Subagio S. Waluyo

Masalah sudah ditemukan. Sekarang coba dari masalah itu kita mulai saja menulis kalimat pertama. Kalau sekarang ini sedang ramai-ramainya orang bicara tentang virus Corona atau Covid-19, dari sisi mana mau kita bahas. Kita bisa saja membahas hal-hal yang berkaitan dengan virus tersebut dari bidang kedokteran atau kesehatan entah itu ciri-cirinya atau indikator orang yang terkena virus Corona atau gejala- gejalanya. Boleh juga asal-muasal virus tersebut sehingga dengan cepat bisa menyebar ke seantero dunia ini. Boleh juga jumlah korban yang berjatuhan akibat virus Corona. Atau sah-sah saja kejadian ini berkaitan dengan perang antar negara yang berkaitan dengan masalah ekonomi.

Coba kita ambil salah satu dari pilihan di atas, misalnya, kita cenderung mengambil jumlah korban yang berjatuhan akibat virus Corona. Kalau sudah berkaitan dengan jumlah korban, mau tidak mau kita harus cari data. Kita sepakat cari data di Google. Kita temukan data tentang korban virus Corona seperti terlihat pada kutipan berita berikut ini.

 

Update corona di dunia pada Minggu (15/3/2020) sore, angka infeksi Covid-19 mencapai 157.476 orang di 155 negara dan satu alat angkut internasional (kapal pesiar Diamond Princess berlabuh di Yokohama, Jepang). Angka kematian untuk pandemi Covid-19 ada 5.845 dan pasien yang sudah dinyatakan sembuh menjadi 75.953 orang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan pandemi virus corona, menyusul penyebaran SARS-CoV-2 yang semakin meluas di sejumlah negara di dunia.

 

(https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/15/113100723/update-virus-corona-15-maret-75953-pasien-di-155-negara-sembuh)

Kita sudah menemukan data singkat. Sekarang kita mulai saja menulis. Kita tulis saja kalimat pertama seperti ini:

 (1) Sampai dengan hari Minggu (15/3-2020) ada 157.476 orang terinfeksi virus Corona.

Bagaimana meneruskan kalimat yang kedua? Untuk meneruskan kalimat yang kedua kita boleh saja mengambil sebagian dari data di atas. Kita tulis saja seperti ini:

(2) Jumlah itu tersebar di 155 negara termasuk mereka yang ada di kapal pesiar Diamond Princess yang berlabuh di Yokohama (Jepang).

Nah, sekarang kita sudah menulis dua kalimat. Coba kita teruskan lagi kalimat ketiga. Untuk menulis kalimat ketiga, kita juga diperbolehkan mencomot data di atas. Kita tulis saja begini:

(3)  Virus Corona yang sampai saat ini belum ditemukan vaksin dan obatnya menelan korban sebanyak 5.845 orang yang meninggal.

Kita sudah menulis tiga kalimat. Sekarang kita teruskan kalimat yang keempat. Kita masih tetap mencomot data di atas. Kita tulis saja seperti ini:

(4) Meskipun demikian, ada 75.953 orang dinyatakan sembuh.

Karena berniat menulis lima kalimat dalam satu paragraf, kita tulis saja kalimat terakhirnya:

(5) Dengan demikian, wajar saja jika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan wabah virus Corona ini sebagai pandemi.

Sekarang, coba kita masukkan semua kalimat di atas ke dalam satu paragraf.

(1) Sampai dengan hari Minggu (15/3-2020) ada 157.476 orang terinfeksi virus Corona. (2) Jumlah itu tersebar di 155 negara termasuk mereka yang ada di kapal pesiar Diamond Princess yang berlabuh di Yokohama (Jepang). (3) Virus Corona yang sampai saat ini belum ditemukan vaksin dan obatnya menelan korban sebanyak 5.845 orang yang meninggal. (4) Meskipun demikian, ada 75.953 orang dinyatakan sembuh. (5) Dengan demikian, wajar saja jika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan wabah virus Corona ini sebagai pandemi.

Ternyata, kita sudah membuat satu paragraf yang terdiri dari lima kalimat. Kenapa kita bisa menulisnya? Sekarang kita coba analisis paragraf tersebut. Pertama, di kalimat (1) kita dapati ada jumlah orang yang terinfeksi virus Corona, yaitu sebanyak 157.476 orang. Untuk meneruskan ke kalimat (2), kita cukup masukkan kata `jumlah` dan diletakkan di awal kalimat. Kalau mau ditulis jumlah orang yang terinfeksi virus Corona sehingga menjadi seperti ini: “157. 476 orang yang terinfeksi virus Corona tersebar di 155 negara …” boleh-boleh saja. Tapi, kalimat yang ditulis itu kurang efektif. Daripada menulis lengkap seperti itu, cukup ditulis sepeti ini saja: ”Jumlah itu tersebar di 155 negara…” Jauh lebih sederhana bukan? Kedua, coba kita fokuskan kalimat (2). Di sana ada bagian kalimat yang bisa kita teruskan di kalimat (3). Kita dapati di sana ada bunyi kalimat:”Jumlah itu tersebar di 155 negara…” Kita perlu bertanya: kenapa virus Corona dalam waktu cepat bisa tersebar di 155 negara? Kita bisa berasumsi (asumsi kita juga bisa diperkuat data) bahwa penyakit jenis ini yang memang tergolong baru belum ada vaksin dan obatnya sehingga wajar-wajar saja belum sampai hitungan setengah tahun sudah tersebar di 155 negara. Untuk itu, kita tulis saja seperti yang tercantum di kalimat (3):”Virus Corona yang sampai saat ini belum ditemukan vaksin dan obatnya menelan korban sebanyak 5.845 orang yang meninggal”.

Ketiga, kita telah menyebutkan orang yang terinfeksi virus Corona, jumlah penyebarannya di 155 negara, dan korban yang meninggal sebanyak 5.845 orang. Di kalimat (4) kita perlu memberikan suatu harapan bahwa virus Corona ternyata juga bisa disembuhkan karena menurut data yang kita peroleh ada 75.953 orang dinyatakan sembuh. Karena itu, kita masukkan frasa `meskipun demikian` yang kita letakkan di awal kalimat sehingga menjadi “Meskipun demikian,ada 75.953 orang dinyatakan sembuh. Sebagai penutup, kita bisa gunakan frasa `dengan demikian` sehingga bunyi kalimat penutup di paragraf tersebut adalah:”Dengan demikian, wajar saja jika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan wabah virus Corona ini sebagai pandemi”. Kalimat penutup dalam sebuah paragraf bisa kita katakan sebagai kesimpulan. Apa kesimpulannya? Virus Corona bukan lagi sebagai endemi karena kalau endemi hanya terjadi pada satu daerah atau wilayah. Dia tidak berpotensi menyebar ke mana-mana. Kenyataannya virus Corona tersebar kemana-mana ke seantero dunia sehingga ada 155 negara yang warganya terkena atau minimal dicurigai (suspect) terinfeksi virus Corona.

Sebagai catatan tambahan sebagai penulis pemula, ada beberapa hal yang perlu disampaikan di sini. Pertama, sebagai alat bantu untuk memulai sebuah tulisan boleh-boleh saja kita gunakan data dari mana pun asal jangan lupa kita sebutkan sumbernya. Di atas di bagian akhir kutipan ada tertulis: (https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/15/113100723/up-date-virus-corona-15-maret-75953-pasien-di-155-negara-sembuh). Berarti kita mengutip dari sumber yang disebutkan di atas, yaitu dari Google (internet). Kedua, kita juga boleh mengutip sebagian dari bahan yang kita peroleh. Tapi, ingat! Kita tidak boleh meng-copy paste (copas) seutuhnya. Kalau cara itu dilakukan, sama saja kita melakukan pencurian data sehingga sebenarnya tulisan kita itu lebih merupakan pemindahan data orang lain ke tulisan kita. Yang paling parah kalau tulisan kita isinya lebih  merupakan kutipan-kutipan orang yang kita copas dari berbagai tulisan. Setelah jadi tulisan utuh sering kali tulisan tersebut satu paragraf dengan paragraf berikutnya tidak ada kesinambungan. Kalau dalam satu wacana satu paragraf dengan paragraf tidak ada kesinambungan, bisa dipastikan wacana tersebut susah ditangkap isinya.

Ketiga, agar terjadi kesinambungan tulisan antara kalimat pertama dan kalimat kedua dan seterusnya, bisa digunakan kata penghubung (konjungsi) antar- kalimat. Konjungsi antarkalimat dalam penulisan paragraf diletakkan bukan di awal paragraf, melainkan di tengah paragraf. Boleh juga di kalimat kedua setelah kalimat pertama. Kita ambil contoh:”Pemerintah pusat dinilai lamban dalam mensikapi pandemi virus Corona. Sebaliknya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, langsung  membentuk posko begitu ada warganya yang diduga terinfeksi virus Corona.” Pada kalimat tersebut bisa terlihat kata sebaliknya sebagai konjungsi ditempatkan di kalimat kedua bukan di kalimat pertama. Berikut ini bisa dilihat daftar konjungsi antarkalimat yang biasa digunakan dalam penulisan paragraf.

(1) Agaknya, …

(2) Akan tetapi, …

(3) Akhirnya, …

(4) Akibatnya, …

(5) Artinya, …

(6) Berkaitan dengan itu, …

(7) Biarpun begitu, …

(8) Biarpun demikian, …

(9) Contohnya, …

(10) Dalam hal ini, …

(11) Dalam hubungan ini, …

(12) Dalam konteks ini, …

(13) Dengan demikian, …

(14) Dengan kata lain, …

(15) Di pihak lain, …

(16) Di samping itu, …

(17) Di satu pihak, …

(18) Jadi, …

(19) Jika demikian, …

(20) Kalau begitu, …

(21) Kalau tidak salah, …

(22) Karena itu, …

(23) Kecuali itu, …

(24) Lagi pula, …

(25) Meskipun begitu, …

(26) Meskipun demikian, …

(27) Misalnya, …

(28) Namun, …

(29) Oleh karena itu, …

(30) Oleh sebab itu, …

(31) Pada dasarnya, …

(32) Pada hakikatnya, …

(33) Pada prinsipnya, …

(34) Paling tidak, …

(35) Sebagai kesimpulan, …

(36) Sebaiknya, …

(37) Sebaliknya, …

(38) Sebelumnya, …

(39) Sebenarnya, …

(40) Sebetulnya, …

(41) Sehubungan dengan itu, …

(42) Selain itu, …

(43) Selanjutnya, …

(44) Sementara itu, …

(45) Sesudah itu, …

(46) Sesungguhnya, …

(47) Setelah itu, …

(48) Sungguhpun begitu, …

(49) Sungguhpun demikian, …

(50) Tambahan lagi, …

(51) Tambahan pula, …

(52) Untuk itu, …

(53) Walaupun demikian, …

 

(https://beritagar.id/artikel/tabik/penghubung-antarkalimat)

Penggunaan konjungsi (semuanya ada 53 konjungsi) sebagaimana dijelaskan di atas merupakan salah satu cara mengaitkan satu kalimat dengan kalimat berikutnya. Berikut ini bisa kita lihat contoh penulisan paragraf yang menggunakan konjungsi.

(1) Berbicara tentang penggusuran, seorang Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Hafidz Abbas, dengan tegas menyatakan bahwa penggusuran secara paksa adalah bentuk pelanggaran HAM. (2) Kalau itu sudah jelas pelanggaran HAM, mengapa sampai saat ini pemerintah masih giat melakukan penggusuran? (3) Penggusuran dilakukan terhadap tempat-tempat tinggal masyarakat kecil. (4) Sementara itu, kenapa tidak dilakukan penggusuran terhadap vila-vila mewah yang dibangun orang-orang kaya di pegunungan yang sudah jelas-jelas melanggar peraturan? (5) Kok, hukum yang berlaku di negara ini tidak adil? (6) Artinya, hukum itu diibaratkan `pisau yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas`. (7) Hukum itu hanya berlaku untuk orang-orang kecil yang sudah jelas tidak akan ada usaha melawan kalau sudah berhadapan dengan hukum. (8) Untuk kalangan atas, hukum itu tidak berlaku. (9) Hukum di negara ini bisa diatur. (10) Jadi, kita tidak usah berbusa-busa bicara tentang penegakan hukum kalau masih ada sebagian anak bangsa ini masih jadi korban penggusuran. (11) Hukum di negara ini hanya sebatas retorika. (12) Dengan demikian, kita bisa mengatakan negara menutup mata ketika orang-orang kecil terjerat hukum. (13) Tetapi negara akan benar-benar melek matanya kalau menyangkut orang-orang besar, orang-orang berduit, atau orang-orang yang memegang tampuk kekuasaan di negara ini. (14) Negara ini memang belum menjamin sama sekali rasa kenyamanan, keamanan, kesejahteraan, dan ketenangan bagi orang-orang kecil. (15) Orang-orang yang teralienasi!

Dari paragraf di atas, kita menemukan ada empat konjungsi, yaitu sementara itu, artinya, jadi, dan dengan demikian. Keempat konjungsi itu terbukti dapat merekatkan kalimat yang sebelumnya dengan kalimat sesudahnya. Coba kita uraikan satu persatu. Kalimat yang berbunyi …Penggusuran dilakukan terhadap tempat-tempat tinggal masyarakat kecil..ketika ingin diteruskan ke kalimat berikutnya dikaitkan dengan konjungsi sementara itu. Bagaimana kalau bukan sementara itu yang digunakan? Misalnya menggunakan konjungsi dengan kata lain. Kalau kita menggunakan konjungsi tersebut,  kalimatnya akan berbunyi kira-kira seperti ini: Dengan kata lain, dengan melakukan penggusuran terhadap tempat-tempat tinggal masyarakat kecil secara tidak langsung akan menyebabkan orang-orang miskin akan tambah miskin karena mereka tidak lagi memiliki tempat tinggal. Kalau sudah seperti itu kalimatnya, fokus penulisannya akan berubah bukan seperti yang dijadikan contoh pada kalimat di atas. Jadi, tidak boleh sembarangan kita menggunakan konjungsi karena kurang tepat dalam penggunaan konjungsi akan berakibat pada peralihan fokus penulisan. Konjungsi artinya sebagaimana terdapat dalam kalimat Artinya, hukum itu diibaratkan `pisau yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas`, sengaja memang penulis menggunakan konjungsi tersebut karena penulis mau menjelaskan kalimat sebelumnya: Kok, hukum yang berlaku di negara ini tidak adil?  Ketika diteruskan ke kalimat berikutnya dengan diawali konjungsi artinya, pembaca paling tidak bisa memahami isi kalimat sebelumnya. Kata jadi sebagai konjungsi yang ditempatkan di awal kalimat yang berbunyi Jadi, kita tidak usah berbusa-busa bicara tentang penegakan hukum kalau masih ada sebagian anak bangsa ini masih jadi korban penggusuran, bisa saja dihilangkan. Tapi, boleh jadi akan ketidak ada kesinambungan dengan kalimat berikutnya. Artinya, kalimat yang sebelumnya  Hukum di negara ini bisa diatur, tidak berkaitan dengan kalimat sesudahnya: Jadi, kita tidak usah berbusa-busa bicara tentang penegakan hukum kalau masih ada sebagian anak bangsa ini masih jadi korban penggusuran. Agar terjadi keterkaitan mau tidak mau digunakan konjungsi jadi. Begitu juga (ini juga konjungsi) dengan konjungsi dengan demikian ini juga berfungsi mengaitkan kalimat yang sebelumnya Hukum di negara ini hanya sebatas retorika dengan kalimat sesudahnya Dengan demikian, kita bisa mengatakan negara menutup mata ketika orang-orang kecil terjerat hukum. Khusus untuk kalimat tersebut, seandainya tidak digunakan konjungsi dengan demikian, tidak menjadi masalah karena tidak akan merusak hubungan kalimat yang sebelumnya dengan kalimat sesudahnya. Agar paragraf tersebut terlihat apik ketika konjungsi dengan demikian dihilangkan, pindahkan saja konjungsi tersebut ke kalimat terakhir: Dengan demikian, negara ini memang belum menjamin sama sekali rasa kenyamanan, keamanan, kesejahteraan, dan ketenangan bagi orang-orang kecil: orang-orang yang teralienasi.

By subagio

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

WhatsApp chat