Subagio S. Waluyo
Bagian terakhir dari “Belajar Menulis Petunjuk/Tips” adalah tips menulis wacana. Untuk tips menulis wacana, alangkah baiknya kalau kita meninjau kembali tulisan-tulisan yang berkaitan dengan seseorang yang mengalami kesulitan ketika mengawali sebuah tulisan. Orang yang mengalami kesulitan ketika mengawali sebuah tulisan sebagaimana pernah disinggung dalam tulisan-tulisan terdahulu bisa dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara yang pernah ditawarkan di antaranya diawali dengan:
- menuliskan definisi;
- mengajukan berbagai pertanyaan;
- menunjukkan sesuatu yang memikat;
- mengutip dari berbagai kutipan;
- dipancing melalui gambar ilustrasi; dan
- menjadikan gambar karikatur sebagai insipirasi.
Keenam cara tersebut bisa kita coba pratekkan dalam tulisan kita kali ini yang membahas tentang tips menulis wacana.
[Uraian di atas bisa dijadikan paragraf pembuka dalam tips menulis wacana.]
***
Bagaimana cara mempraktekkannya? Mudah saja, kita jadikan saja uraian di atas sebagai paragraf pembuka. Setelah itu kita menulis paragraf berikutnya tentang menuliskan definisi. Untuk itu, kita bisa mencuplik tulisan terdahulu yang terdapat “4. Awali dengan Definisi”. Pada tulisan tersebut dijelaskan bahwa untuk tulisan yang dimulai dengan definisi kalau kesulitan mendefinisikan suatu kata atau frasa bisa dicari di kamus (dalam hal ini Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI) atau buku-buku keilmuan yang berkaitan dengan kata atau frasa yang dicari. Langkah berikutnya setelah paragraf pembuka kita tulis adalah mencoba menuliskan tips-tips yang ada diuraian di atas satu persatu berikut ini.
Tips menulis wacana diperuntukkan bagi penulis pemula yang bisa dipastikan mengalami kesulitan untuk menuangkan gagasannya. Ketika ada kesulitan menuangkan gagasan, tidak ada salahnya kita membuat sebuah pancingan memunculkan kata/frasa yang perlu didefinisikan. Kata/frasa yang mau didefinisikan itu perlu dicari di KBBI atau kamus-kamus yang berkaitan dengan salah satu bidang keilmuan yang mau kita tulis. Misalnya, kalau mau menulis tentang `environmentalisme`,kita tidak akan bisa menemukan definisi tersebut di KBBI. Kita baru bisa menemukannya di buku Isme-Isme dari A sampai Z yang ditulis oleh A.Mangunhardjana. Bisa juga kita cara di Wikipedia atau Google Search. Kalau sudah menemukannya, kita salin saja definisinya dan kita teruskan menulis tentang environtalisme itu.
[ Untuk tips pertama ini, yang perlu dipersiapkan semua bahan referensi yang bisa dijadikan rujukan dalam menulis definisi.]
Itu sebagai cara pertama. Cara kedua, kita bisa mengajukan berbagai pertanyaan. Masih berkaitan dengan `environmentalisme`, coba kita ajukan pertanyaan apa itu `environmentalisme`? Kita pasti mencoba mencari definisi kata tersebut. Tapi, coba ajukan pertanyaan siapa yang termasuk dalam komunitas atau golongan `environmentalisme`? Mengapa kita memerlukan komunitas `environmentalisme`? Bagaimana menjadikan `environmentalisme` sebagai cara untuk melestarikan lingkungan? Semua pertanyaan yang kita ajukan itu bisa memancing kita untuk menulis.
[ Dengan mengajukan berbagai pertanyaan mau tidak mau kita termotivasi untuk memberikan jawaban. Jawaban yang dikehendaki tentu saja jawaban yang membuat pembaca bertambah wawasannya.]
Tips ketiga, kita bisa mengutip ungkapan seseorang yang diperkirakan akan mengejutkan pembacanya. Kita bisa mengambil contoh pernyataan WS Rendra tentang politik. Apa katanya? `Politik adalah cara merampok dunia`. Pernyataan ini cenderung sarkasme, kan? Kalau memang benar, kita tinggal coba meneruskan saja dengan memberikan penjelasan. Bila perlu tidak ada salahnya kita tulis ilustrasi tentang para politisi yang syahwat politiknya kuat yang cenderung melalukan berbagai cara untuk merebut kekuasaan atau jabatan. Kita juga bisa menuliskan dampaknya yang akan muncul akibat dari perilaku politisi yang demikian kuat syahwat politiknya.
[ Sah-sah saja orang mengutip pernyataan seseorang yang sangat mungkin bisa memerahkan telinga orang yang membacanya karena dengan cara itu orang akan bebas menuangkan gagasannya asal ketika menyampaikannya masih berpegang pada prinsip kesantunan berbahasa.]
Tips keempat menulis wacana adalah mengutip dari berbagai kutipan. Maksudnya, di awal tulisan kita dibolehkan mengutip dari berbagai sumber entah dari kitab suci, buku-buku ilmiah, novel, cerpen, puisi, bahkan lirik-lirik lagu. Tentu saja jangan lupa kita menyebutkan sumber kutipannya. Sah-sah saja kita mengutip. Tidak ada yang melarang sepanjang kita menyebutkan sumber tulisannya. Sebagai contoh, misalnya, kita mau menulis tentang pelayanan publik. Kita bisa saja memulainya dengan sebuah pertanyaan apa itu pelayanan publik? Untuk memperoleh jawabannya kita coba mencarinya di buku-buku yang secara khusus membahas tentang pelayanan publik. Di buku Manajemen Pelayanan Publik oleh Hayat, 2017:21 disebutkan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayatan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negera dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Jadi, Hayat selaku penulis saja untuk mendefinisikan pelayanan publik masih mengutip dari UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kita pun selaku orang yang menulis tentang pelayanan publik juga tidak ada salahnya mengutip pendapat yang sama. Dengan mengutip pendapat orang, kita dimudahkan menguraikan pendapat orang tentang pelayanan publik, misalnya, dan sekaligus mencoba menjelaskan muatan yang ada pada pendapat tersebut. Dengan cara demikian kita sudah mulai menulis wacana yang salah satu tipnya adalah mengutip dari kutipan.
[ Setiap orang yang belajar menulis sejak dini berupaya menghindari stigma `plagiator` karena stigma itu kalau sudah melekat pada seseorang susah untuk dihilangkan. Agar terhindar dari stigma itu, setiap kutipan yang dicantumkan dalam tulisan jangan lupa dituliskan sumbernya.]
Agar dimudahkan menuangkan gagasan ke dalam tulisan, sebagai tips kelima, kita memulai sebuah tulisan melalui gambar ilustrasi. Gambar ilustrasi di atas, misalnya, bisa ditebak bahwa gambar itu ditujukan pada orang-orang yang mengalami kesulitan menggunakan gawainya. Anak-anak milenial biasa menyebutnya sebagai `gagap teknologi` alias `gaptek`. Gambar ilustrasi itu bisa dijadikan inspirasi untuk menulis tentang, misalnya, mensikapi orang-orang yang gaptek. Untuk memudahkan menuliskannya, kita bisa mengajukan berbagai pertanyaan di seputar apa yang dimaksud dengan mensikapi orang-orang yang gaptek? Siapa saja orang-orang yang dikategorikan gaptek? Mengapa kita harus mensikapi orang-orang yang gaptek? Bagaimana caranya mensikapi orang-orang yang gaptek. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak mustahil kita bisa menulis satu wacana utuh.
[ Dari sebuah gambar ilustrasi kita bisa menulis sebuah wacana. Apakah wacana itu nantinya menjadi sebuah tulisan deskriptif atau eksposisi sangat bergantung pada kehendak penulisnya.]
Tips keenam, terakhir, yang juga tidak kalah menariknya untuk dicoba menulis wacana adalah menjadikan gambar karikatur sebagai insipirasi. Sama halnya dengan gambar ilustrasi, gambar karikatur seperti yang terdapat di “13. Dipancing Pakai Gambar Karikatur” dijelaskan bahwa dalam menulis wacana yang menggunakan gambar karikatur sebagai ilustrasinya dibutuhkan adanya pengamatan yang mendalam. Artinya, kita harus secara teliti mencoba mengamati secara detail, baik kata-kata maupun gambar karikatur itu sendiri sampai kita bisa mengambil sebuah kesimpulan tentang isi gambar karikatur tersebut. Gambar karikatur di atas, misalnya, sangat mudah ditebak isinya, yaitu politik uang di masa kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada). Dari gambar karikatur silakan saja ditulis tentang apa itu politik uang? Siapa yang menjadi pelaku-pelakunya? Kenapa orang melakukan politik uang? Atau boleh juga kenapa dalam pilkada sekalipun masih ada politik uang? Bagaimana cara mengatasi perilaku buruk yang berkaitan dengan politik uang? Satu wacana eksposisi yang ditulis secara utuh sangat mungkin bisa diwujudkan.
[ Gambar karikatur juga tidak kalah menariknya untuk dijadikan inspirasi menulis. Buktinya, gambar karikatur di atas bisa dijadikan inspirasi untuk menulis tentang politik uang.]
Menulis wacana yang diarahkan lewat tips ternyata banyak membantu penulis pemula. Dengan mempraktekkan keenam tips di atas, ternyata kita bisa menerapkannya. Semua itu tentu saja harus dicoba. Tanpa mencobanya, kita tidak akan pernah bisa menulis wacana. Walaupun terasa sulit untuk menuangkan gagasan ke dalam tulisan, kita harus punya tekad kuat untuk belajar menulis. Yang lebih penting lagi, kita harus fokus belajar menulis. Tidak ada waktu terlambat untuk belajar menulis. Menulislah sampai kita tidak bisa lagi menulis.
[ Sebagai tugas terakhir, mari kita masukkan semua yang tertulis di atas ke dalam kotak di bawah ini!]
Bagian terakhir dari “Belajar Menulis Petunjuk/Tips” adalah tips menulis wacana. Untuk tips menulis wacana, alangkah baiknya kalau kita meninjau kembali tulisan-tulisan yang berkaitan dengan seseorang yang mengalami kesulitan ketika mengawali sebuah tulisan. Orang yang mengalami kesulitan ketika mengawali sebuah tulisan sebagaimana pernah disinggung dalam tulisan-tulisan terdahulu bisa dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara yang pernah ditawarkan di antaranya di awali dengan: 1. menuliskan definisi; 2. mengajukan berbagai pertanyaan; 3. menunjukkan sesuatu yang memikat; 4. mencuplik berbagai kutipan; 5. dipancing melalui gambar ilustrasi; dan 6. menjadikan gambar karikatur sebagai insipirasi. Keenam cara tersebut bisa kita coba pratekkan dalam tulisan kita kali ini yang membahas tentang tips menulis wacana. Tips menulis wacana diperuntukkan bagi penulis pemula yang bisa dipastikan mengalami kesulitan untuk menuangkan gagasannya. Ketika ada kesulitan menuangkan gagasan, tidak ada salahnya kita membuat sebuah pancingan memunculkan kata/frasa yang perlu didefinisikan. Kata/frasa yang mau didefinisikan itu perlu dicari di KBBI atau kamus-kamus yang berkaitan dengan salah satu bidang keilmuan yang mau kita tulis. Misalnya, kalau mau menulis tentang `environmentalisme`, kita tidak akan bisa menemukan definisi tersebut di KBBI. Kita baru bisa menemukannya di buku Isme-Isme dari A sampai Z yang ditulis oleh A.Mangunhardjana. Bisa juga kita cara di Wikipedia atau Google Search. Kalau sudah menemukannya, kita salin saja definisinya dan kita teruskan menulis tentang environtalisme itu. Itu sebagai cara pertama. Cara kedua, kita bisa mengajukan berbagai pertanyaan. Masih berkaitan dengan `environmentalisme`, coba kita ajukan pertanyaan apa itu `environmentalisme`? Kita pasti mencoba mencari definisi kata tersebut. Tapi, coba ajukan pertanyaan siapa yang termasuk dalam komunitas atau golongan `environmentalisme`? Mengapa kita memerlukan komunitas `environmentalisme`? Bagaimana menjadikan `environmentalisme` sebagai cara untuk melestarikan lingkungan? Semua pertanyaan yang kita ajukan itu bisa memancing kita untuk menulis. Tips ketiga, kita bisa mengutip ungkapan seseorang yang diperkirakan akan mengejutkan pembacanya. Kita bisa mengambil contoh pernyataan WS Rendra tentang politik. Apa katanya? `Politik adalah cara merampok dunia`. Pernyataan ini cenderung sarkasme, kan? Kalau memang benar, kita tinggal coba meneruskan saja dengan memberikan penjelasan. Bila perlu tidak ada salahnya kita tulis ilustrasi tentang para politisi yang syahwat politiknya kuat yang cenderung melalukan berbagai cara untuk merebut kekuasaan atau jabatan. Kita juga bisa menuliskan dampaknya yang akan muncul akibat dari perilaku politisi yang demikian kuat syahwat politiknya. Tips keempat menulis wacana adalah mengutip dari berbagai kutipan. Maksudnya, di awal tulisan kita dibolehkan mengutip dari berbagai sumber entah dari kitab suci, buku-buku ilmiah, novel, cerpen, puisi, bahkan lirik-lirik lagu. Tentu saja jangan lupa kita menyebutkan sumber kutipannya. Sah-sah saja kita mengutip. Tidak ada yang melarang sepanjang kita menyebutkan sumber tulisannya. Sebagai contoh, misalnya, kita mau menulis tentang pelayanan publik. Kita bisa saja memulainya dengan sebuah pertanyaan apa itu pelayanan publik? Untuk memperoleh jawabannya kita coba mencarinya di buku-buku yang secara khusus membahas tentang pelayanan publik. Di buku Manajemen Pelayanan Publik oleh Hayat, 2017:21 disebutkan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negera dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Jadi, Hayat selaku penulis saja untuk mendefinisikan pelayanan publik masih mengutip dari UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kita pun selaku orang yang menulis tentang pelayanan publik juga tidak ada salahnya mengutip pendapat yang sama. Dengan mengutip pendapat orang, kita dimudahkan menguraikan pendapat orang tentang pelayanan publik, misalnya, dan sekaligus mencoba menjelaskan muatan yang ada pada pendapat tersebut. Dengan cara demikian kita sudah mulai menulis wacana yang salah satu tipnya adalah mengutip dari kutipan. Agar dimudahkan menuangkan gagasan ke dalam tulisan, sebagai tips ke lima, kita memulai sebuah tulisan melalui gambar ilustrasi. Gambar ilustrasi di atas, misalnya, bisa ditebak bahwa gambar itu ditujukan pada orang-orang yang mengalami kesulitan menggunakan gawainya. Anak-anak milenial biasa menyebutnya sebagai `gagap teknologi` alias `gaptek`. Gambar ilustrasi itu bisa dijadikan inspirasi untuk menulis tentang, misalnya, mensikapi orang-orang yang gaptek. Untuk memudahkan menuliskannya, kita bisa mengajukan berbagai pertanyaan di seputar apa yang dimaksud dengan mensikapi orang-orang yang gaptek? Siapa saja orang-orang yang dikategorikan gaptek? Mengapa kita harus mensikapi orang-orang yang gaptek? Bagaimana caranya mensikapi orang-orang yang gaptek. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak mustahil kita bisa menulis satu wacana utuh. Tips keeenam, terakhir, yang juga tidak kalah menariknya untuk dicoba menulis wacana adalah menjadikan gambar karikatur sebagai insipirasi. Sama halnya dengan gambar ilustrasi, gambar karikatur seperti yang terdapat di “13. Dipancing Pakai Gambar Karikatur” dijelaskan bahwa dalam menulis wacana yang menggunakan gambar karikatur sebagai ilustrasinya dibutuhkan adanya pengamatan yang mendalam. Artinya, kita harus secara teliti mencoba mengamati secara detail, baik kata-kata maupun gambar karikatur itu sendiri sampai kita bisa mengambil sebuah kesimpulan tentang isi gambar karikatur tersebut. Gambar karikatur di atas, misalnya, sangat mudah ditebak isinya, yaitu politik uang di masa kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada). Dari gambar karikatur silakan saja ditulis tentang apa itu politik uang? Siapa yang menjadi pelaku-pelakunya? Kenapa orang melakukan politik uang? Atau boleh juga kenapa dalam pilkada sekalipun masih ada politik uang? Bagaimana cara mengatasi perilaku buruk yang berkaitan dengan politik uang? Satu wacana eksposisi yang ditulis secara utuh sangat mungkin bisa diwujudkan. Menulis wacana yang diarahkan lewat tips ternyata banyak membantu penulis pemula. Dengan mempraktekkan keenam tips di atas, ternyata kita bisa menerapkannya. Semua itu tentu saja harus dicoba. Tanpa mencobanya, kita tidak akan pernah bisa menulis wacana. Walaupun terasa sulit untuk menuangkan gagasan ke dalam tulisan, kita harus punya tekad kuat untuk belajar menulis. Yang lebih penting lagi, kita harus fokus belajar menulis. Tidak ada waktu terlambat untuk belajar menulis. Menulislah sampai kita tidak bisa lagi menulis. |
[ Ternyata, demikian mudah ya, menulis sebuah wacana dengan menerapkan tips-tips yang tercantum di atas? Kalau ada yang punya konsep lain di sekitar tips menulis wacana, boleh kita berbagi. Mudah-mudahan kita makin kaya dalam menggunakan berbagai variasi penulisan wacana!]
Sumber Gambar:
- (https://www.pngdownload.id/download/man-writing.html)
- (https://blog.gamatechno.com/5-tips-menghindari-plagiarisme-dalam-menulis/)
- (https://www.laduni.id/post/read/55118/hindari-money-politik-dalam-pesta-demokrasi)