang juga peduli dengan korupsi tetapi melakukan maladministrasi. Salah satu lembaga negara yang juga turut dikritisi adalah Ombudsman Republik Indonesia (ORI). ORI secara diam-diam melakukan kesepakatan dengan Kemendagri. ORI oleh ICW disebutkan telah melanggar Pasal 3 huruf e dan g Undang-Undang Nomor 4 tahun 2003 tentang Ombudsman Republik Indonesia khususnya yang berkaitan dengan asas akuntabilitas dan keterbukaan dalam melaksanakan tugas dan kewenangan (https://antikorupsi.org/id/ icw menyesalkan-dugaan-kesepakatan-terselubung-antara-ombudsman-ri-dengan-kemendagri-terkait). Bukan itu saja, ICW juga mengangkat kasus tentang Ketua KPU yang membolehkan eks napi korupsi ikut pencalegan. ICW melihat pernyataan Ketua KPU itu telah menyalahi aturan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 10 tahun 2023 yang menyebutkan salah satu syarat bakal calon adalah  tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan inkrah karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Berita tentang ICW yang  mengkritisi Ketua KPU yang memberikan informasi sesat tentang eks napi korupsi yang bisa nyaleg bisa dilihat pada tulisan berikut ini. Sebagai informasi tambahan, kita bisa mempelajari lebih jauh tentang ICW pada website-nya: (https://antikorupsi.org/id).

 ICW Sebut Ketua KPU Beri Informasi Sesat

Soal Eks Napi Korupsi Bisa Nyaleg

 TEMPO.CO, Jakarta – Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana berharap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari tidak menyebar informasi sesat kepada khalayak ihwal regulasi pencalegan bekas napi korupsi. Hasyim sebelumnya mengutip putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 untuk membenarkan Peraturan KPU ihwal bekas napi korupsi yang diperbolehkan mendaftar sebagai anggota DPR, DPRD, maupun DPD RI tanpa melewati masa jeda 5 tahun.

Aturan yang dimuat dalam PKPU 10 tahun 2023 menyebutkan salah satu syarat bakal calon adalah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan inkrah karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih. Kecuali, terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik.

Kurnia mengatakan ke depannya para terdakwa korupsi bakal berharap kepada majelis hakim agar dijatuhi pidana tambahan pencabutan hak politik. “Sebab, ia tidak harus menunggu masa jeda waktu lima tahun sebagaimana dimandatkan putusan MK. Bukankah itu menunjukkan logika yang bengkok?” kata Kurnia dalam keterangannya, Kamis, 25 Mei 2023.

Kurnia menjelaskan, amar putusan MK menyebut masa jeda waktu 5 tahun harus dilewati mantan terpidana, tanpa pengecualian perhitungan pidana tambahan pencabutan hak politik. Oleh sebab itu, ia mengatakan aturan KPU itu sudah jelas-jelas melanggar putusan MK.

Di sisi lain, ia menduga KPU memang berniat mengakomodir rombongan mantan napi korupsi kembali melenggang di wilayah politik melalui Pemilihan Umum 2024 mendatang.

“Jika dalam waktu dekat KPU tidak mau merevisi ketentuan itu, maka ICW bersama dengan Perludem serta organisasi masyarakat sipil lainnya akan segera mengajukan uji materi PKPU 10/2023 dan PKPU 11/2023 ke Mahkamah Agung,” kata Kurnia.

Sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asy’ari menyatakan telah membaca pertimbangan hakim dalam putusan MK. Menurut dia, jika seseorang dipidana berdasarkan putusan inkrah dan dikenai tambahan berupa pencabutan hak politik, maka pemberlakuan jeda 5 tahun tidak berlaku.

“Karena sudah dibebani sanksi berupa dicabut hak politiknya,” kata Hasyim di Kantor KPU, Rabu, 24 Mei 2023.

IMA DINI SHAFIRA | TIKA AYU

(https://nasional.tempo.co/read/1729665/icw-sebut-ketua-kpu-beri-informasi-sesat-soal-eks-napi-korupsi-bisa-nyaleg)

5. Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI)

     Salah satu pendobrak kasus-kasus besar korupsi di Indonesia adalah MAKI. MAKI didirikan oleh Boyamin Saiman. MAKI sebagai LSM antirasuah sempat menjadi pembicaraan publik ketika menguak kasus tipikor Bank Bali, Djoko Tjandra, yang sempat kabur selama sebelas tahun. Buronan Kejagung RI itu diembuskan oleh kordinator MAKI: Boyamin Saiman. Selain itu, MAKI juga mengungkapkan buronan: Nurhadi Abdurrachman dengan membuat laporan keberadaannya sampai sang buronan itu menjalani proses hukum. Bukan itu saja, MAKI juga pelanggaran etik yang dilakukan Ketua KPK: Firli Bahuri yang gaya hidupnya mewah sehingga menggunakan helikopter untuk keperluan pribadinya (https:// www. cnn indonesia.com/ nasional/ 20200 827065127-12-539728/tentang-maki-dan-boyamin-pendobrak-kasus-kasus-besar).Meskipun laporannya telah masuk ke Dewan Pengawas KPK, sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya. Terakhir, beberapa waktu lalu MAKI menyentil KPK yang hanya fokus pada Operasi Tangkap Tangan (OTT). Sementara Kejagung jauh lebih baik kinerjanya karena telah berhasil mengungkap kasus-kasus besar. Pemberitaan tentang itu bisa disimak pada tulisan di bawah ini. Sangat disayangkan LSM seperti MAKI ini meskipun telah banyak membantu lembaga-lembaga negara dalam memberikan informasi dan masukan yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi sejak dirikannya enam belas tahun lalu sampai saat ini tidak diketahui persis website-nya sehingga informasi lebih jauh tentang MAKI tidak banyak diperoleh. Kita hanya mendapatkan berita-berita tentang MAKI dari berbagai media yang berseliweran, baik di media cetak maupun online. Itupun beritanya selalu berkaitan dengan sepak terjang MAKI dalam menangani kasus-kasus korupsi di negara ini.

MAKI: KPK Hanya Fokus OTT, Kalah Bersaing

dengan Kejagung

 Jonathan Pandapotan

Diperbarui 27 Mar 2023, 06:09 WIB

Liputan6.com, Jakarta – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) prihatin dengan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode saat ini yang belum bisa mengungkap kasus-kasus besar atau “big fish”.

“Ini memang suatu keprihatinan kita, saya berharap perlu didorong, KPK perlu di depanlah,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman seperti dilansir Antara.

Menurut Boyamin, pihaknya sudah meramal sejak 10 tahun yang lalu bahwa kinerja KPK akan kalah dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap kasus-kasus besar tindak pidana korupsi.

“Itu (ramalan) sudah saya sampaikan kepada kedua belah pihak,” ujar Boyamin.

Boyamin berpandangan ketidakmampuan KPK mengungkap kasus-kasus besar seperti yang dilakukan Kejagung karena pola kerja yang dijalankan KPK selama ini.

Ia menjelaskan KPK hanya fokus pada operasi tangkap tangan (OTT) yang menerapkan Pasal 5 tentang suap, Pasal 11 tentang Gratifikasi serta Pasal 12 tentang Penerimaan Hadiah dan Pemerasan.

Dari OTT itu, katanya, KPK melakukan pengembangan kasus jika pengembangan kasus yang dilakukan KPK selalu berasal dari OTT maka akan terbiasa dimudahkan dalam proses hukum.

“Yaitu apa? Dia (KPK) membuat bukti istilahnya gitu, jadi dia mau ‘ngincer’ orang, kalau enggak jadi diberikan uangnya kan enggak jadi ada bukti bahwa terjadi suap, jadi ini sesuatu yang membuat bukti jadi gampang gitu,” katanya.

Menurut Boyamin, pihaknya sudah meramal sejak 10 tahun yang lalu bahwa kinerja KPK akan kalah dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap kasus-kasus besar tindak pidana korupsi.

“Itu (ramalan) sudah saya sampaikan kepada kedua belah pihak,” ujar Boyamin.

Boyamin berpandangan ketidakmampuan KPK mengungkap kasus-kasus besar seperti yang dilakukan Kejagung karena pola kerja yang dijalankan KPK selama ini.

Ia menjelaskan KPK hanya fokus pada operasi tangkap tangan (OTT) yang menerapkan Pasal 5 tentang suap, Pasal 11 tentang Gratifikasi serta Pasal 12 tentang Penerimaan Hadiah dan Pemerasan.

Dari OTT itu, katanya, KPK melakukan pengembangan kasus jika pengembangan kasus yang dilakukan KPK selalu berasal dari OTT maka akan terbiasa dimudahkan dalam proses hukum.

“Yaitu apa? Dia (KPK) membuat bukti istilahnya gitu, jadi dia mau ‘ngincer’ orang, kalau enggak jadi diberikan uangnya kan enggak jadi ada bukti bahwa terjadi suap, jadi ini sesuatu yang membuat bukti jadi gampang gitu,” katanya.

Menurut Boyamin, pihaknya sudah meramal sejak 10 tahun yang lalu bahwa kinerja KPK akan kalah dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap kasus-kasus besar tindak pidana korupsi.

“Itu (ramalan) sudah saya sampaikan kepada kedua belah pihak,” ujar Boyamin.

Boyamin berpandangan ketidakmampuan KPK mengungkap kasus-kasus besar seperti yang dilakukan Kejagung karena pola kerja yang dijalankan KPK selama ini.

Ia menjelaskan KPK hanya fokus pada operasi tangkap tangan (OTT) yang menerapkan Pasal 5 tentang suap, Pasal 11 tentang Gratifikasi serta Pasal 12 tentang Penerimaan Hadiah dan Pemerasan.

Dari OTT itu, katanya, KPK melakukan pengembangan kasus jika pengembangan kasus yang dilakukan KPK selalu berasal dari OTT maka akan terbiasa dimudahkan dalam proses hukum.”Yaitu apa? Dia (KPK) membuat bukti istilahnya gitu, jadi dia mau ‘ngincer’ orang, kalau enggak jadi diberikan uangnya kan enggak jadi ada bukti bahwa terjadi suap, jadi ini sesuatu yang membuat bukti jadi gampang gitu,” katanya.

(https://www.liputan6.com/news/read/5243733/maki-kpk-hanya-fokus-ott-kalah-bersaing-dengan-kejagung)

6. Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat)

     Satu-satunya perguruan tinggi yang memiliki perhatian besar terhadap masalah korupsi adalah Universitas Gadjah Mada (UGM). Memang, di luar UGM ada juga yang berkiprah dalam penanganan masalah-masalah korupsi. Tetapi, suara-suara mereka nyaris tak terdengar. Sementara UGM melalui Pukat-nya banyak mengkaji masalah korupsi. Kajian-kajian yang dilakukan oleh UGM, baik melalui penelitian maupun seminar-seminar yang kerap dilakukan memberikan sumbangsih yang sangat besar bagi lembaga-lembaga negara yang fokus dalam penanganan masalah-masalah korupsi. Sebagai lembaga di bawah FH UGM, Pukat sampai saat ini tetap konsisten memberikan masukan di antaranya tentang analisis keterlibatan banyak menteri yang melakukan korupsi. Untuk mengetahui lebih jauh tentang Pukat UGM, silakan saja diklik website-nya: (https://pukat-korupsi.ugm.ac.id). Diharapkan dengan mengklik website-nya kita akan mendapati informasi yang memperkaya wawasan kita tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi di negara ini.

 Mengapa banyak menteri korupsi? Ini analisis Pukat UGM

Penetapan tersangka Johnny Plate menambah panjang daftar menteri yang terjerat kasus korupsi.

Fatah Hidayat Sidiq

Selasa, 23 Mei 2023 06:29 WIB

Bekas Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G. Plate, menambah daftar panjang pembantu presiden yang terjerat kasus korupsi. Sekretaris Jenderal Partai NasDem ini menjadi menteri kelima pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang menjadi tersangka.

Pada era sebelumnya, setahun kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004-2014, setidaknya 8 menteri menjadi tersangka kasus korupsi. Seperti rezim Jokowi, mayoritas menteri yang tersandung perkara rasuah adalah kader partai politik.

Mengapa banyak menteri menjadi tersangka kasus korupsi? Menurut Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), setidaknya ada tiga faktor yang menjadi penyebabnya.

Pertama, terang peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, adanya peluang. Kesempatan mengorupsi anggaran negara kian terbuka lebar ketika seseorang menjadi penyelenggara negara.

“Hampir tidak ada apa pun yang menghalangi pejabat selevel menteri untuk melakukan tindak pidana korupsi. Karena tidak ada penghalang untuk melakukan perbuatan tersebut, maka seorang menteri bisa melakukan korupsi,” tuturnya saat dihubungi, Senin (22/5) malam.

Zaenur menambahkan, posisi menteri berbeda dengan jabatan lain. Aparatur sipil negara (ASN), misalnya. Seorang abdi negara di sebuah birokrasi akan lebih sulit melakukan korupsi karena ada pengawas internal dan pimpinan yang memantau kinerjanya.

“Menteri itu level jabatan tertinggi di sebuah kementerian. Pengawasan internal justru berada di bawahnya, tidak mampu melakukan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap menteri. Jadi, kalau yang melakukan kejahatan adalah menterinya, tidak bisa dicegah,” paparnya.

Kedua, sedang berada di tampuk kekuasaan dan memiliki kewenangan besar. “Kapan lagi bisa memupuk kekayaan melalui cara yang mudah?” katanya.

“Hampir tidak ada apa pun yang menghalangi pejabat selevel menteri untuk melakukan tindak pidana korupsi. Karena tidak ada penghalang untuk melakukan perbuatan tersebut, maka seorang menteri bisa melakukan korupsi,” tuturnya saat dihubungi, Senin (22/5) malam.

Zaenur menambahkan, posisi menteri berbeda dengan jabatan lain. Aparatur sipil negara (ASN), misalnya. Seorang abdi negara di sebuah birokrasi akan lebih sulit melakukan korupsi karena ada pengawas internal dan pimpinan yang memantau kinerjanya.

“Menteri itu level jabatan tertinggi di sebuah kementerian. Pengawasan internal justru berada di bawahnya, tidak mampu melakukan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap menteri. Jadi, kalau yang melakukan kejahatan adalah menterinya, tidak bisa dicegah,” paparnya.

Kedua, sedang berada di tampuk kekuasaan dan memiliki kewenangan besar. “Kapan lagi bisa memupuk kekayaan melalui cara yang mudah?” katanya.

(https://www.alinea.id/nasional/mengapa-banyak-menteri-korupsi-ini-analisis-pu kat-ugm-b2hQV9M3p)

***

Demikian banyak lembaga negara dan LSM (termasuk Pukat UGM dan perguruan tinggi lainnya) yang peduli menangani pencegahan dan pemberantasan korupsi. Tapi, korupsi tetap saja terjadi. Korupsi diibarakan fenomena gunung es yang menampilkan es yang tidak tampak di bawah air meskipun lebih besar yang ada di permukaannya. Bahkan, korupsi ada kecenderungan menggurita. Buktinya, di masa Orde Baru korupsi cenderung tersentralisasi. Di masa Reformasi justru terdesentralisasi sehingga kita perlu bertanya, “Ada apa dengan negeri ini?”. Negeri yang orang sebut sebagai `kolam susu` karena `tongkat kayu dan batu jadi tanaman` malah rakyatnya banyak yang menderita karena kemiskinan yang melilit hidup mereka. Kemiskinan itu lebih disebabkan banyaknya orang yang menjadi aktor korupsi. Kapankah ini bisa berakhir? Tentang waktu berakhirnya, kita tidak bisa menjawab atau memprediksinya. Namun, yang pasti kondisi ini harus diubah. Harus ada perubahan totalitas terhadap orang-orang yang akan mengelola negeri ini. Kalau tidak, cepat atau lambat, kita akan menuju negara gagal. Kita tidak mau `kan masuk negara yang kita cintai ini masuk ke dalam kubangan negara gagal?

Sumber Gambar :

By subagio

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp chat