Subagio S.Waluyo

Mengawali dengan kutipan apakah dibolehkan? Apakah kita akan kena delik kalau mengutip tulisan orang lain? Apakah dengan melakukan copy paste (copas) tulisan orang lain yang kita tempatkan di awal kalimat sebagai pencurian? Mengawali sebuah kutipan entah diambil dari ungkapan seorang tokoh baik tokoh nasional maupun internasional sah-sah saja selama kita mencantumkan sumber tulisannya. Kita tidak akan dituding sebagai plagiator atau tukang copas. Karena mencantumkan sumber tulisan, kita tidak akan kena delik hukum. Kita tidak akan disebut penyerobot tulisan orang lain.

Setelah sebelumnya dibahas mengawali tulisan kata-kata atau frase-frase yang bombastis, kita sekarang mencoba mengawali tulisan dengan mengutip entah pendapat para pakar, para tokoh baik nasional maupun internasional, dan ayat-ayat suci (dalam hal ini Al-Quran dan hadits). Kita juga bisa mengawali tulisan dengan lirik-lirik lagu, puisi, potongan-potongan dari teks cerpen, novel, atau naskah drama. Khusus untuk kutipan yang diambil dari lirik-lirik lagu, puisi, cerpen, novel, atau naskah drama biasanya tidak diletakkan di dalam paragraf. Kutipan-kutipan semacam itu dicantumkan terpisah dari paragraf yang mau ditulis. Maksudnya, kutipan-kutipan tersebut diletakkan di atas paragraf yang mau ditulis. Semua kutipan yang diambil diharapkan bisa menjadi pemancing untuk kita menuliskan sebuah paragraf. Sangat mungkin yang kita tulis dari sebuah paragraf bisa diteruskan menjadi sebuah wacana. Untuk itu, secara berurutan kita akan mencoba menulis paragraf yang dimulai dari mengutip:

  1. ungkapan-ungkapan atau pendapat-pendapat para pakar atau tokoh-tokoh baik nasional maupun internasional;
  2. ayat-ayat suci (Al-Quran) dan hadits Nabi SAW;
  3. lirik-lirik lagu baik lagu-lagu dari penyanyi-penyanyi Indonesia maupun lagu-lagu dari penyanyi-penyanyi barat;
  4. potongan-potongan puisi Indonesia; dan
  5. potongan-potongan cerpen, novel, atau naskah drama.

Diharapkan dengan melakukan pengutipan di awal tulisan memudahkan dan menggairahkan kita untuk menulis.

***

COGITU Ergo Sum `Aku berpikir maka aku ada`

Ungkapan dari bahasa Latin yang disampaikan Rene Descrates, filsuf ternama Prancis, itu dimaksudkan untuk membuktikan bahwa satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah keberadaan manusia itu sendiri. Untuk membuktikannya bisa diperhatikan pada gambar di atas, yaitu orang yang sedang duduk merenung. Orang itu bukan sekedar merenung, tapi juga berpikir. Karena masih bisa berpikir, keberadaannya sebagai manusia masih diakui atau eksistensinya sebagai manusia masih ada. Bukankah itu yang dimaksudkan Rene Descrates lewat ungkapannya yang sampai saat ini masih dikenang oleh setiap ilmuwan?

Untuk memulai sebuah tulisan di awal paragraf ada dua pilihan: apakah kita akan menulis tentang orang yang menyampaikan ungkapan tersebut atau kata-kata yang diungkapkannya? Kalau memilih ungkapannya, kita bisa memulainya dengan:

1) COGITU Ergo Sum `Aku berpikir maka aku ada,` demikian ungkapan yang disampaikan Rene Descrates.

Karena fokus pada kata-kata ungkapannya, kita bisa menuliskan kalimat seperti ini:

2) Dari kata-kata yang diungkapkan Rene Descrates itu kita bisa mengatakan bahwa manusia akan diakui keberadaannya kalau dalam hidupnya banyak berpikir.
3) Artinya, dengan berpikir kita bisa menyelesaikan demikian banyak permasalahan yang dihadapi manusia.

Nah, ternyata tanpa disadari kita sudah menulis tiga kalimat. Kita bisa menulis kalimat berikutnya:

4) Permasalahan yang dihadapi manusia itu setelah dilakukan pengkajian -yang juga disertai dengan proses berpikir-akan melahirkan konsep atau teori.

Tidak cukup sampai di situ, kita juga bisa teruskan ke kalimat berikut (kalimat kelima):

5) Tentu saja konsep atau teori yang dilahirkan itu juga harus diimplementasikan sampai benar-benar menghasilkan sebuah produk.

Kita teruskan ke kalimat keenam:

6) Produk dari hasil implementasi konsep atau teori tersebut diharapkan bisa bermanfaat buat sesama manusia.

Kalau masih dirasakan kurang, kita bisa meneruskan menulis di kalimat ketujuh:

Produk dari hasil implementasi konsep atau teori tersebut diharapkan bisa bermanfaat buat sesama manusia.

7) Produk yang dihasilkan dari aktivitas manusia — sesuai dengan perkembangan zaman — bisa saja suatu saat akan diperbaharui lagi.

Kemudian, kita akhiri tulisan kita di kalimat kedelapan:

8) Boleh jadi sebuah produk yang dinilai baik, di masa berikutnya sudah tidak layak lagi digunakan sehingga perlu dilakukan kajian untuk membuat produk baru lagi.

Dengan demikian, kita sudah menulis sebuah paragraf yang terdiri atas delapan kalimat. Berikut ini kita tuliskan paragraf utuhnya.

(1) COGITU Ergo Sum `Aku berpikir maka aku ada`,demikian ungkapan yang disampaikan Rene Descrates. (2) Dari kata-kata yang diungkapkan Rene Descrates itu kita bisa mengatakan bahwa manusia akan diakui keberadaannya kalau dalam hidupnya banyak berpikir. (3) Artinya, dengan berpikir kita bisa menyelesaikan demikian banyak permasalahan yang dihadapi manusia. (4) Permasalahan yang dihadapi manusia itu setelah dilakukan pengkajian — yang juga disertai dengan proses berpikir — akan melahirkan konsep atau teori. (5) Tentu saja konsep atau teori yang dilahirkan itu juga harus diimplementasikan sampai benar-benar menghasilkan sebuah produk. (6) Produk dari hasil implementasi konsep atau teori tersebut diharapkan bisa bermanfaat buat sesama manusia. (7) Produk yang dihasilkan dari aktivitas manusia — sesuai dengan perkembangan zaman — bisa saja suatu saat akan diperbaharui lagi. (8) Boleh jadi sebuah produk yang dinilai baik, di masa berikutnya sudah tidak layak lagi digunakan sehingga perlu dilakukan kajian untuk membuat produk baru lagi.

***

“Ilmu merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk memperadab dirinya”

(Peter R. Senn dalam Ilmu dalam Perspektif-Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu/Jujun S. Suriasumantri, 1991:110)

Menyimak ungkapan Peter R. Senn kita jadi teringat kalau ilmu itu memiliki kegunaan (aksiologi). Berkaitan dengan itu, ilmu memiliki misi seperti yang diungkapkan Peter R. Senn di atas untuk memperadab dirinya. Dengan kata lain, ilmu berperan dalam membentuk perilaku orang. Konkretnya ilmu paling tidak memiliki peran membentuk moral orang yang mendalaminya. Jadi, jika ada orang yang berilmu tetapi moralnya buruk, ilmu yang didalaminya belum berhasil membentuk perilakunya. Atau orang yang bersangkutan mendalami ilmu lebih berprinsip pada `ilmu untuk ilmu` atau minimal sama seperti orang yang bergelut di bidang seni yang berprinsip `seni untuk seni`. Ungkapan yang lebih populer buat orang seperti ini berprinsip pada `pisahkan ilmu dari nilai-nilai moral atau agama sekalipun`. Dengan demikian, ilmuwan sejenis ini bisa kita katakan ilmuwan sekuler.

Sekarang berdasarkan ungkapan Peter R. Senn itu kita coba menulis kalimat di awal paragraf seperti ini:

1) Peter R. Senn mengungkapkan bahwa ilmu merupakan salah satu hasil usaha manusia untuk memperadab dirinya.

Di kalimat kedua kita menulis:

2) Ungkapannya tentang ilmu memberikan isyarat pada kita agar ilmu yang kita pelajari (dalami) bisa membentuk peradaban atau perilaku kita sebagai ilmuwan.
3) Jadi, Peter R. Senn mengajarkan kita untuk tidak memisahkan ilmu dengan moral karena kalau unsur  moral dipisahkan dari ilmu tidak akan membentuk manusia yang beradab.

Kita sudah menulis tiga kalimat. Kita masih bisa menambahkan lagi kalimat-kalimat berikutnya:

4) Di balik ungkapan yang disampaikan Peter R. Senn ada pesan yang ingin disampaikan, yaitu jangan sampai ilmu yang kita pelajari merusak perilaku kita sebagai manusia sekaligus ilmuwan.

Sampai di sini kita perlu melihat gambar yang ada di atas, yaitu manusia dengan dua wajah: wajah orang yang baik dan wajah orang yang jahat. Melihat gambar ini kita teringat dengan novel yang ditulis Robert Louis Stevenson: Dr. Jekyll and Mr. Hyde. Dari gambar tersebut coba kita tulis seperti ini:

5) Gambar di atas menunjukkan manusia dengan dua wajah berbeda: wajah orang baik, ramah, penuh senyum dan wajah orang yang bengis, penuh angkara murka, atau orang jahat.

Karena sudah menemukan di wajah itu menampakkan wajah orang baik dan orang jahat, kita tulis saja:

6) Wajah tersebut mengingatkan kita dengan novel yang ditulis Robert Louis Stevenson: Dr. Jekyll and Mr. Hyde yang menceritakan petualangan seorang ilmuwan yang memiliki kepribadian ganda.

Nah, di sini kita sudah menulis `…seorang ilmuwan yang berkepribadian ganda`. Kita perlu jelaskan dengan menulis:

7) Maksudnya, di dalam diri Dr. Jekyll ada dua kepribadian yang berbeda, yaitu kepribadian yang menampakkan sisi orang baik dan orang jahat.

Apakah kita akan mengakhirinya? Kalau memang mau mengakhirinya, kita tulis saja:

8) Meskipun hanya sebuah kisah fiktif, dari novel tersebut kita perlu belajar menghindari dampak yang dimunculkan akibat menyepelekan unsur moral dalam mendalami ilmu pengetahuan.
9) Salah satu dampak yang perlu dihindari adalah munculnya dua kepribadian ganda pada diri seorang ilmuwan.

Berikut ini coba kita tulis secara utuh kalimat-kalimat bernomor yang sudah ditulis di atas sehingga membentuk sebuah paragraf yang utuh.

(1) Peter R. Senn mengungkapkan bahwa ilmu merupakan salah satu hasil usaha manusia untuk memperadab dirinya. (2) Ungkapannya tentang ilmu memberikan isyarat pada kita agar ilmu yang kita pelajari (dalami) bisa membentuk peradaban atau perilaku kita sebagai ilmuwan. (3) Jadi, Peter R. Senn mengajarkan kita untuk tidak memisahkan ilmu dengan moral karena kalau unsur  moral dipisahkan dari ilmu tidak akan membentuk manusia yang beradab. (4) Di balik ungkapan yang disampaikan Peter R. Senn ada pesan yang ingin disampaikan, yaitu jangan sampai ilmu yang kita pelajari merusak perilaku kita sebagai manusia sekaligus ilmuwan. (5) Gambar di atas menunjukkan manusia dengan dua wajah berbeda: wajah orang baik, ramah, penuh senyum dan wajah orang yang bengis, penuh angkara murka, atau orang jahat. (6) Wajah tersebut mengingatkan kita dengan novel yang ditulis Robert Louis Stevenson: Dr. Jekyll and Mr. Hyde yang menceritakan petualangan seorang ilmuwan yang memiliki kepribadian ganda. (7) Maksudnya, di dalam diri Dr. Jekyll ada dua kepribadian yang berbeda, yaitu kepribadian yang menampakkan sisi orang baik dan orang jahat. (8) Meskipun hanya sebuah kisah fiktif, dari novel tersebut kita perlu belajar menghindari dampak yang dimunculkan akibat menyepelekan unsur moral mendalami ilmu pengetahuan. (9) Salah satu dampak yang perlu dihindari adalah munculnya dua kepribadian ganda pada diri seorang ilmuwan.

 ***

Politik adalah cara merampok dunia. Politik adalah cara menggulingkan kekuasaan, untuk menikmati giliran berkuasa.

-W.S. Rendra

Pada tulisan terdahulu  (“6. Awali dengan yang Memikat”) ada ungkapan W.S. Rendra yang bisa dijadikan awal tulisan. Ungkapan tersebut seperti tercantum di atas:

1) Politik adalah cara merampok dunia.
2) Politik adalah cara menggulingkan kekuasaan,untuk menikmati giliran berkuasa.

Kalau kalimat-kalimat tersebut dimasukkan ke dalam paragraf yang mau kita tulis, kita sudah menuliskan dua kalimat—walaupun sebenarnya kita mengutip dari bahan orang lain—yang bisa diteruskan ke kalimat berikutnya:

3) Ungkapan itu dalam dunia politik saat ini memang menjadi sebuah kenyataan, bukan?

Terus kita tambahkan:

4) Coba saja kita lihat di dunia perpolitikan di negara ini  saat ini bukankah praktek-praktek kotor dalam berpolitik sudah benar-benar dilakukan?

Boleh juga kita menulis lanjutannya:

5) Permainan kotor itu bukan saja terjadi di masa Orde Baru di masa memasuki Reformasi yang kata orang lebih baik daripada rezim terdahulu ternyata sama saja.
6) Bahkan, permainan politik saat ini bisa dikatakan gila-gilaan.

Walaupun awalnya kita mengutip dua kalimat, ternyata kita masih bisa menambahkannya sebanyak empat kalimat. Kita pun masih bisa meneruskan kalimat terakhir itu dengan:

7) Buktinya, secara terang-terangan aktor-aktor politik di panggung politik melakukan praktek-praktek politik uang.

Juga bisa diteruskan dengan:

8) Mereka yang semula tersingkirkan di panggung politik karena kalah dalam pertarungan yang penuh dengan kekotoran pada akhirnya bisa direkrut oleh rezim yang berkuasa.

Kita pun bisa mengakhiri paragraf tersebut dengan kalimat:

9) Dengan demikian, sebutan oligarki yang pernah muncul di masa Orde Baru tampaknya muncul kembali di masa Reformasi sehingga yang dikatakan W.S. Rendra`Politik adalah cara menggulingkan kekuasaan, untuk menikmati giliran berkuasa` ada benarnya.

Sekarang kita salin kembali yang sudah kita tulis di atas ke dalam satu paragraf utuh berikut ini.

(1) Politik adalah cara merampok dunia. (2) Politik adalah cara menggulingkan kekuasaan, untuk menikmati giliran berkuasa. (3) Ungkapan itu dalam dunia politik saat ini memang menjadi sebuah kenyataan, bukan? (4) Coba saja kita lihat di dunia perpolitikan di negara ini  saat ini bukankah praktek-praktek kotor dalam berpolitik sudah benar-benar dilakukan? (5) Permainan kotor itu bukan saja terjadi di masa Orde Baru di masa memasuki Reformasi yang kata orang lebih baik daripada rezim terdahulu ternyata sama saja. (6) Bahkan, permainan politik saat ini bisa dikatakan gila-gilaan.(7) Buktinya, secara terang-terangan aktor-aktor politik di panggung politik melakukan praktek-praktek politik uang. (8) Mereka yang semula tersingkirkan di panggung politik karena kalah dalam pertarungan yang penuh dengan kekotoran pada akhirnya bisa direkrut oleh rezim yang berkuasa. (9) Dengan demikian, sebutan oligarki yang pernah muncul di masa Orde Baru tampaknya muncul kembali di masa Reformasi sehingga yang dikatakan W.S. Rendra`Politik adalah cara menggulingkan kekuasaan, untuk menikmati giliran berkuasa` ada benarnya.

***

Makin redup idealisme dan heroisme pemuda, makin banyak korupsi.

Soe Hok Gie

Komentar apa yang perlu kita ucapkan kalau Soe Hok Gie menyampaikan `Makin redup idealisme dan heroisme pemuda, makin banyak korupsi`? Kita akan mengatakan yang disampaikan Soe Hok Gie ada benarnya. Coba kita renungkan apa jadinya kalau di kalangan sebagian pemuda yang makin redup idealisme dan heroismenya? Kita akan menemukan banyak perilaku buruk yang muncul di kalangan pemuda. Salah satu perilaku buruk di antaranya tindakan melawan hukum. Salah satu tindakan melawan hukum adalah perilaku-perilaku yang mengarah pada korupsi. Namun, di sini perlu kita batasi bentuk korupsi apa yang dilakukan pemuda yang telah redup idealisme dan heroismenya? Sebut saja kasus-kasus yang dilakukan sebagian pemuda kita di antaranya suap-menyuap, pemerasan, perbuatan curang, dan pemberian gratifikasi. Sudah banyak diketahui perilaku-perilaku buruk yang mengarah tindak pidana korupsi dilakukan sebagian pemuda kita. Kalau tidak percaya, silakan saja dicari di google yang secara khusus membahas perilaku buruk sebagian pemuda kita yang mengarah pada tindakan korupsi!

Setelah secara panjang lebar membahas perilaku buruk sebagian pemuda kita yang berkaitan dengan korupsi, kita akan mencoba menulis satu paragraf yang kita mulai dengan mengutip ungkapan yang disampaikan Soe Hok Gie. Kita bisa menulis:

1) Soe Hok Gie mengungkapkan, `Makin redup idealisme dan heroisme pemuda, makin banyak korupsi`.

Terus kita tulis lagi:

2) Ungkapan Soe Hok Gie tentang itu tidak berlebihan.
3) Buktinya, kita bisa menyaksikan pemuda-pemuda yang masih punya idealisme dan jiwa heroisme pantang melakukan tindakan yang menyimpang.
4) Maksudnya, mereka pantang melakukan tindakan yang melawan hukum.

Ternyata, ketika diminta meneruskan kalimatnya kita bisa menulis tiga kalimat di atas. Kalau begitu, kita teruskan dengan:

5) Dalam hal ini termasuk tindakan yang melawan hukum adalah seperti yang dikatakan Soe Hok Gie di atas `… makin banyak korupsi`.

Kemudian kita juga perlu menulis:

6) Agar perilaku positif yang mereka miliki tetap terjaga, kita selaku pendidik perlu memberikan contoh teladan di hadapan mereka. 
7) Selain itu, kita terus menjalin hubungan baik dengan mereka.

Akhirnya, kita perlu juga menyampaikan:

8) Bahkan, kita siap melakukan pendampingan karena orang-orang muda memiliki jiwa yang rentan, jiwa yang mudah berubah.

9) Dengan cara demikian kita akan menjaga pemuda-pemuda yang masih memiliki idealisme dan heroisme dari penyakit sosial: korupsi.

Sebagai penutup, tiba saatnya kita tuangkan kalimat-kalimat yang bernomor di atas itu menjadi sebuah paragraf.

(1)  Soe Hok Gie mengungkapkan, `Makin redup idealisme dan heroisme pemuda, makin banyak korupsi`. (2) Ungkapan Soe Hok Gie tentang itu tidak berlebihan. (3) Buktinya, kita bisa menyaksikan pemuda-pemuda yang masih punya idealisme dan jiwa heroisme pantang melakukan tindakan yang menyimpang. (4) Maksudnya, mereka pantang melakukan tindakan yang melawan hukum. (5) Dalam hal ini termasuk tindakan yang melawan hukum adalah seperti yang dikatakan Soe Hok Gie di atas `… makin banyak korupsi`. (6) Agar perilaku positif yang mereka miliki tetap terjaga, kita selaku pendidik perlu memberikan contoh teladan di hadapan mereka. (7) Selain itu, kita terus menjalin hubungan baik dengan mereka. (8) Bahkan, kita siap melakukan pendampingan karena orang-orang muda memiliki jiwa yang rentan, jiwa yang mudah berubah. (9) Dengan cara demikian kita akan menjaga pemuda-pemuda yang masih memiliki idealisme dan heroisme dari penyakit sosial: korupsi.

***

Menulis paragraf yang dimulai dengan sebuah ungkapan ternyata mudah. Kita cukup memasukkan ungkapan yang disampaikannya. Kemudian, kita coba meneruskannya dengan kalimat kita sendiri. Untuk menulis kalimat-kalimat berikutnya bisa kita gunakan konjungsi antarkalimat. Bisa juga kita gunakan kata/frasa kunci yang terdapat di kalimat sebelumnya. Kalau setiap kalimat sudah saling merekat (karena penggunaan konjungsi yang tepat), kita akan dapati sebuah paragraf yang utuh. Paragraf yang utuh ditandai dengan adanya kesatuan dan kepaduan yang menjadi syarat utama sebuah paragraf. Kita juga menemui sebuah tulisan yang benar-benar mengalir yang membuat pembacanya berhasrat menuntaskan bacaannya.

By subagio

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *