Subagio S. Waluyo
Seorang pemuda duduk dalam ruang kaca tertutup sambil merapatkan kedua kakinya dengan kedua lengannya. Boleh jadi pandangannya kosong ke depan entah apa yang dilihatnya. Pemuda `brewok` dalam ruang kaca tertutup dengan pandangan kosong seperti orang frustrasi. Dia gambaran orang yang tidak berdaya. Gambaran orang yang (mungkin) menyesalkan karena merasa beban hidupnya demikian berat? Kalau ruang kaca itu menyimbolkan ruang yang terkungkung, berarti dia hidup dalam keterkungkungan yang sulit untuk melepaskan diri dari kungkungannya. Dia terpenjara oleh namanya kehidupan yang demikian sulit. Kesulitan hidup itu boleh jadi disebabkan oleh entah gaya hidupnya yang cenderung konsumtif, hedonis, dan serba instan sehingga pada suatu saat ketika keinginannya tidak terpenuhi, dia hanya bisa duduk dengan merapatkan kedua kakinya dengan kedua lengannya disertai dengan pandangannya yang kosong.
Tipe pemuda `brewok` di atas adalah tipe pemuda `masa depan suram` (madesu). Sah-sah saja kalau juga disebut tipe pemuda `makan enak ogah kerja` alias `meok`. Kalau dulu pernah belajar, baik di sekolah maupun di perguruan tinggi, dia cenderung melakukan kebiasaan `copy paste` atau `copas` (bisa saja disebut `mencotek,
`menjiplak`). Kebiasaan-kebiasaan buruk itu berakibat pada keterkungkungan dia di sebuah tempat yang membuat dia teralienasi. Jelas, itu merupakan gambaran yang buruk. Gambaran yang tidak layak dijadikan contoh buat kita. Agar terhindar dari perilaku seperti itu, kita harus melawan gaya hidup konsumtif. Termasuk ke dalamnya kita juga harus menyingkirkan gaya hidup hedonis. Kalau perlu, kita juga menyingkirkan kebiasan `copas`. Kita harus menjadi orang yang siap bekerja keras dan memiliki kemandirian. Dua hal itu, kerja keras dan kemandirian, harus kita camkan dan terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Diharapkan dengan kerja keras dan kemandirian kita terhindar dari tipikor yang bisa merugikan bukan saja negara, tapi juga bangsa ini. Berikut ini bisa kita simak hal-hal yang berkaitan dengan kerja keras dan kemandirian.
Kerja Keras
……………………………………………………………………………………………………
Kerja yang terbaik adalah kerja yang melibatkan Sang Pencipta Alam Semesta yang telah memberikan kita kerja, dan untuk siapa kita sesungguhnya bekerja. Ikhlaskan batasan kemampuan tubuh, pikiran dan jiwa, jadilah tangan-Nya di dunia, dan serahkan semua hasil hanya pada-Nya. Saat Sang Pencipta bekerja, tak ada lagi batasan dari yang bisa Ia hasilkan, antara lain melalui kerja kita. Orang bilang “the sky is the limit” – langitlah yang menjadi batas. Tapi dengan-Nya di sisi kita, bahkan langit pun bukan batasan. Banyak orang melakukan sebuah aktivitas kerja hanya kerja. Berharap dengan kerja keras yang dilakukan bisa menghasilkan sesuatu yang besar. Nyatanya tidak seperti itu, kerja hanya sekedar kerja bukan menjadi hal yang bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa jikalau tidak didukung dengan cara yang cerdas dan hati yang ikhlas. Sebelum mengenal beberapa cara kerja setiap orang. Sebaiknya kita bisa memperkirakan pada diri sendiri bahwa Anda dalam melakukan aktivitas hanya mengandalkan kerja keras atau hanya sudah naik tingkat di level berikutnya yaitu dengan pola yang cerdas dan hati yang ikhlas. ……………………………………………………………………………………………………… |
Masa depan adalah hasil kerja keras. Masa depan sesuatu yang tidak kita ketahui karena semuanya masih tanda tanya. Boleh juga dikatakan masih samar-samar. Masa depan dikatakan samar-samar karena manusia itu serba terbatas kemampuannya. Keterbatasan itu tidak boleh menjadikan kita menjadi manusia yang pasrah terhadap nasib atau fatalis. Kita harus kerja keras untuk menerobos yang masih samar-samar. Kerja keras di sini mencakup kerja fisik, kerja otak, dan kerja ruh/rohani/jiwa. Karena kita berupaya menyeimbangkan ketiga faktor itu (kerja fisik, otak, dan rohani), muncullah sebuah aktivitas yang bermanfaat bagi sesama manusia.
Hasil perpaduan ketiga faktor di atas akan menghasilkan aktivitas yang memiliki nilai tambah. Jika demikian, apakah ada aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah (nilai kurang)? Ada, yaitu aktivitas yang hanya bermodalkan fisik dan otak. Kerja yang hanya bermodalkan dua faktor tersebut menghasilkan sebuah aktivitas yang tidak ada unsur/kurang unsur positifnya. Ini yang disebut sebagai aktivitas yang memiliki nilai kurang (boleh juga negatif). Katakanlah ada sebuah seni kreatif yang kata sebagian orang ahli seni memiliki nilai luar biasa. Tetapi, ada kevulgaran yang memberi efek negatif dari sisi etika/moral, jelas aktivitas seperti ini termasuk kreaativas yang nilainya minus. Meskipun Di bidang sains dan teknologi (sainstek), dengan ditemukannya nuklir bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan sesama manusia, yaitu bisa digunakan di dunia kesehatan, industri tekstil, atau pertanian/perkebunan, karena sainstek itu netral, bisa saja digunakan untuk membuat alat pembunuh massal sesama manusia, seperti yang terjadi di Hiroshima dan Nagasaki ketika kedua kota di Jepang itu dibombardir Amerika di Perang Dunia II.
***
Sebagai makhluk sosial, manusia pasti menginginkan kehidupan yang penuh dengan kedamaian, kenyamanan, dan keamanan. Untuk mencapai itu semua dibutuhkan kerja-kerja keras. Kerja-kerja keras yang kita lakoni jelas kerja keras yang mengarah ke nilai-nilai positif. Masa depan yang masih samar-samar bagi kita tidak boleh sama sekali menyurutkan niat kita untuk melakukan kerja-kerja keras yang memberikan nilai tambah. Untuk bisa melakukan kerja-kerja keras kita harus memiliki tiga modal utama, yaitu kemauan, kemampuan, dan keterampilan.
Kita tahu bahwa kondisi kekinian negara kita boleh dikatakan acakadul. Apakah dengan kondisi acakadul kita berdiam diri sehingga kita cenderung berat kepala dan berat kaki? Kalau ada orang benar-benar berat kepala dan berat kaki berarti orang tersebut tidak punya kemauan. Orang yang tidak punya kemauan jelas tidak akan bisa melakukan kerja-kerja keras. Jadi, kemauan lebih merupakan landasan utama untuk bisa beraktivitas. Kemauan yang boleh dikatakan menggebu-gebu tanpa disertai kemampuan yang ada juga akhirnya hanya `seperti katak hendak menjadi lembu`. Artinya, orang kecil yang bercita-cita terlalu tinggi, akhirnya binasa oleh karena cita-citanya itu. Kemauan sudah ada. Kemampuan juga tidak kurang-kurangnya. Tetapi, tidak punya keterampilan, orang seperti ini ada kemungkinan ketika dia bekerja akan cenderung lamban. Selain itu, karena lamban, dia akan tertinggal jauh dari orang lain. Dengan demikian, hasil kerjanya pun terbilang tidak/kurang memadai sehingga tidak mustahil sering tidak mencapai target. Seandainya berkarya, hasil karyanya sudah jadul (kadaluwarsa).
Upaya pencegahan tipikor harus dibangun dari tiga faktor di atas. Untuk punya kemauan, orang harus banyak diberi motivasi. Motivasi menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (2003:359) bisa diberikan dalam bentuk motivasi intrinsik (pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu) dan motivasi ekstrinsik (pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu). Dalam prakteknya motivasi ekstrinsik lebih banyak digunakan daripada motivasi intrinsik. Hal itu lebih disebabkan oleh tidak mudahnya menumbuhkan kesadaran dari dalam diri seseorang. Untuk bisa kerja keras seseorang harus lebih mengutamakan motivasi intrinsik daripada motivasi ekstrinsik. Kalau lebih mengutamakan motivasi ekstrinsik, orang tersebut akan selalu meminta kompensasi untuk melakukan aktivitas. Karya-karya besar hasil kerja keras manusia selama ini lebih disebabkan oleh adanya kemauan sendiri dari orang menciptakan karyanya. Karya-karya yang diciptakan atas dasar adanya kompensasi biasanya tidak terlepas dari adanya iming-iming atau boleh juga pesanan. Karya-karya pesanan tidak memiliki nilai lebih karena karya tersebut telah dicampuri oleh keinginan orang yang memberi pekerjaan. Bayangkanlah kalau negara dibangun oleh pemimpin yang lebih mengutamakan motivasi ekstrinsik akan seperti apa pemimpin tersebut dalam menjalankan pemerintahannya? Dia akan memiliki mental `jaim` alias `jaga imej` (pencitraan). Kemana saja dia melakukan aktivitas, dia selalu minta dipublikasikan media massa, baik media cetak maupun online. Media-media massa yang sudah `doyong` ke fulus memang tidak lagi punya idelogi. Ideologinya `kan memang ideologi `wani piro`. Sementara itu, sang pemimpin tidak mustahil dia juga punya mental yang rendah, yaitu mental peminta-minta (pengemis). Untuk memenuhi APBN, karena dari pajak dan beacukai sudah tidak memenuhi target, akhirnya harus meminta bantuan ke negara-negara donor yang berjiwa kapitalis dan liberalis.
***
Setelah memiliki kemauan yang dibangun atas dasar motivasi intrinsik, seseorang yang mau melakukan kerja-kerja keras juga harus memiliki kemampuan (potensi diri). Untuk bisa memiliki potensi diri, seseorang minimal mengenal tujuh potensi diri berikut ini.
- Kenali diri sendiri
- Tentukan tujuan hidup
- Kenali motivasi hidup
- Hilangkan negative thinking
- Jangan mengadili diri sendiri
- Bertanya kepada orang yang terdekat
- Banyak membaca, melihat, dan merasakan
Langkah selanjutnya, kalau sudah mengenal potensi diri, seseorang harus melakukan pengembangan diri. Langkah-langkah penting yang dilakukan dalam pengembangan diri di antaranya sebagaimana terlihat pada butir-butir berikut ini.
- Harus diawali dengan niat
- Harus berpikir positif dalam setiap hal
- Harus memiliki komitmen
- Jangan menganggap remeh orang lain
- Menerima saran, kritik, dan masukan yang membangun dari orang lain
- Konsisten terhadap apa saja yang telah dilakukan
- Meyakini bahwa setiap orang bisa melakukan sesuatu
(http://tipsyoman.blogspot.co.id/2012/12/cara-mengembangkan-potensi-diri.html).
Di luar itu semua, sebagai makhluk yang ber-Tuhan, kita harus meyakini bahwa manusia diciptakan Sang Khalik dengan berbagai kelebihan yang justru tidak dimiliki makhluk-makhluk lain. Salah satu yang diberikan Tuhan, yaitu akal. Dengan akal inilah manusia bisa mengembangkan potensi dirinya kalau memang masih ada keinginan dan kesempatan untuk menggunakannya.
***
Faktor terakhir yang tidak kalah pentingnya dalam melakukan kerja-kerja keras adalah keterampilan. Kita tahu di era globalisasi ini segalanya serba cepat dan terukur. Untuk bisa mengantisipasinya dibutuhkan kerja-kerja terampil. Keterampilan itu sendiri beragam. Kali ini kita konsens pada keterampilan kepemimpinan yang lebih ditujukan pada diri sendiri. Untuk bisa mengembangkan kepemimpinan pada diri sendiri diperlukan sepuluh langkat berikut ini.
- Rendah hati
- Menentukan tujuan
- Berusaha keras untuk mencapai yang terbaik
- Mempertahankan posisi
- Belajar dari kesalahan
- Berpikiran terbuka
- Percaya diri
- Bersedia untuk memberi
- Memenuhi janji
- Mendengarkan
Di samping kesepuluh butir di atas, seseorang yang mau melakukan kerja-kerja keras (termasuk untuk kerja keras seorang pemimpin), harus punya konsentrasi menjadi orang yang baik dengan bersikap jujur pada diri sendiri. Sebagai tambahan, orang tersebut sepanjang hidupnya harus bisa membimbing diri sendiri dengan baik (reni-em.blogspot.com).
***
Dengan melihat uraian di atas, memang tidak mudah melakukan kerja-kerja keras. Sebuah upaya pencegahan tipikor tidak bisa dilakukan secara instan seperti kita ingin makan mi (indomie, supermie) atau makanan cepat saji. Dia perlu proses. Ada yang memang cepat prosesnya, ada juga yang lambat. Baik proses yang cepat maupun lambat semuanya harus berangkat di awal sekali adanya kemauan yang lebih didominasi oleh motivasi intrinsik. Termasuk ke dalam motivasi intrinsik ini seseorang harus menyingkirkan jauh-jauh pola pikir yang semuanya ingin serba instan. Atau orang yang tidak mau berlelah-lelah untuk melakukan aktivitas. Mindset kita yang cenderung untuk, misalnya, melakukan sesuatu dengan serba instan (meminjam istilah yang dipakai Koentjaraningrat dalam Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan:mental menerabas) harus dihilangkan. Seandainya mindset kita masih `doyong` ke mentalitas menerabas, kita jangan berharap akan bisa melakukan kerja-kerja keras atau bahkan membangun aktivitas. Pencegahan tipikor membutuhkan perubahan mindset yang semula ingin segalanya serba instan harus diubah menjadi kerja yang membutuhkan proses, waktu, dan kesabaran. Dengan demikian, pencegahan tipikor di manapun membutuhkan kerja keras bukan membutuhkan `karbit` sehingga menghasilkan kerja-kerja `karbitan` (instan).
***
Kemandirian
Menjadi suatu kebanggaan bagi orang tua saat anaknya dengan kesadaran sendiri mau melakukan kebaikan sendiri. Kemandirian dalam melaksanakan kebaikan tidak serta merta didapat anak. Stimulasi dan latihan yang dilakukan oleh orang dewasa di dekat anak menjadi faktor penting berkembangnya kemampuan ini. Bagaimana melatih kemandirian pada anak? 1) Tumbuhkan rasa percaya diri anak; anak yang percaya diri cenderung lebih membuat kemandirian anak mudah ditumbuhkan. 2) Pahami resiko anak belajar; saat anak belajar akan muncul-muncul resiko yang terkadang bagi orang dewasa tidak menyenangkan. Misalnya resiko rumah berantakan, alat yang rusak, baju yang kotor, waktu yang lebih lama daripada dibantu orang dewasa dan sebagainya. Perilaku belajar tersebut sebenarnya dalam rangka untuk melatih anak mandiri. Sehingga orang tua dituntut untuk bersabar dengan resiko anak belajar ini. 3) Beri kepercayaan; anak yang diberi kepercayaan untuk menyelesaikan tugas akan tumbuh kemauan untuk menyelesaikan tugasnya secara mandiri. 4) Komunikasi terbuka; bangun keterbukaan komunikasi orang tua dengan anak. Sehingga “kemauan” orang tua untuk memandirikan anak lebih mudah dikomunikasikan. 5) Kebiasaan; membiasakan hal yang baik perlu ketelatenan dan keajegan. 6) Disiplin; meskipun anak susah untuk dikenalkan pada keteraturan tapi apabila dibiasakan anak sejak dini maka ia mengenal keteraturan tanpa keterpaksaan. 7) Jangan terus menyuapi; orang tua harus meyakini bahwa anak mampu melakukan sendiri selama anak diberi kepercayaan. (https://tkitinsankamilkaranganyar.home.blog/2019/01/31/melatih-keman-dirian-pada-anak-usia-dini/) |
***
Mengapa dalam kehidupan sehari-hari sering kita temui orang-orang yang punya keengganan mau bekerja keras? Jawabannya, lebih pada tidak adanya kemandirian pada orang-orang seperti itu. Orang yang mandiri tentu saja orang yang mau bekerja keras. Dengan bekerja keras, orang itu bisa menunjukkan pada orang lain bahwa dirinya bukan tipe orang yang ketika mengalami kesulitan sebentar-sebentar minta tolong orang lain. Dia baru mau minta tolong orang lain kalau sudah tidak sanggup lagi melakukannya. Selama masih diberi kekuatan dan kesempatan, dia akan berusaha untuk melakukannya walaupun tidak sedikit tantangan yang harus dia hadapi. Tipe orang seperti ini adalah tipe orang tahan banting. Kalau jadi pengusaha, dia akan memulai benar-benar dari nol. Suatu saat jika mengalami kebangkrutan, dia tidak akan putus asa. Perlahan-lahan dia akan bangkit lagi. Bagi orang seperti ini kegagalan merupakan awal dari sebuah kesuksesan yang akan diraihnya. Mengapa bisa seperti itu? Karena seperti yang terlihat pada gambar di atas, dia sudah terbiasa sejak kecil menghadapi kesulitan. Orang tuanya tidak pernah membiasakan dia melindungi dan memanjakannya. Dengan demikian, terbentuklah dalam dirinya mental yang kuat, mental yang siap untuk menghadapi segala macam kesulitan. Dalam mengarungi kehidupan yang penuh tantangan, orang-orang seperti ini akan siap menghadapinya sehingga sangat layak kalau suatu saat dia memperoleh kemenangan.
Anak-anak yang sejak usia dini dididik oleh kedua orang tuanya untuk mandiri seperti yang terdapat dalam tulisan di atas, dia akan menjadi orang yang cinta kerja (pekerja keras). Tapi, bukan karena saking cintanya pada pekerjaan dia semakin jauh dari kehidupan nyata. Artinya, dia membikin jarak dengan orang-orang sekitarnya dan juga Tuhannya sehingga muncul dalam dirinya sikap egosentris yang berlebihan. Bahkan, ada kecenderungan dalam dirinya sikap individualis. Bukan, bukan itu yang harus terjadi! Meskipun pekerja keras yang cinta dengan pekerjaannya, dia justru menjadi orang yang semakin peduli dengan sesamanya. Selain itu, dia juga semakin dekat dengan Tuhannya. Jadi, ada perpaduan yang indah, di satu sisi dia pekerja keras, di sisi lain dia adalah orang yang dekat dengan Tuhannya, baik pada orang tua dan anggota-anggota keluarga lainnya juga pada orang-orang sekitarnya, dan dia memiliki kepedulian pada sesamanya. Tipe orang seperti itu, apabila diamanahkan memperoleh jabatan tertinggi di instansi tempat dia bekerja, dia akan menjadi orang yang punya tanggung jawab dan kejujuran, sanggup bekerja keras dan punya kemandirian, dan tidak ada keinginan melakukan tipikor karena dia juga orang yang punya kepedulian. Tentu saja dia masih punya iman yang kuat.
Orang yang melakukan tipikor sudah dipastikan orang yang tidak punya etos kerja. Orang tipe ini adalah orang yang juga tidak punya kemandirian. Juga bisa dipastikan orang tipe seperti ini adalah orang-orang yang mau memperoleh sesuatu dengan cara-cara yang jauh dari elegan. Orang-orang tipe ini karena sudah tertanam sejak kecil sebagai anak yang dimanja, anak yang selalu dipenuhi segala kemauannya, anak yang tidak terbiasa menghadapi kesulitan sehingga ketika dewasa dia juga akan terbiasa melakukan cara-cara yang jauh dari elegan, di antaranya muncul mental menerabas. Orang-orang seperti ini yang punya andil menghancurkan semua sisi kehidupan bangsa ini karena bukan hanya korupsi, tapi juga kolusi dan nepotisme. Orang-orang seperti ini yang harus dihadapi oleh kalangan akademis yang memiliki di antaranya nilai-nilai kejujuran, kepedulian, tanggung jawab, keberanian, kerja keras, dan kemandirian (masih ada tiga lagi yang akan dibahas: kedisiplinan, kesederhanaan, dan keadilan).
***
Bangsa ini harus diisi oleh orang-orang muda yang memiliki etos kerja tinggi dan kemandirian. Bangsa ini jangan sampai diisi oleh anak-anak muda yang malas bekerja dan tidak punya kemandirian. Suatu saat ketika anak-anak muda yang terbiasa selalu dilindungi dan dimanjakan orang tuanya itu menghadapi kesulitan hidup (mungkin orang tuanya bangkrut atau masuk penjara karena tipikor atau wafat), dia tidak mustahil akan `kelabakan` menghadapi tantangan kehidupan. Ujung-ujungnya kalau tidak terlibat dalam dunia kriminal (copet, maling, garong, pengedar narkoba, koruptor), dia akan menjadi peminta-minta. Agar tidak terjadi seperti itu, tujuh butir yang terdapat dalam tulisan di atas harus dicoba diterapkan oleh para orang tua.
Sumber Gambar :
- (https://tkitinsankamilkaranganyar.home.blog/2019/01/31/melatih-kemandirian-pada-anak-usia-dini/)
- (https://www.kompasiana.com/rahmatgunawijaya/5cda18ab6db843220a35b963/penyebab-larangan-memberi-sedekah-pengemis-di-jalan)