Subagio S. Waluyo

Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.
Bukan pertukaran pikiran.

Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,
dan bukan ilmu latihan menguraikan.

Dasar keadilan di dalam pergaulan.
serta pengetahuan akan kelakuan manusia,
sebagai kelompok atau sebagai pribadi,
tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.

Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.
Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,
tidak bisa kita hubung-hubungkan.
Kita marah pada diri sendiri.
Kita sebal terhadap masa depan.
Lalu akhirnya,
menikmati masa bodoh dan santai.

Di dalam kegagapan,
kita hanya bisa membeli dan memakai,
tanpa bisa mencipta.
Kita tidak bisa memimpin,
tetapi hanya bisa berkuasa,
persis seperti bapak-bapak kita.

***

Salah satu tuntutan dan juga menjadi tujuan PB adalah pendidikan berkualitas. Dengan melihat pada anak bangsa yang masih banyak hidup di bawah garis  kemiskinan, tampaknya bukan hanya mereka tidak bisa menikmati pendidikan berkualitas, untuk bisa hidup sehat dan sejahtera (sesuai dengan tujuan PB di atas) sangat tidak mungkin. Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan dijamin tidak bisa menikmati pendidikan berkualitas. Paling-paling mereka hanya bisa  menyekolahkan anak sampai tingkat SD. Itupun SD negeri yang gratis. Karena gratis, wajar-wajar saja kalau guru-gurunya ketika mengajar memberikan pengajaran yang juga apa adanya alias asal mengajar. Boleh jadi untuk pelajaran tertentu, karena ada semacam Lembar Kerja Siswa (LKS) yang juga diberikan gratis, guru cukup meminta murid-muridnya mengerjakan tugas sementara sang guru dengan enaknya meninggalkan kelas. Sang guru ternyata nongkrong di kantin sekolah sambil merokok dan ngopi. Apa yang mau dihasilkan dari pola pendidikan seperti ini? Wajar-wajar saja kalau tidak ada pencerdasan buat anak didiknya. Orang tuanya pemulung, misalnya, nanti sang anak akan mengikuti jejak orang tuanya. Nasibnya tidak jauh dari orang tuanya. Memang, ada ditemui orang-orang miskin yang bisa menyekolahkan anak sampai sarjana. Bahkan, ada yang sampai anaknya jadi dokter. Tapi, itu belum jadi fenomena. Itu hanya kasus yang bisa dihitung dengan jari.         

Selain mereka yang tergolong hidup di bawah garis kemiskinan tidak bisa menikmat pendidikan berkualitas, mereka juga tidak mustahil akan terancam kalau sakit mereka tidak bisa berobat di rumah sakit dengan alasan tidak bisa membayar iuran BPJS. Kalau ada kebijakan di kabupaten /kota yang menggratiskan pengobatan buat orang-orang miskin, sebuah kebijakan yang layak diacungkan jempol. Tapi, coba kita telusuri,ada berapa kabupaten/kota yang memiliki kebijakan tersebut? Kebijakan itu hanya bisa dilakukan oleh kabupaten/kota yang potensi daerahnya berlebih. Kalau yang pas-pasan (apalagi minus), jangan diharap. Sebuah kebijakan yang sangat luar biasa kalau ada kabupaten/kota yang minus potensi daerahnya tapi karena pimpinannya sangat peduli dengan orang-orang miskin bisa  menggratiskan orang-orang miskin berobat di rumah sakit. Pimpinan yang berpihak pada orang-orang miskin ini yang patut ditiru. Hanya yang jadi pertanyaan masih adakan pimpinan di negara ini yang seperti itu?   

 

(https://images.app.goo.gl/dcyDivB8Y3JbEZPK9)

Pemimpin yang cerdas yang juga punya kepedulian (karena juga ada pemimpin yang cerdas tapi cuek bebek) akan berupaya melakukan inovasi agar daerah yang dipimpinnya terselamatkan dari kemiskinan. Dia akan berupaya memanfaatkan potensi daerah yang dimilikinya. Di benaknya cuma ada pemikiran cara meningkatkan potensi daerahnya. Dengan adanya peningkatan potensi daerah diharapkan akan terjadi pendapatan daerah. Bukan hanya itu, warganya akan meningkat pendapatannya. Kalau pendapatan sudah meningkat praktis akan terjadi pengurangan jumlah orang miskin. Kalau sudah meningkat pendapatannya dan terselamatkan dari kemiskinan, warganya bisa mengecap pendidikan yang layak. Bahkan, warganya akan hidup sehat karena sudah dipastikan mereka akan bisa membayar iuran BPJS. Syukur-syukur dari peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah daerah bisa menggratiskan biaya pengobatan buat warganya. Berikut ini contoh konkrit Pemerintah Kabupaten Kulon Progo yang menanggung biaya pengobatan bagi warganya yang tergolong benar-benar miskin yang dananya bersumber dari APBD Kabupaten Kulon Progo.

TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO – Proses identifikasi dan validasi belasan ribu warga yang dicoret dari daftar penerima bantuan iuran (PBI) bersumber APBN untuk program BPJS Kesehatan masih terus dilakukan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Pemkab memastikan warga miskinnya itu tetap akan ditanggung biaya pengobatannya.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kulon Progo, Agus Langgeng Basuki mengatakan jika warga yang dicoret itu benar-benar tegolong warga miskin, Pemkab akan menanggung pembiayaannya melalui PBI bersumber APBD Kulon Progo. Kader penanggulangan kemiskinan di bawah DInas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kulon Progo kini masih mengecek kondisi riil para peserta yang dinonaktifkan itu.

(https://jogja.tribunnews.com/2019/08/15/kulon-progo-pastikan-warga-miskin-tetap-ditanggung-biaya-pengobatan)

***

Berkaitan dengan Kabupaten Kulon Progo yang bisa membebaskan warga miskinnya untuk memperoleh pengobatan gratis, sebagaimana telah diuraikan di atas, hal itu tidak terlepas dari peran pimpinan daerahnya atau bupatinya. Adalah Hasto Wardoyo sang bupati yang kerap melakukan berbagai gebrakan (dalam hal ini inovasi) yang membuat warganya layak bersyukur.Beberapa program yang dapat diapresiasi warganya di antaranya adalah Program Bela dan Beli Kulon Progo. Maksudnya, Pemkab Kulon Progo mewajibkan para pegawainya baik dari pegawai Pemkab maupun Kelurahan untuk membeli produk batik yang dihasilkan oleh warganya sendiri. Kalau selama ini warganya kesulitan memasarkan produk batiknya, sejak adanya instruksi Pemkab Kulon Progo praktis semua sekolah dan kantor instansi pemerintah membeli batik `Geblek Renteng` (batik produk industri rumah warga Kulon Progo). Dengan adanya program tersebut para pengusaha batik yang semula mengalami kelesuan, mereka `sumringah` karena ratusan miliar rupiah masuk ke kantongnya.

Bukan hanya batik, para petani pun diuntungkan. Itu dimulai ketika sang bupati mewajibkan para pegawainya dari level tertinggi sampai terbawah untuk membeli beras produk dari petani Kulon Progo. Dengan cara seperti itu industri pertanian mengalami lonjakan pendapatan.  Inovasi sang bupati terus merambah ke air minum. Kabupaten Kulon Progo seperti diketahui memiliki sumber air jernih yang melimpah. Melihat kondisi seperti itu sang bupati membuka perusahaan air produk lokal yang diberi nama `Airku`. Karena produknya melimpah, air kemasan itu diekspor ke luar daerah. Dari produk `Airku` ada peningkatan pendapatan daerah dan juga bisa menyejahterakan masyarakat.

Dari banyaknya daerah-daerah di Indonesia, nama Kabupaten Kulon Progo mungkin tidak akan pernah terlintas di pikiran banyak orang. Sunyi, senyap, jauh dari pemberitaan, membuat daerah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta ini seakan tertutupi sebuah tirai besar yang membuat orang noleh pun tidak. Meskipun demikian, bukan berarti daerah ini tidak memiliki prestasi apa pun yang pantas untuk dibanggakan.

Di bawah pimpinan sang bupati bernama Hasto Wardoyo, Kabupaten Kulon Progo menjadi salah satu daerah yang paling maju dan prestisius di Indonesia. Ya, sang Bupati melakukan banyak sekali gebrakan maut yang mampu membuat masyarakat Kulon Progo bersyukur luar biasa dengan keadaannya yang sekarang. Pujian pun terlontar kepada sang bupati sebagai mastermind dari deretan capaian greget Kabupaten Kulon Progo.

1. Program Bela dan Beli Kulon Progo Bikin Rakyat Sumringah

Sama seperti kebanyakan daerah di DI Yogyakarta lainnya, Kulon Progo juga punya batik khasnya sendiri yang bernama Geblek Renteng. Sayangnya, kiprah batik unik tersebut tak setenar Yogyakarta dan Solo. Hingga akhirnya Hasto pun putar otak, dan akhirnya terciptalah sebuah program ekonomi kerakyatan bernama Bela dan Beli Kulon Progo.

Program ini mewajibkan para pegawai negeri dan siswa di Kulon Progo untuk memakai batik Geblek Renteng pada hari-hari tertentu dalam seminggunya. Alhasil, para pembatik pun seperti ketimpahan rejeki luar biasa. Bahkan mereka mulai kewalahan dalam memenuhi pemesanan. Berkat program ini, ratusan miliar pun mengalir deras ke kantong-kantong pengrajin yang kini jumlahnya sudah mencapai puluhan.

2. Hasto Membuat Petani Kulon Progo Makmur

Bagi sebuah kabupaten, sektor pertanian adalah hal utama yang harus dimajukan. Hasto pun juga tak lupa melakukan hal yang sama di daerahnya. Namun ia punya cara unik yang mungkin jadi insipirasi banyak pemimpin lainnya. Lagi-lagi, ia memanfaatkan rakyat sendiri untuk memasarkan padi-padi petani.

Hasto mewajibkan para PNS yang jumlahnya hampir 8 ribu itu untuk membeli padi produksi petani lokal, 10 kilogram dalam sebulannya. Hasilnya mencengangkan, industri pertanian Kabupaten Kulon Progo pun makin hidup dan terus berkesinambungan. Bahkan Hasto juga mengatur Bulog agar ikut berpartisipasi dalam sistem pertanian rakyat ini. Keren!

3. Sang Bupati Ciptakan Kemasan Air Minum Sendiri

Kabupaten Kulon Progo patut bersyukur karena memiliki kondisi geografis yang unik. Namun karunia ini akan jadi sia-sia kalau tidak ada tangan kreatif yang mengolahnya. Salah satu unggulan Kulon Progo adalah sumber air bersihnya yang melimpah. Dan tanpa basa-basi, Harto pun memanfaatkan hal tersebut dengan mendirikan sebuah perusahaan air minum.

Bernama AirKu (Air Kulon Progo) usaha ini berkembang sangat pesat. Tak hanya mampu menyuplai kebutuhan air warga, Airku juga mulai dipasarkan dalam bentuk kemasan air minum ke daerah sendiri dan sekitar yang lebih luas. Saat ini AirKu mulai melakukan ekspansi besar karena permintaannya yang besar. Program ini pun menyumbang banyak sekali bagi pemerintah daerah.

Dengan adanya langkah-langkah di atas terjadi penurunan jumlah orang miskin. Memang, Kabupaten Kulon Progo merupakan kabupaten yang paling tinggi tingkat kemiskinannya. Data terbaru menyebutkan 17,39% warga Kulon Progo yang tergolong miskin. Angka tersebut memang telah mengalami penurunan sebesar 1% saja. Meskipun demikian, dengan sang bupati yang inovatif tidak mustahil dari tahun ke tahun akan terjadi penurunan jumlah orang miskin di Kabupaten Kulon Progo (https://jogja-politan.harianjogja.com/ read/ 2020/01/14/514/1029457/data-terbaru-ku-lonprogo-masih-jadi-yang -termiskin-di-diy.).

***

Pemkab Kulon Progo melarang keras iklan rokok. Di berbagai tempat ada larangan merokok. Pelarangan iklan rokok yang bagi berbagai daerah bisa  menjadi sumber pemasukan lewat iklan-iklan dan billboard-nya, di Kabupaten Kulon Progo justru ada pelarangan yang tentu berimbas pada pemasukan kas daerah. Sang bupati berpikir lain, justru dengan adanya pelarangan iklan rokok membuat hidup warganya baik secara fisik maupun moral akan lebih sehat. Jadi, sang bupati yang juga seorang dokter ini lebih mengedepankan sisi kesehatan fisik dan moral daripada membiarkan iklan-iklan rokok terpampang di berbagai tempat di daerahnya. Bukankah ini merupakan inovasi yang luar biasa? Sebagai tambahan, sebagaimana telah diuraikan di atas yang berkaitan dengan kesehatan, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo yang peduli dengan kesehatan seluruh warganya, memberikan semacam free of charge sebesar Rp 5 juta per orang pada warganya yang sakit. Dengan demikian, sebuah kabupaten yang tergolong paling besar jumlah orang miskinnya bisa disejahterakan dengan adanya kemudahan berkat inovasi yang dilakukan sang pemimpin daerah. Walaupun di daerah yang dipimpinnya tergolong tinggi jumlah orang miskinnya, karena mereka difasilitasi usahanya dan dimudahkan untuk memperoleh pelayanan kesehatan, warga yang hidupnya miskin banyak tertolong oleh kerja-kerja inovatif sang bupati.         

……………………………………………………………………………………………….

5. Tak Takut Miskin Dengan Anti Rokok

Tak menampik fakta jika deretan perusahaan rokok di negeri ini menyumbang banyak sekali ke kas daerah. Entah lewat iklan-iklan billboard sampai produksi rokoknya sendiri. Sayangnya, hal ini juga berimbas pada moral serta kesehatan masyarakat. Hasto sendiri bukan tipe orang yang suka melakukan apa pun untuk memperkaya daerahnya. Yang diperhatikannya justru aspek yang lebih fundamental tadi yakni moral dan kesehatan.

Alhasil, ketika kita mampir ke Kabupaten Kulon Progo hampir tak ada yang namanya iklan rokok atau semacamnya. Bahkan sudah berkali-kali perusahaan rokok mendatanginya dengan tujuan numpang ngiklan saja. Namun, lagi-lagi sang Bupati menolak ini dengan alasan rokok akan berpengaruh besar kepada moral dan kesehatan masyarakat.

6. Program Kesehatan untuk Rakyat Kecil Tanpa Pandang Bulu

Untuk urusan kesehatan rakyat, Hasto sudah sejak lama memberlakukan program free of charge bagi siapa pun warga yang sakit, dengan nilai mencapai Rp 5 juta rupiah per orang. Program ini berlaku kepada siapa saja tanpa pandang bulu.

Tak hanya bebas biaya, Hasto juga memberikan kebebasan layanan kesehatan tanpa dibedakan menurut kelas. Jadi, rakyat miskin juga bisa diurus di kamar-kamar kelas I dan juga VIP ketika kelas lainnya penuh.

(https://www.boombastis.com/bupati-hebat-kulon-progo/51156)

Bagaimana dengan bidang pendidikan yang juga menjadi masalah sosial di negara kita termasuk yang diambil contoh kasus di sini Kabupaten Kulon Progo? Untuk Kabupaten Kulon Progo warga yang bisa membaca huruf latin laki-laki sebesar 97,34% dan perempuan sebesar 91,53%. Sementara itu, sebesar 37,67 % (laki-laki) dan 36,60% (perempuan) bisa membaca huruf lain (huruf Arab, Jawa, atau lainnya). Dilihat dari sisi umur (5 tahun ke atas) ada 4,14% (laki-laki) dan (8,54%) belum bersekolah. Yang bersekolah SD/sederajat ada 11,36% (laki-laki) dan 9,56% (perempuan). Sebanyak 3,26% (laki-laki) dan 3,77% (perempuan) bersekolah di SMP/ sederajat. Sementara itu, warga yang bersekolah SMA ke atas (perguruan tinggi) sebesar 7,20% (laki-laki) dan 6,01% (perempuan). Selebihnya, sebesar 74,04% (laki-laki) dan 72,12% (perempuan) tidak lagi bersekolah. Tidak bersekolah bukan berarti mereka tidak berpendidikan. Mereka sudah dewasa dan menjadi orang tua. Boleh juga di antara mereka yang sama sekali menganggur meskipun dari segi jumlah sangat sedikit, yaitu hanya sebesar 1,80%  dari jumlah penduduknya (https:// www.medcom. id/ nasi-onal/daerah/ZkerpMAK-69-170-orang-menganggur-di-yogyakarta). Yang masih menjadi masalah di Kabupaten Kulon Progo sampai saat ini adalah masih cukup tingginya anak-anak yang berumur 15 tahun belum memiliki ijazah SD (artinya mereka tidak tamat SD), yaitu 17,24% (laki-laki) dan 24,51% (perempuan). Masalah ini menjadi PR tersendiri bagi Pemkab Kulon Progo.      

***

 (https://images.app.goo.gl/XzoDMQGrTq5EQ36o6)

Setelah faktor kesejahteraan yang menyangkut ekonomi, kesehatan, dan pendidikan yang juga termasuk masalah sosial yang sampai saat ini sulit untuk dituntaskan adalah masalah pengangguran. Kembali pada Pemkab Kulon Progo dengan sang bupati yang inovatif yang telah berhasil melakukan banyak perubahan. Salah satu yang juga patut untuk diapresiasi adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). TPT untuk Kulon Progo terendah di DIY, yaitu sebesar 1,8% dibandingkan dengan tingkat provinsi yang sebesar 3,14%. Itu data yang diperoleh sampai dengan bulan Agustus 2019 (https://www.medcom.id/ nasional/daerah/ ZkerpMAK-69-170-orang-menganggur-di-yogyakarta). Meskipun demikian, secara nasional TPT terendah kalau diambil di tingkat nasional adalah Provinsi Bali sebesar 1,37%. Kenapa bisa Provinsi Bali memperoleh angkat paling rendah TPT-nya? Ada beberapa argumen yang menunjukkan bahwa provinsi ini menjadi yang terbaik dalam TPT terendah. Pertama tentu saja tersedianya lapangan kerja yang cukup dan bersifat permanen. Kedua, di Bali terdapat sekian banyak hotel/penginapan yang merupakan salah satu industri pariwisata yang paling potensial. Ketiga, di Bali juga tidak dikesampingkan sektor pertanian karena kalau suatu saat dunia wisata lesu bisa beraalih ke  pertanian. Selain itu, pertanian juga bisa dijadikan objek wisata. Keempat, sektor informal seperti berbagai kerajinan juga termasuk ke dalamnya dunia fesyen menjadi salah satu produk yang paling banyak diproduk oleh masyarakat Bali. Kelima, masyarakat Bali memiliki motivasi yang besar akan industri kecil dan menengah (IKM). Singkatnya, sekian banyak investasi, aktivitas yang produktif, dan semangat yang besar membuat masyarakat Bali bisa dijamin sedikit sekali yang menganggur.

KOMPAS.com – Bicara soal pekerjaan, ketersediaan lapangan kerja seringkali menjadi pembicaraan utama. Lapangan kerja yang tidak mencukupi kerap disebut sebagai salah satu penyumbang utama jumlah pengangguran yang tinggi. Kendati demikian, Bali mungkin bisa menjadi contoh yang mengagumkan bagi provinsi lain di Tanah Air. Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dirilis akhir 2018 lalu, Provinsi Bali menjadi provinsi dengan angka pengangguran terendah, yaitu 1,37 persen.

Angka tersebut juga kembali diungkap oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, I Putu Astawa. Astawa menyampaikan hal itu ketika menghadiri acara “IKM Go-Digital” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka, di Kuta, Bali beberapa waktu lalu. “Angka pengangguran di Bali terendah, yaitu 1,37 persen. Hampir tidak ada yang menganggur di Bali,” ujar dia.

Nah, lalu apa ‘rahasia’ di balik rendahnya angka pengangguran tersebut? Menurut Astawa, untuk menekan angka pengangguran harus tersedia jumlah lapangan pekerjaan yang cukup dan bersifat permanen. Lapangan pekerjaan tersebut juga harus didukung oleh investasi, dan kegiatan ekspor. Untuk Bali, perhotelan sebagai bagian dari industri pariwisata menjadi salah satu lapangan kerja yang paling banyak. Meski begitu, sektor lainnya juga tetap dijaga. “Pertanian, misalnya, juga tidak boleh ditinggalkan. Kami juga tetap membina pertanian supaya jika suatu saat pariwisata drop mereka pasti larinya ke pertanian,” kata Astawa. Sektor informal memang menjamur di Bali. Jumlahnya mencapai sekitar 8,5 persen dari total masyarakat Bali. Mulai dari kerajinan patung, perak, bambu, busana, anyaman, dan lainnya banyak ditemukan di Pulau Dewata. Bidang fesyen, menurut dia, menjadi salah satu produk yang paling banyak dihasilkan oleh masyarakat Bali.

“Fesyen kan mulai dari perhiasan kepala sampai kaki. Jadi inovasi, diberi sentuhan misalnya seperti tenun lokal Bali,” ucap dia. Ketersediaan lapangan pekerjaan saja sebetulnya tidak cukup untuk menekan angka pengangguran di suatu daerah, tanpa diiringi dengan semangat dari masyarakat itu sendiri. Termasuk dalam menjalankan industri kecil dan menengah. Menurut Astawa, banyak masyarakat Bali antusias dalam menjalankan IKM karena mendapat apresiasi yang bagus dari pasar. “Kalau pasar tidak mengapresiasi ini tidak akan jalan. Jadi yang paling penting bagi kami pasar. Ibaratnya, orang Bali bikin apa aja dia bisa kok (laku),” tutur dia.

(https://lifestyle.kompas.com/read/2019/05/02/110000320/angka-penganggur-an-di-bali-terendah-se-indonesia-apa-rahasianya-?page=all )

Sangat disayangkan masyarakat Indonesia bukan seperti masyarakat Bali (walaupun Bali juga bagian dari Indonesia) yang punya semangat bekerja sehingga tingkat pengangguran di negara ini  masih cukup besar. Dilihat dari pendidikan tertinggi, tingkat pengangguran tertinggi justru terjadi pada masyarakat yang berpendidikan SMK sebesar 11,24%. Yang jadi pertanyaan kenapa tamatan SMK justru paling tinggi tingkat penganggurannya? Bukankah tamatan SMK memiliki keterampilan sesuai dengan bidangnya, misalnya mereka yang dari otomotif pasti tidak asing dengan dunia otomotif dan diharapkan terampil ketika menangani otomotif? Sejajar dengan SMK adalah SMA yang juga tingkat penganggurannya cukup tinggi meskipun di bawah SMK (7,95%). Mereka yang mengantongi ijazah D3 atau S1 juga tidak dijamin tidak menganggur. Buktinya pengangguran dari perguruan tinggi masih tergolong cukup tinggi, seperti D3 (6,02%) dan S1 (5,89%). Coba saja kita bandingkan dengan mereka yang tamatan SMP (4,80%) jauh di bawah tamatan PT (D3 dan S1). Bahkan, mereka yang tamatan SD justru paling rendah tingkat penganggurannya, yaitu sebesar 2,43% (https:// images.app.goo.gl/nMqcbHwqjSGda4wq6). Kesimpulan-nya, semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat tidak menjamin semakin rendah tingkat pengangguran. Justru, mereka yang berpendidikannya semakin tinggi, semakin tinggi juga tingkat penganggurannya. Sesuatu yang ironis kalau di negara yang kita cintai ini banyak pengangguran dari kalangan  yang berintelektual cukup tinggi. Kita namakan pengangguran terdidik.

(https://images.app.goo.gl/8WDrwMJwxmEAY49v7)

By subagio

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *