Subagio S.Waluyo

… Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri…. (Ar-Raad:11).

Potongan ayat Al-Quran di atas menjadi pemicu dan pemacu bagi umat Islam untuk mengubah nasib dirinya. Bahkan, ayat tersebut juga bisa dijadikan motivasi buat umat-umat lain untuk mengubah nasibnya. Yang jadi masalah masih banyak orang tidak berusaha  melakukan perubahan nasib. Mereka cenderung fatalis. Banyak di antara mereka bersikap menerima nasib yang katanya sudah digariskan Tuhan. Kok, bisa tahu ya kalau nasibnya kurang baik atau buruk karena sudah digariskan Tuhan? Bukankah masalah mati, jodoh, dan nasib (rezeki) hanya Tuhan yang tahu? Atau jangan-jangan ini hanya ungkapan orang-orang yang kalah bersaing dalam mengais rezeki di muka bumi ini? Terlepas dari itu semua, kita jadikan uraian di atas sebagai bahan masukan untuk kita belajar menulis yang diawali dengan kutipan dari Al-Quran atau hadits-hadits Nabi.

***

Sebagai langkah awal, coba kita masukkan potongan ayat itu ke kalimat pertama:

1) Siapapun orangnya, ketika mendengar bunyi ayat Quran `… Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri….` (Ar-Raad:11), pasti tergerak hatinya untuk berusaha mengubah nasib dirinya.

Setelah kalimat pertama dituliskan, kita coba kalimat kedua:

2) Hanya orang yang bebal tidak bisa menerima bunyi ayat tersebut atau yang memang dalam hatinya ada penyakit.

Di kalimat ketiga kita juga bisa menuliskan:

3) Jangankan mendengar bunyi ayat-ayat Quran, mereka juga sudah tidak mempan lagi jika dinasihati.

Sampai di sini kita perlu mengajukan pertanyaan faktor penyebabnya sehingga mereka tidak mempan lagi jika dinasihati. Kita bisa saja menuliskan seperti ini:

4) Ada beberapa alasan yang menyebabkan mereka tidak bisa menerima kebaikan, salah satunya boleh jadi disebabkan oleh kemampuan berpikir logisnya (pendidikan rendah).
5) Atau bisa juga adanya faktor kejiwaan (rasa tinggi hati) yang menyebabkan mereka tidak mau menerima kebaikan.
6) Atau bisa juga disebabkan faktor lain seperti masih adanya penyakit figuritas (siapa yang menyampaikannya).

Kalau sudah diketahui faktor penyebabnya, bagaimana solusinya. Bisa saja kita menulis seperti ini:

7) Berpatokan pada prinsip tidak ada paksaan dalam beragama, sebagai sesama orang yang beragama yang paling penting kita sudah menyampaikan kebaikan.
8) Tentang orang mau menerimanya atau tidak sama sekali, itu bukan urusan kita lagi.

Sebagai tulisan pembuka yang terdiri atas satu paragraf, itu sudah cukup. Langkah berikutnya, kita coba pindahkan kalimat-kalimat yang ditulis miring itu sehingga terwujud sebuah paragraf utuh.

(1) Siapapun orangnya, ketika mendengar bunyi ayat Quran `… Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri….` (Ar-Raad:11), pasti tergerak hatinya untuk berusaha mengubah nasib dirinya. (2) Hanya orang yang bebal tidak bisa menerima bunyi ayat tersebut atau yang memang dalam hatinya ada penyakit. (3) Jangankan mendengar bunyi ayat-ayat Quran, mereka juga sudah tidak mempan lagi jika dinasihati. (4) Ada beberapa alasan yang menyebabkan mereka tidak bisa menerima kebaikan, salah satunya boleh jadi disebabkan oleh kemampuan berpikir logisnya (pendidikan rendah). (5) Atau bisa juga adanya faktor kejiwaan (rasa tinggi hati) yang menyebabkan mereka tidak mau menerima kebaikan. (6) Atau bisa juga disebabkan faktor lain seperti masih adanya penyakit figuritas (siapa yang menyampaikannya). (7) Berpatokan pada prinsip tidak ada paksaan dalam beragama, sebagai sesama orang yang beragama yang paling penting kita sudah menyampaikan kebaikan. (8) Tentang orang mau menerimanya atau tidak sama sekali, itu bukan urusan kita lagi.   

***

`Sebagian dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak berguna` (Al-Hadits).

Hikmah apa yang bisa kita ambil dari potongan hadits di atas? Kita diminta untuk memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien. Selama memanfaatkan waktu, kita melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat. Kegiatan yang bermanfaat di antaranya mengisi waktu-waktu kosong dengan banyak ingat pada Sang Pencipta. Maksudnya, kita isi waktu kita dengan banyak berzikir dan berdoa. Aktivitas itu bisa saja dilakukan ketika kita belajar atau bekerja. Jadi, kita tidak harus mengkhususkan diri berjam-jam hanya melakukan zikir dan doa. Kita bisa berlama-lama berzikir dan berdoa (disertai dengan salat malam tentunya) hanya di waktu sepertiga malam (sekitar Pukul 02.00-03.30 menjelang subuh). Di siang hari kita isi waktu kita dengan bekerja atau belajar. Dengan cara demikian, kita menjadi seorang sufi di malam hari, tapi menjadi pekerja atau penuntut ilmu yang tangguh di siang hari.

Kita tidak perlu berpanjang kalam meneruskan tulisan di atas karena yang mau kita tuju adalah bagaimana caranya memasukkan potongan hadits di atas ke dalam tulisan yang mau kita tulis. Sekarang kita coba saja masukkan hadits tersebut ke awal paragraf. Sebelumnya kita boleh memasukkan dulu sebuah frasa mendengar bunyi hadits di awal kalimat sehingga berbunyi:

1) Mendengar bunyi hadits `Sebagian dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak berguna` (Al-Hadits) kita seperti diperingati agar memanfaatkan waktu dengan baik.

Mendengar bunyi hadits `Sebagian dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak berguna` (Al-Hadits) kita seperti diperingati agar memanfaatkan waktu dengan baik.

2) Tentang memanfaatkan waktu kita jadi ingat substansi yang terdapat dalam Surat Al-Asr.
3) Di surat tersebut ada peringatan bahwa semua manusia dalam kondisi merugi karena telah menyia-nyiakan waktu.

Kita telah menulis tiga kalimat. Karena sudah bicara masalah waktu teruskan saja dengan kalimat ini:

4) Agar kita tidak termasuk orang yang menyia-nyiakan waktu, kita harus mengisi waktu-waktu kita dengan yang bermanfaat.

Jika ditanyakan aktivitas apa saja yang termasuk bermanfaat? Tulis saja:

5) Salah satu aktivitas yang termasuk bermanfaat di antaranya adalah menolong sesama manusia yang memang membutuhkan pertolongan kita.

Pernyataan ini masih bisa dilanjutkan dengan:

6) Dalam hal ini termasuk orang-orang duafa, yaitu orang-orang yang lemah ekonominya dan pendidikannya.
7) Orang-orang yang lemah baik dari sisi ekonomi maupun pendidikannya sangat mengharapkan bantuan kita.

Dalam bentuk apa pertolongannya? Kita jawab:

8) Orang-orang yang lemah baik dari sisi ekonomi maupun pendidikannya sangat mengharapkan bantuan kita.
9) Tapi, ingat, tidak selamanya mereka kita bantu dalam bentuk bantuan kebutuhan pokok karena hal itu dikhawatirkan memuncul kebiasaan meminta-minta.

Kalau begitu apa dong yang bisa dibantu?

10) Selain diberikan bantuan kebutuhan pokok, mereka juga perlu kita berdayakan melalui berbagai pelatihan.
11) Pelatihan buat mereka berkaitan dengan pelatihan di bidang ekonomi. 
12) Bukankah masalah ekonomi merupakan kebutuhan yang paling mendasar buat mereka?

Nah, dengan satu pertanyaan bisa dijawab dengan tiga kalimat panjang sehingga tanpa kita sadari ada dua belas kalimat yang ditulis dalam satu paragraf. Biar lebih jelas lagi, kita pindahkan semua kalimat yang diketik miring itu ke dalam satu paragraf utuh di bawah ini.    

(1) Mendengar bunyi hadits `Sebagian dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak berguna` (Al-Hadits) kita seperti diperingati agar memanfaatkan waktu dengan baik. (2) Tentang memanfaatkan waktu kita jadi ingat substansi yang terdapat dalam Surat Al-Asr. (3) Di surat tersebut ada peringatan bahwa semua manusia dalam kondisi merugi karena telah menyia-nyiakan waktu. (4) Agar kita tidak termasuk orang yang menyia-nyiakan waktu, kita harus mengisi waktu-waktu kita dengan yang bermanfaat. (5) Salah satu aktivitas yang termasuk bermanfaat di antaranya adalah menolong sesama manusia yang memang membutuhkan pertolongan kita. (6) Dalam hal ini termasuk orang-orang duafa, yaitu orang-orang yang lemah ekonominya dan pendidikannya. (7) Orang-orang yang lemah baik dari sisi ekonomi maupun pendidikannya sangat mengharapkan bantuan kita. (8) Bantuan yang kita berikan bisa berupa kebutuhan pokok. (9) Tapi, ingat, tidak selamanya kita membantu mereka dalam bentuk bantuan kebutuhan pokok karena hal itu dikhawatirkan memunculkan kebiasaan buruk, yaitu meminta-minta. (10) Selain diberikan bantuan kebutuhan pokok, mereka juga perlu kita berdayakan melalui berbagai pelatihan. (11) Pelatihan buat mereka berkaitan dengan pelatihan di bidang ekonomi. (12) Bukankah masalah ekonomi merupakan kebutuhan yang paling mendasar buat mereka?  

***

`Maka hendaklah kamu lurus seperti apa yang diperintahkan….`(Hud: 112).

Membaca potongan ayat di atas kita teringat dengan bunyi ayat di As-Shaf:2-3 yang berbunyi:`Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan`. Kedua ayat yang terdapat di Surat As-Shaf relevan substansinya dengan yang terdapat di Surat Hud ayat 112, yaitu memerintahkan orang-orang yang beriman istiqomah atau dalam bahasa populernya komitmen sekaligus konsisten. Dua kata: komitmen dan konsisten yang ingin kita tuliskan dalam satu paragraf. Jadi, kita akan menulis tentang dua kata kunci yang perlu ada pada setiap orang yang mengaku beriman.

Kita mulai tulisan kita dengan memasukkan bunyi ayat di atas: `Maka hendaklah kamu lurus seperti apa yang diperintahkan….` (Hud: 112). Boleh juga kita tulis:

1) Bunyi Surat Hud: 112, `Maka hendaklah kamu lurus seperti apa yang diperintahkan….` tampaknya merupakan isyarat yang ditujukan kepada kita semua agar bersikap konsisten terhadap komitmen yang kita keluarkan.

Mengapa?

2) Dalam kehidupan sehari-hari kita demikian mudah mengeluarkan sebuah komitmen.
3) Tapi, apakah kita konsisten terhadap komitmen yang kita sampaikan?

Bagaimana kenyataannya?

4) Jujur saja, kita cenderung untuk tidak konsisten terhadap komitmen yang telah terlanjur kita sampaikan.
5) Akibatnya, orang kecewa terhadap perilaku kita dan tidak mustahil mereka melabeli kita sebagai pembohong.

Selanjutnya, apa yang terjadi?

6) Kalau sudah dicap seperti itu, ke depannya sulit bagi kita membersihkan nama baik kita.
7) Kita susah untuk membangun kembali kepercayaan orang pada kita.

Kalau begitu, apa yang perlu kita lakukan?

8) Untuk itu, kita harus berhati-hati terhadap setiap komitmen yang kita sampaikan agar tidak terjadi yang tidak kita inginkan.

Sebagai langkah akhir, kita tulis kembali semua yang ditulis miring di atas itu ke dalam sebuah tulisan sehingga terwujud menjadi sebuah paragraf utuh.

(1) Bunyi Surat Hud: 112, `Maka hendaklah kamu lurus seperti apa yang diperintahkan….` tampaknya merupakan isyarat yang ditujukan kepada kita semua agar bersikap konsisten terhadap komitmen yang kita keluarkan. (2) Dalam kehidupan sehari-hari kita demikian mudah mengeluarkan sebuah komitmen. (3) Tapi, apakah kita konsisten terhadap komitmen yang kita sampaikan? (4) Jujur saja, kita cenderung untuk tidak konsisten terhadap komitmen yang telah terlanjur kita sampaikan. (5) Akibatnya, orang kecewa terhadap perilaku kita dan tidak mustahil mereka melabeli kita sebagai pembohong. (6) Kalau sudah dicap seperti itu, ke depannya sulit bagi kita membersihkan nama baik kita. (7) Kita susah untuk membangun kembali kepercayaan orang pada kita. (8) Untuk itu, kita harus berhati-hati terhadap setiap komitmen yang kita sampaikan agar tidak terjadi yang tidak kita inginkan.

***

`Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam` (Al-Hadits).

Ingat bunyi hadits di atas, ingat peribahasa yang mengatakan berjalan pelihara kaki, berbicara pelihara lisan (ucapan). Ada juga yang mengatakan pelihara diksi. Maksudnya, kalau mau berbicara pilih kata yang paling tepat agar orang yang diajak bicara tidak tersinggung. Kalau tidak bisa bicara baik atau tidak bisa memilih kata dengan baik, lebih baik kita diam saja. Kalau masih juga mau bicara, nanti kita berbicaranya cenderung  ngalor-ngidul, tidak karuan. Jangan sampai nanti ada stigma buat kita orang seperti peribahasa yang mengatakan `tong kosong nyaring bunyinya`. Artinya, orang yang banyak bicara menunjukkan orang yang tidak berbobot ucapannya. Bisa juga dikatakan orang yang tidak memiliki intelektual yang memadai.

Menarik juga bunyi hadits di atas kalau kita masukkan di awal kalimat: `Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam`. Demikian bunyi hadits yang berkaitan dengan salah satu karakteristik orang beriman. Jadi, orang beriman itu ketika berbicara harus pandai memilih kata (diksi) supaya lawan bicaranya tidak tersinggung. Kalimat keempat boleh juga diberikan stimulus dengan kalimat tanya, bagaimana caranya? Untuk bisa mewujudkannya, biasakan orang tersebut belajar bicara yang baik. Salah satu di antaranya berpuasa karena dengan berpuasa orang belajar menahan hawa nafsu. Bagaimana kalau sudah berpuasa masih saja tidak bisa menahan ucapan?  Kalau masih saja belum ada perubahan, boleh jadi orang tersebut baru memahami puasa itu sebatas menahan lapar dan haus. Padahal? Puasa itu bukan sekedar menahan lapar dan haus, tapi juga menahan berkata yang tidak baik. Apakah masih ada yang lainnya? Selain itu, orang tersebut juga harus banyak belajar dari pengalaman hidupnya ketika pernah berkata yang tidak baik. Atau dia juga harus belajar dari orang lain akibat tidak bisa berkata baik. Ada yang lebih penting? Dia juga harus mau menerima nasihat dari orang lain manakala pernah melakukan kesalahan yang diakibatkan oleh perkataannya yang tidak baik. Akhirnya, kita pindahkan saja kalimat-kalimat di atas yang diketik miring itu ke dalam sebuah paragraf utuh.

(1) `Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam`. (2) Demikian bunyi hadits yang berkaitan dengan salah satu karakteristik orang beriman. (3) Jadi, orang beriman itu ketika berbicara harus pandai memilih kata (diksi) supaya lawan bicaranya tidak tersinggung. (4) Untuk bisa mewujudkannya, biasakan orang tersebut belajar bicara yang baik. (5) Salah satu di antaranya berpuasa karena dengan berpuasa orang belajar menahan hawa nafsu. (6) Kalau masih saja belum ada perubahan, boleh jadi orang tersebut baru memahami puasa itu sebatas menahan lapar dan haus. (7) Puasa itu bukan sekedar menahan lapar dan haus, tapi juga menahan berkata yang tidak baik. (8)  Selain itu, orang tersebut juga harus banyak belajar dari pengalaman hidupnya ketika pernah berkata yang tidak baik. (9) Atau dia juga harus belajar dari orang lain akibat tidak bisa berkata baik. (10) Dia juga harus mau menerima nasihat dari orang lain manakala pernah melakukan kesalahan yang diakibatkan oleh perkataannya yang tidak baik.

***

Tanpa terasa kita telah menulis sebuah paragraf yang terdiri atas sepuluh kalimat. Nanti dari paragraf tersebut masih mungkin dikembangkan menjadi sebuah wacana. Jadi, untuk bisa menulis sebuah paragraf kita harus fokus pada masalah yang kita bahas. Kita fokus pada berbicara baik atau diam. Kita juga harus konsisten pada komitmen awal bahwa yang mau kita tulis adalah dua hal: berbicara baik atau diam. Dengan cara demikian, pada saat menulis kita seolah-olah dituntun supaya mengarah pada kedua hal tersebut.

By subagio

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *