Subagio S. Waluyo
(Dikutip dari Skripsi Dewi Erlinawati: “Penggunaan Disfemia dalam Komentar Para Netizen di Situs Online Kompas.Com pada Rubrik Politik) |
Ketika membaca kutipan di atas, di mana biasanya kita temukan tulisan dengan gaya seperti itu? Kita pasti akan mengatakannya di What`s App (WA). Ya, memang gaya penulisan seperti itu adanya di WA. Rupanya ada juga yang tertarik melakukan penelitian tentang gaya penulisan di WA atau di dunia maya. Adalah Dewi Erlinawati seorang mahasiswa calon sarjana yang tertarik melakukan penelitian tentang “Penggunaan Disfemia dalam Komentar Para Netizen di Situs Kompas.Com pada Rubrik Politik”. Kata `disfemia` menurut Dewi Erlinawati merupakan antonim dari eufemisme: mengubah ungkapan halus menjadi ungkapan kasar dan digunakan untuk mengungkapkan rasa tidak senang. Ungkapan disfemia memang banyak digunakan para netizen ketika berselancar di dunia maya. Ungkapan-ungkapan yang disampaikan netizen tentu saja ungkapan-ungkapan yang menyakitkan hati, menjijikkan, vulgar, tabu, dan tidak senonoh.
***
Sesuai dengan uraian di atas, kali ini kita akan belajar menulis wacana dengan memasukkan tips yang berkaitan tips berselancar di dunia maya. Di atas telah dijelaskan bahwa ketika para netizen berselancar di dunia maya sering menyampaikan ungkapan-ungkapan yang menyakitkan hati, vulgar, tabu, menjijikkan, dan tidak senonoh. Ungkapan-ungkapan yang termasuk dalam disfemia itu jelas-jelas bertujuan menjatuhkan entah lawan bicaranya, orang-orang atau masyarakat yang dianggap berseberangan, atau pihak-pihak tertentu (bisa juga penguasa atau pemerintah) yang dikategorikan sebagai musuh yang layak untuk dideskriditkan atau dinyinyirkan. Perilaku seperti itu jelas merupakan cermin orang-orang yang dengki atau hasad. Perilaku seperti itu tidak bisa dibiarkan. Perilaku seperti itu harus dieliminasi. Meskipun boleh dikatakan sulit dan tidak mungkin mengeliminasinya, minimal kita harus berusaha setidak-tidaknya perilaku seperti itu harus berkurang. Bagaimana caranya? Ini sebuah pertanyaan yang harus dijawab. Sebagai langkah awal menjawab pertanyaan itu adalah kita tulis dulu paragraf pembukanya. Untuk paragraf pembukanya bisa saja kita ambil dari tulisan di atas dengan terlebih dahulu memasukkan contoh-contoh ungkapan yang dikategorikan sebagai disfemia tersebut.
Ketika membaca kutipan di atas, di mana biasanya kita temukan tulisan dengan gaya seperti itu? Kita pasti akan mengatakannya di What`s App (WA). Ya, memang gaya penulisan seperti itu adanya di WA. Rupanya ada juga yang tertarik melakukan penelitian tentang gaya penulisan di WA atau di dunia maya. Adalah Dewi Erlinawati seorang mahasiswa calon sarjana yang tertarik melakukan penelitian tentang “Penggunaan Disfemia dalam Komentar Para Netizen di Situs Kompas.Com pada Rubrik Politik”. Kata `disfemia` menurut Dewi Erlinawati merupakan antonim dari eufemisme: mengubah ungkapan halus menjadi ungkapan kasar dan digunakan untuk mengungkapkan rasa tidak senang. Ungkapan disfemia memang banyak digunakan para netizen ketika berselancar di dunia maya. Ungkapan-ungkapan yang disampaikan netizen tentu saja ungkapan-ungkapan yang menyakitkan hati, menjijikkan, vulgar, tabu, dan tidak senonoh. |
Setelah menuliskan satu paragraf yang kita ambil dari paragraf di atas, langkah selanjutnya kita tuliskan tips berselancar di dunia maya.Tips yang akan kita sampaikan itu merupakan paragraf isi. Sama halnya yang pernah ditulis di “25. Belajar Menulis Petunjuk/Tips (1)”, kita bisa saja memulainya dengan menuliskan butir-butirnya. Butir-butirnya di antaranya adalah:
- cermat dalam membagikan unggahan;
- jangan mudah menyebarkan informasi tidak akurat atau isu sara;
- manfaatkan sisi positif media sosial;
- tetap menjaga etika berbahasa;
- harus bisa menahan emosi;
- mengikuti orang-orang yang inspiratif;
- membangun koneksi.
Ketujuh butir tersebut memang bukan murni dari hasil tulisan kita. Tapi, tidak ada salahnya kita mencoba menguraikan setiap butir tersebut ke dalam tulisan kita. Sebelum menuliskan uraiannya, boleh-boleh saja kita menjadikan uraian yang disampaikan penulis sebagai bahan referensi atau bandingan yang bisa menginspirasi kita untuk menulis. Tentang ketujuh tips tersebut bisa kita lihat dalam tulisan yang terdapat pada tabel berikut ini.
1. Cermat dalam membagikan unggahan
Sebelum memutuskan untuk mengunggah sesuatu, kita harus selalu berhati-hati ketika membagikan suatu postingan. Karena akan ada banyak orang yang melihat unggahan kita, hal tersebut akan menjadi berbahaya apabila Anda mengunggah sembarangan konten. Oleh sebab itu, pikirkan terlebih dahulu sebelum mem-posting sesuatu. Jangan sampai postingan tersebut malah menjadi boomerang bagi kita ataupun orang lain. 2. Jangan mudah menyebarluaskan informasi tidak akurat maupun isu SARA Tidak menyebarkan hoax atau isu SARA juga menjadi salah satu cara menggunakan media sosial dengan bijak. Mengingat saat ini banyak berita hoax maupun isu SARA tersebar di media sosial sehingga tak jarang ada juga orang yang mempercayainya. Ada baiknya Anda telusuri fakta sebelum menyebarkan hal-hal yang tidak dipahami di media sosial. Sebaliknya, saat menerima informasi yang terasa aneh dan janggal, telusuri dulu kebenarannya. Jangan menelan informasi secara bulat-bulat, filter dan telaah. Melihat fenomena tersebut, jangan sampai Anda ikut-ikutan membagikan berita tidak benar di platform social media. Sebab, perilaku itu akan membuat Anda rentan terjerat hukum. 3. Manfaatkan sisi positif media sosial Banyak sisi positif dari media sosial yang bisa kita rasakan, antara lain: menjalin silaturahmi, memamerkan jualan atau dagangan kita, menemukan jejak teman lama dan lainnya. Di sisi lain, kita juga bisa mengubah hal negatif menjadi hal positif, seperti saat kita iri ketika melihat teman yang selalu membagikan kesuksesannya di Instagram. Daripada iri terus-menerus, kita bisa menggunakan hal tersebut sebagai pendorong untuk memperbaiki diri supaya menjadi lebih baik lagi dan bisa mencapai apa yang kita cita-citakan. 4. Tetap menjaga etika berbahasa Walaupun kita sedang berada di media sosial. Pasal undang-undang mengawasi dan jejak digital tidak akan hilang. Oleh sebab itu, tetaplah menjaga kesantunan dalam memberikan komentar. Jangan sampai menyinggung, menyakiti atau membully orang lain. 5. Harus bisa menahan emosi Sebelum nekat memberikan komentar atau mengunggah curahan hati alias curhat. Ada baiknya tahan emosi dan jangan meluapkan emosi di media sosial, atau Anda bisa merugi sebab dapat mempermalukan diri sendiri dan/atau merugikan orang lain. 6. Mengikuti orang-orang yang inspiratif Untuk mencapai kesuksesan hidup, tak ada salahnya Anda mengikuti kisah-kisah orang sukses yang inspiratif di media sosial. Selain dijadikan motivasi, dari mereka kita juga bisa belajar tentang cara membuat rencana yang baik demi meraih apa yang ditargetkan. Kita bisa menggunakan media sosial sebagai platform untuk mengembangkan diri. Misal bagi yang suka berbicara, Anda bisa menjadi content creator seputar public speaking. Jika banyak orang menyukai video Anda, bukan tidak mungkin ini jadi sumber penghasilan Anda, lho! 7. Membangun koneksi Karena ruang lingkup media sosial sangatlah luas bahkan dapat dijangkau ke seluruh dunia, Anda bisa memanfaatkannya untuk membangun relasi sebanyak-banyaknya. Tujuannya adalah menambah wawasan yang baru. Semakin banyak Anda mendapatkan insight dari banyak orang di berbagai negara maka wawasan Anda juga akan semakin luas. Selain itu, akan lebih baik jika Anda juga mencari orang-orang yang bekerja di bidang yang Anda minati supaya bisa bertukar pengetahuan dan pikiran. Penulis: Sri Widyastuti (https://www.fimela.com/lifestyle/read/5049641/7-cara-cerdas-dan-bijak-menggunakan-media-sosial) |
***
Sebagai kalimat pertama di paragraf isi, kita bisa menulis kalimat seperti ini: “Ungkapan-ungkapan yang menyakitkan hati, menjijikkan, vulgar, tabu, dan tidak senonoh yang dilakukan para nitizen tidak bisa dilakukan pembiaran”. Kemudian, teruskan dengan kalimat kedua yang isinya alasan tidak dibolehkan adanya pembiaran. Setelah itu, baru kita masukkan tips berselancar di dunia maya yang kesemuanya ada tujuh butir itu. Setiap butir dijelaskan entah itu pengertiannya (maksudnya apa), alasannya, dan solusinya. Boleh-boleh saja kita menuliskannya satu butir satu paragraf. Kalau tidak mampu menuliskan satu butir jadi satu paragraf, kita boleh saja menuliskannya dalam satu paragraf ada dua butir sehingga diperkirakan kita akan bisa menulis di paragraf isi ada empat paragraf. Langkah terakhir, kita menulis paragraf penutup. Di paragraf penutup, kita sah-sah saja memberikan rekomendasi pada pembaca untuk mencari referensi di luar tulisan kita yang diperkirakan akan memperkaya wawasan pembaca. Meskipun demikian, kita jangan sampai lupa untuk memberikan sedikit kesimpulan tentang isi tulisan kita.
Sumber Gambar:
- (https://www.rismayani.id/2018/11/bijak-dalam-media-sosial-no-nyinyir.html)
- (https://rakyatcirebon.disway.id/read/629909/sebaiknya-guru-tak-sembarangan-gunakan-media-sosial-simak-nih)