Subagio S. Waluyo

Menurut Andi Hakim Nasoetion, dalam sebuah ceramahnya di depan layar televisi, sekiranya binatang mempunyai kemampuan nalar, maka bukan harimau Jawa yang sekarang ini akan dilestarikan supaya jangan punah, melainkan manusia Jawa. Usaha pelestarian itu dipimpin oleh Menteri PPLH yang bukan bernama Emil Salim melainkan seekor harimau yang bergelar profesor. “Dengan cakarnya, dengan taringnya, dengan kekuatannya,” demikian kira-kira ilmuwan yang penuh humor ini. Harimau adalah jelas bukan tandingan manusia.  

(Jujun S. Suriasumantri dalam Filsfat Ilmu Sebuah Pengantar Populer)

***

Sampai dengan hari ini, sabtu (18/4), rekor tertinggi jumlah pasien positif terinfeksi virus Korona di dunia adalah Amerika Serikat (AS) yang mencapai 699.706 orang. Setidaknya ada 34.575 orang yang meninggal https://www. cnbcindonesia.com/news/20200418080049-4-152822/covid-19-tembus-224-juta-di-dunia-as-masih-tertinggi). Kenapa AS menjadi pemecah rekor tertinggi? Ada dua jawaban. Pertama, boleh jadi AS sangat jujur dalam penyampaian laporannya. Kedua, warga AS terlampau percaya diri (`pede`) kalau mereka sebagai negara maju tidak akan separah terpapar Covid-19. Sikap `pede` (yang mendekati tinggi hati) ini dilandasi oleh tersedianya rumah sakit-rumah sakit bergengsi dengan sarana dan prasarana paling modern di dunia. Bahkan, tidak cukup sampai di situ, dokter-dokternya terbilang `mumpuni` dalam menangani berbagai macam jenis penyakit. Saking `mumpuninya` dokter ahli bedah yang menderita autisme dan savant saja seperti Shaun Murphi (Alfred Thomas Highmore) dalam Good Doctor bisa membedah pasien yang terkena berbagai penyakit internis https://id.wiki-pedia.org/wiki/The_Good_Doctor).Selain itu, sebagai bangsa besar warga AS menganggap dirinya warga dunia yang paling terdidik masyarakatnya.     

Kebanggaan sebagai bangsa paling terdidik pada saat ini tampaknya perlu dikubur dalam-dalam. Buktinya, Covid-19 tidak melihat korbannya. Bangsa  besar seperti AS yang sudah terlanjur bangga sebagai negara adidaya yang diakui dunia sebagai negara paling maju, nyatanya bertekuk lutut juga menghadapi serangan Covid-19 ini. Memang, kita acungkan jempol atas kejujuran Pemerintah AS dalam membuat laporan perkembangan korban Covid-19 di negara itu. Kita juga layak mengakui kejujuran negara-negara barat dalam penyampaian laporan korban Covid-19. Termasuk dalam hal ini negara-negara Asia seperti Jepang dan Korea Selatan. Tapi, sikap tinggi hati yang diperlihatkan bangsa Amerika yang menganggap enteng kehadiran Covid-19 berakibat fatal. Sikap tinggi hati yang berujung pada sikap keras kepala (degil) hari ini harus berhadapan dengan maut yang datangnya bukan dari peperangan melainkan dari virus yang tak kasat mata. Bangsa besar semacam AS keok dengan virus bernama Korona atau Covid-19.   

***

(https://images.app.goo.gl/Cbi2resXX8sRTjd78)

Keoknya AS menghadapi serangan Covid-19 menunjukkan jangan main-main terhadap virus jenis ini. Sikap meremehkan kehadiran Covid-19 yang berangkat dari sikap tinggi hati bisa berakibat fatal. Buktinya, AS dan negara-negara  maju di Eropa seperti Spanyol, Italia, dan Jerman (kini juga menyusul Inggris) yang di awal-awal terkesan meremehkan sekarang mau tidak mau harus mengakui kehebatan serangan virus ini. Sikap meremehkan juga pernah ditunjukkan oleh beberapa pejabat tinggi di negara ini. Seorang presenter terkenal, Najwa Shihab, sempat melayangkan sindiran pedas terkait para pejabat di negara kita yang menyepelekan wabah Korona. Najwa sempat menyampaikan unek-unek perihal pendemi Covid-19 ini dalam acara Talk Show Live Stream Fest di aplikasi video, Sabtu (4/4/2020).Unek-unek Najwa itu di antaranya tentang keterlambatan pemerintah dalam menangani pendemi Covid-19. Seharusnya, katanya, Indonesia mau belajar dari negara-negara yang terlebih dahulu terkena virus Korona. Padahal minimal di awal-awal tahun ini (Januari-Februari) di belahan dunia lain sudah muncul pendemi Covid-19. Pejabat negara ini telah menyia-nyiakan yang seharusnya bisa digunakan untuk berjaga-jaga. Bahkan, ada kecenderungan mereka mengerecoki orang-orang yang punya kepedulian terhadap kehadiran virus Korona. Ini juga menunjukkan bahwa pemerintah di negara ini lambat dalam mengambil keputusan . Dengan demikian, para pejabat di negara ini telah menyepelekan kehadiran virus Korona yang di negara lain telah memakan korban yang tidak sedikit.  

………………………………………………………………………………………………………

Diberitakan via Grid.ID, Najwa Shihab menyampaikan unek-uneknya perihal pandemi virus corona covid-19 melalui Talk Show Live Stream Fest di aplikasi video, Sabtu (4/4/2020).

Salah satu kegelisahan Najwa Shihab yaitu mencari cara agar Indonesia belajar atasi virus corona dari negara-negara yang telah terlebih dahulu mengalami pandemi ini.

“Gimana kita bisa mendorong negeri ini untuk mau lebih belajar dengan apa yang terjadi di negara-negara lain, pandemi ini dialami di seluruh dunia,” kata Najwa Shihab saat dipantau melalui Talk Show Live Stream Fest di aplikasi video, Sabtu (4/4/2020).

“Seluruh negara sudah melewati fase puncaknya, sebagaian sudah mulai terkendali, di Amerika prosesnya kurang lebih sama kaya kita,” ungkapnya.

Wanita berusia 42 tahun ini memgungkapkan bahwa Indonesia terlambat dalam menindaklanjuti virus corona covid-19 yang sudah terlebih dahulu menyerang negara-negara lain di dunia.

“Jujur reflektif rasanya minimal selama 2 bulan pertama, Januari, Februari, bulan-bulan awal pandemi ini muncul,” ujarnya.

“Kita menyia-nyiakan waktu yang seharusnya bisa kita pakai untuk berjaga-jaga, waktu yang sekarang menjadi amat berharga karena berperang setiap detik melawan ini,” ungkap Najwa Shihab.

Di samping itu, sikap pemerintah yang tidak terbuka dan menyepelekan isu virus corona yang masih bersih di Indonesia, padahal sudah sangat mengkhawatirkan di negara lain.

“2 bulan pertama kita menyia-nyiakan waktu dengan komunikasi publik yang tidak clear,” katanya.

“Dengan sejumlah pejabat yang seolah-olah mengenteng-entengkan virus ini, nanti juga sembuh sendiri, ini cuma flu biasa, lagi-lagi 2 bulan pertama kehilangan banyak waktu,” ungkap Najwa Shihab.

Seharusnya, pemerintah harus cepat mengambil keputusan secepatnya di situasi yang kini tidak terkontrol.

“Poinnya kita harus belajar dari negara-negara lain, berperang melawan virus ini, dan mengambil keputusan dan kebijakan berkaca dari situ,” ungkap Najwa Shihab.

“Saya tau keputusan yang di ambil saat ini itu mengandung reisiko, tapi disitulah bisa dilihat bagaimana keterampilan memimpin itu bisa diuji,” jelas Najwa.

“Bagaimana bisa dilihat bagaimana peka mengambil keputusan di tengah berbagai hal yamg memang mendesak,” lanjutnya.

Kini, Najwa Shihab mengajak masyarakat untuk mengikuti imbauan di rumah saja dan mencari banyak informasi.

Di samping itu, jangan lupa masyarakat untuk saling bantu satu sama lain dan meminta yang tidak bisa untuk jangan merepotkan serta memperkeruh suasana.

“Penting sekarang fase ini untuk kita tidak lagi membuang-buang waktu, karenanya kita yang punya privilage di rumah untuk dapat informasi lebih untuk bisa komunikasi seperti ini penting, mengedukasi diri dan bantu yang kita bisa,” ungkap Najwa Shihab.

“Yang punya uang bantu donasi, tidak punya uang bantu doa, tidak bisa ngapa-ngapain minimal jangan recokin yang lagi ngebantuin orang,” jelasnya.

“Please be kind, let’s help others, kita butuh saling menguatkan,” lanjutnya. (*)

(https://pop.grid.id/read/302091591/layangkan-sindiran-pedas-pada-pejabat-yang-menyepelekan-wabah-corona-najwa-shihab-sebut-pemerintah-indonesia-sia-siakan-waktu-tangani-covid-19-jangan-recokin-kita-bu?page=all

Pejabat-pejabat negara yang mengerecoki kerja kepala daerah yang benar-benar cepat dan tepat dalam menghadapi serangan virus Korona ini setelah melihat semakin hari semakin banyak korban yang berjatuhan, pada akhirnya mulai kooperatif. Sikap pejabat-pejabat negara ini jelas-jelas menunjukkan ketinggian hati sehingga ada kecenderungan meremehkan kerja orang lain. Sikap tinggi hati yang melahirkan sikap meremehkan jelas menunjukkan perilaku keras kepala (degil). Perilaku degil di negara ini bukan hanya ada pada para pejabat di negara ini, masyarakatnya juga sama degilnya. Bukti, masyarakat kita degil coba lihat di sekitar kita, walaupun sudah ada kebijakan yang berkaitan dengan menjaga jarak aman dan menggunakan masker, tetap saja masyarakat kita cuek bebek.Di mana-mana dijumpai orang masih saja kumpul-kumpul, merokok, dan tidak pakai masker. Boleh jadi sikap masyarakat seperti itu disebabkan oleh pemberitaan tentang perkembangan korban virus Covid-19 yang cenderung tidak menakutkan.

Sampai dengan sabtu (18/4-2020) ada 325 kasus baru sehingga berjumlah 6.248 orang. Sementara yang meninggal bertambah 15 orang sehingga jumlah orang yang meninggal karena Covid-19 menjadi 535 orang (https://nasional.kompas.com/read/2020/04/18/15542141/update-kasus -covid-19-di-indonesia-kini-6248-bertambah-325. Mungkin karena mereka berpikir yang meninggal se-Indonesia hanya bertambah 15 orang dianggap kecil. Penambahan orang yang terkena virus Korona juga sedikit cuma 24 orang (itu pun se-Indonesia) terang saja tidak membikin  masyarakat panik. Kita tidak tahu persis jumlah korban yang berjatuhan disebabkan oleh virus Covid-19. Kalau memang pemberitaan itu benar-benar menyesatkan, pemerintah telah melakukan kebohongan publik. Perilaku seperti itu jelas perilaku degil karena meremehkan nyawa orang banyak. Perilaku degil ini menunjukkan sikap tinggi hati pejabat negara kita yang sebenarnya juga  menunjukkan kegagalannya dalam mengelola negara.    

***

Seorang pemimpin yang tinggi hati ketika suatu saat mengambil kebijakan bisa dipastikan kebijakan yang dilahirkan akan menimbulkan masalah. Bisa juga pemimpin jenis ini dengan kasat mata memperlihatkan sisi kelemahannya dalam mengelola negara. Salah satu contoh kebijakan yang dikritisi oleh banyak orang adalah program kartu prakerja yang didanai pemerintah sebesar 20 triliun rupiah. Memang, program ini merupakan wujud janji Jokowi ketika kampanye presiden tahun lalu, tapi di tengah-tengah kondisi negara ini yang saat ini menghadapi pendemi Covid-19 jelas menimbulkan masalah. Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang juga anggota DPR dari Fraksi PKB,  Yaqut Cholil Qoumas, mengatakan kalau   rakyat dan karyawan yang kehilangan pekerjaan saat ini membutuhkan bantuan  bahan makanan, bukan pelatihan kerja online. Kalau sekedar untuk menambah keterampilan kerja secara online orang bisa lewat sarana lain, seperti Youtube. Kenapa negara harus repot-repot menggelontorkan dana begitu besar?

Pemimpin negara ini sepertinya tidak memahami prioritas utama (malah ada kecenderungan menyepelekan) yang dibutuhkan rakyatnya yang saat ini sebagian besar terpaksa tidak bekerja. Masih syukur kalau ada di antara warganya yang masih mendapat gaji walaupun ada sedikit pemotongan. Bagaimana mereka yang setiap hari di jalanan seperti pengemudi ojek online (Ojol) yang sangat mengandalkan masukan dari pengguna jasanya? Atau bagaimana para guru ngaji dan para kyai di pesantren-pesantren yang terpaksa tidak ada masukan selama kebijakan PSBB diberlakukan di daerahnya? Mereka ini menurut Yaqut yang harus lebih diperhatikan ketimbang program kartu prakerja yang menelan biaya yang tidak sedikit itu. Bagaimana pula dengan mereka yang terpaksa di-PHK karena adanya pendemi Covit-19 ini? Semua orang kecil yang masih tercatat sebagai warga negara Indonesia membutuhkan bantuan pangan yang dapat  digunakan dalam rentang waktu 1–2 bulan. Kalau pemerintah masih tetap mempertahankan program kartu prakerja yang dari semula memang sudah kontroversial, justru makin membenarkan dugaan publik tentang adanya konflik kepentingan.      

Jakarta, HanTer – Gerakan Pemuda (GP) Ansor menilai program kartu prakerja dalam bentuk pelatihan online kepada warga yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi virus corona (Covid-19) tak tepat dan efektif. Pelatihan seperti itu dinilai hanya untuk membuang-buang anggaran.

Ketua Umum Pimpinan GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan rakyat, termasuk mereka yang kehilangan pekerjaan, saat ini lebih membutuhkan bantuan langsung untuk mereka bertahan hidup.

“Rakyat dan karyawan yang kehilangan pekerjaan saat ini butuh bantuan untuk hidup, bahan makanan, bukan pelatihan online,” kata pria yang akrab disapa Gus Yaqut dalam keterangan tertulis, Rabu (15/4/2020).

Gus Yaqut menilai anggaran Rp20 triliun yang digelontorkan untuk program kartu prakerja itu cukup besar. Menurutnya, anggaran sebesar itu akan lebih bermanfaat jika diberikan untuk membantu rakyat bertahan hidup selama masa pandemi, seperti bahan-bahan pokok atau uang tunai.

Anggota DPR dari Fraksi PKB itu menyatakan penerima pelatihan dalam program kartu prakerja ini juga rata-rata orang yang telah memiliki keahlian.

“Jadi, yang mendesak dibutuhkan bukan pelatihan atau pembinaan, tapi bantuan yang langsung dirasakan rakyat,” ujarnya.

Gus Yaqut berpendapat anggaran dari program yang merupakan janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu, sebaiknya juga dipakai untuk bantuan guru ngaji dan kiai-kiai di kampung-kampung.

“Mereka itu hanya dapat honor sekadarnya saja. Mereka juga jadi bagian yang terdampak karena imbauan pemerintah untuk di rumah, mereka akhirnya tidak bekerja,” katanya.

Gus Yaqut juga mengkritik keterlibatan Skill Academy by Ruangguru sebagai salah satu mitra pelatihan online. Sebab, salah satu pendiri perusahaan itu Adamas Belva Syah Devara menjabat sebagai staf khusus Presiden Joko Widodo.

Menurutnya, posisi Belva sebagai pendiri Ruangguru sekaligus pembantu Jokowi saat ini rawan memicu tumpang tindih kepentingan.

“Jika pelatihan online tetap dipaksakan, justru makin membenarkan dugaan publik tentang adanya konflik kepentingan,” ujarnya.

 (https://www.harianterbit.com/index.php/read/120744/Kritik-Kartu-Prakerja-Banser-Rakyat-saat-Ini-Butuh-Bantuan-untuk-Hidup-Bukan-Pelatihan-Online&hashtags

Masalah Konflik kepentingan tampaknya masalah yang boleh dikatakan sulit untuk dihindari. Setiap pejabat baik negara maupun daerah yang mengelola negera atau daerah di negeri ini ketika berhadapan dengan pihak swasta (dalam hal ini pengusaha) bisa dipastikan mereka pasti menuruti kemauan sang pengusaha. Mereka sadar kalau yang mau dijadikan sebagai mitra kerjanya adalah pemilik modal. Tapi, karena baik sang penguasa maupun pengusaha masing-masing punya kepentingan mau tidak mau ada yang harus mengalah. Biasanya sang penguasa di negara ini yang mengalah pada kemauan pengusaha. Karena sang pengusaha merasa di atas angin, sang penguasa yang sudah terlanjur mengeluarkan kebijakan yang sudah jelas-jelas menguntungkan pengusaha bergeming untuk membatalkan kebijakan yang sudah digelontorkan. Boleh jadi program kartu kerja yang sudah digelontorkan sulit ditarik kembali karena sudah terlanjur dalam merealisasikan program ini sang penguasa juga melibatkan pihak-pihak lain (termasuk pejabat-pejabat di bawahnya). Di sini sudah bisa dipastikan terjadi konflik kepentingan penguasa, pengusaha, dan pejabat-pejabat di bawahnya yang gampang diintimidasi. Dengan demikian, karena konflik kepentingan juga yang membuat bangsa ini berperilaku degil sehingga tidak aneh jika ada kecenderungan meremehkan masukan baik yang datangnya dari rakyat biasa maupun pejabat di daerahnya.

***

Bangsa yang berperilaku degil jelas menunjukkan bangsa yang diibaratkan seperti (maaf) seekor anjing yang ketika didiamkan sang anjing tetap menjulurkan lidah. Begitu juga ketika diusir, sang anjing juga tetap menjulurkan lidah (Al-A`raf: 176). Perilaku seperti ini juga digambarkan sebagai bangsa degil seperti yang disebutkan dalam Al-Qur`an (Al-Baqarah: 8-16). Gambaran karakteristik bangsa berperilaku degil dalam Surat Al-Baqarah ayat 8-16 disebutkan sebagai bangsa yang sebenarnya punya kelemahan dan kehinaan. Orang yang kuat imannya tentu saja tidak suka `nyinyir`, tidak akan menipu, tidak akan melakukan konspirasi jahat, tidak akan memfitnah, tidak akan melakukan provokasi,dan tidak akan mencaci-maki (Tafsir Fi Zhilalil Qur`an Jilid 1/Sayyid Quthb, hlm. 73). Agar terhindar dari perilaku buruk seperti yang disebutkan di atas di saat-saat kita sedang mengkarantina diri ada kesempatan untuk bertaubat (taubatan nasuha), mengoreksi diri bahwa musibah yang menimpa kita saat ini lebih karena banyaknya kesalahan kita, memperbanyak ibadah kepada Allah SWT, dan memperbanyak bersedekah kepada sesama kita yang saat ini mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya karena terdampak Covid-19. Yang lebih penting lagi, mudah-mudahan saja kita terhindar dari bangsa berperilaku degil, yaitu bangsa yang dipimpin bangsa harimau yang memimpin dengan cakarnya, dengan taringnya, dan dengan kekuatannya. Naudzubillahi min dzaalik.   

By subagio

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *