Subagio S. Waluyo
Raja berkata (kepada orang terkemuka di antara kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus, dan tujuh bulir gandum yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering. Hai orang-orang yang terkemuka, terangkanlah tabir mimpiku ini jika kamu dapat menabirkan mimpi.” Mereka menjawab, `Itu adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu menabirkan mimpi`.
Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) setelah beberapa waktu lamanya, `Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) menabirkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya)`.
(Setelah pelayan itu bertemu dengan Yusuf, dia berkata),`Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuah ekor sapi betina yang kurus-kurus, dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh lainnya yang kering, agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.`
Yusuf berkata, `Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa.
`Maka yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya.`
`Kecuali sedikit untuk kamu makan.`
`Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit…`
`Yang menghabiskan apa yang disimpan untuk menghadapinya (tahun sulit).`
`Kecuali sedikit dari bibit (gandum) yang kamu simpan.`
`Kemudian sesudah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras anggur.`
(Surat Yusuf, 12: 43— 49)
***
Pelajaran apa yang kita peroleh setelah membaca ayat-ayat Al-Qur`an di atas? Pelajaran yang diperoleh salah satu di antaranya adalah setiap kita agar belajar berhemat. Memang, pelajaran itu bermula dari sekedar mimpi sang raja. Tapi, mimpi raja kali ini bukan sembarang mimpi. Mimpi yang semula dipandang sebelah mata oleh para tokoh di seputar raja (12: 43-44) karena buat mereka dianggap tidak masuk akal, ketika diajukan ke Nabi Yusuf ternyata memiliki makna yang demikian mendalam. Beruntung raja memiliki pelayan yang setia sehingga lewat sang pelayan yang menjadi perantara raja dengan Nabi Yusuf mimpi itu tersingkap. Singkat kata, Nabi Yusuf berpesan agar dalam masa tujuh tahun ketika hasil pertanian di kerajaan itu melimpah jangan dihabisi. Sisakan sebagian untuk disimpan karena pada masa tujuh tahun berikutnya akan terjadi paceklik. Pesan Nabi Yusuf tersebut benar-benar dijalankan mengingat Nabi Yusuf dikenal sebagai orang berilmu, terpercaya, dan berakhlak mulia.
Pesan Nabi Yusuf untuk berhemat walaupun kita berlebih sampai saat ini (bahkan sampai kapan pun) masih relevan. Di saat-saat kita menanti-nanti kapan berakhirnya pandemi Covid-19 di negara kita, ada rasa kecemasan di diri setiap orang terutama yang berkaitan dengan kondisi keuangan. Terus terang saja sebagian besar penduduk yang tinggal di negeri ini hidup di bawah garis kemiskinan. Banyak di antara mereka yang bekerja serabutan, yang belum tentu setiap hari memperoleh rezeki. Mereka-mereka inilah yang mengadu nasib di kota-kota besar yang akhirnya memutuskan pulang kampung karena di kampungnya masih ada harapan memperoleh sejumput harapan untuk menyambung hidup. Mereka-mereka inilah yang disebut Ustadz Abdul Somad ketika di acara ILC TV One (28/4-2020) yang mencari nafkahnya seperti `ayam yang dengan cekernya mengais-ngais makanan di tanah`. Artinya, kalau hari ini dapat rezeki, hari ini pula rezeki itu habis.
Orang-orang kecil seperti itulah yang selayaknya mendapat bantuan sosial dari negara ketika negara melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai ganti lockdown atau karantina wilayah. Negara (boleh juga kota, kabupaten, atau provinsi sekali pun) bisa menjalankan PSBB. Kalau perlu lockdown juga bisa asal negara sudah siap memberikan bantuan sosial buat orang-orang kecil. Karena negara jujur saja defisit perekonomian dan keuangannya (lihat tulisan penulis berjudul “Anggota Dewan Fatalis”), akhirnya negara lewat Kementerian Sosial hanya bisa memberikan bantuan uang tunai (bisa juga dalam bentuk sembako) sebesar Rp600.000,00 per bulan/keluarga. Untuk keluarga dengan tanpa anak saja boleh dikatakan tidak cukup. Apalagi kalau dalam satu keluarga punya anak dua atau lebih. Itulah kesanggupan negara memberikan bantuan sosial tidak lebih dari itu.
Bantuan sosial yang diberikan pemerintah belum tentu sampai dalam kondisi utuh. Artinya, kalau pemerintah menetapkan Rp600.000,00 setiap keluarganya, belum tentu turunnya juga sebesar itu. Apalagi kalau diganti dengan sembako, mungkin jika dihitung nilainya hanya Rp400.000,00. Dana bantuan itu sudah disunat di beberapa level dari pemerintah daerah sampai ke tangan pengurus RT/RW turunnya bisa sebesar itu bisa juga lebih kecil dari itu. Kehadiran Covid-19 bisa jadi menyuburkan perilaku korup di kalangan pejabat. Dari pejabat tinggi di tingkat pemda (dalam hal ini pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten) sampai ke level pemerintah di bawahnya, camat/lurah, dan pejabat kelas teri: RW/RT juga tidak ketinggalan ikut bancakan. Miris memang di tengah-tengah kondisi pandemi Covit-19 yang bikin orang-orang kecil makin susah hidupnya masih ada orang-orang yang memanfaatkan situasi kondisi seperti ini. Inilah Indonesia negeri kolam susu yang rakyatnya dibikin sengsara oleh orang-orang sesamanya.
***
(https://images.app.goo.gl/bRYUSgHeXsVbeBML7)
Perilaku anak bangsa yang serakah, yang tega-teganya memakan sesama anak bangsanya sendiri tidak akan pernah habis-habisnya dibahas. Daripada kita membahas perilaku anak bangsa yang memang sudah jelas dari pimpinan di atasnya sudah memberikan contoh seperti itu lebih baik kita melakukan sesuatu yang bermanfaat. Bermanfaat buat diri kita sendiri dan mudah-mudahan juga bisa bermanfaat buat orang lain. Tentang caranya mudah saja. Berpatokan pada bunyi ayat Qur`an di atas tentang Nabi Yusuf yang mengungkap tabir mimpi sang raja dan perintah Allah SWT agar setiap kita mengubah nasib kita sendiri karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kalau kaum itu sendiri tidak berusaha mengubahnya (Ar-Ra`ad: 11). Jadi, kita mulai belajar berhemat. Ketika kita memiliki kelebihan rezeki, simpan sebagian agar nanti di masa sulit bisa kita manfaatkan.
(https://images.app.goo.gl/HQJscBWiXDN1TMST8)
Tidak sedikit orang yang mengeluhkan kalau untuk melakukan kegiatan ketahanan pangan membutuhkan lahan. Keluhan itu sebaiknya kita simpan dulu karena adagium lama yang menyebutkan `banyak jalan ke Roma.` Walaupun itu adagium lama, adagium itu masih cocok buat kondisi sekarang. Artinya, banyak cara untuk melakukan aktivitas ketahanan pangan. Dalam hal ini aktivitas ketahanan pangan yang di antaranya berkaitan bercocok tanam tidak harus tanah sebagai tempat kita bercocok tanam. Ternyata, gedebog pisang yang selama ini orang setelah memetik pisang dibuang begitu saja gedebognya bisa dimanfaatkan untuk bercocok tanam. Gambar di atas sebagai bukti kalau gedebog pisang bisa dijadikan media untuk bercocok tanam. Tentang cara bercocok tanam di gedebog pisang dan perawatannya bisa dilihat pada informasi di bawah ini. Meskipun demikian, yang perlu dicamkan, kita harus mengubah mindset kita. Yang selama ini kita cenderung bekerja sebagai buruh harian atau karyawan swasta di kota-kota besar yang akhirnya ketika terjadi pandemi Covid-19 kita menjadi korbannya, menjadi orang desa yang melaksanakan program ketahanan pangan.
Tahukah anda jika batang pisang (gedebog) dapat dimanfaatkan untuk pertanian? seperti yang kita tahu, selama ini jika petani pisang selesai memanen pisang maka batangnya hanya dibiarkan tanpa dimanfaatkan.
Batang pisang dapat digunakan sebagai pupuk organik atau bokashi. batang pisang juga bisa dimanfaatkan sebagai media tanam sayuran. jenis sayuran yang biasa ditanam di limbah pohon pisang ini adalah cabai, terong, tomat, bayam, sawi, kangkung, dan sejenisnya. Kelebihan dalam menanam atau budidaya sayur organik dengan menggunakan media batang pisang ternyata dapat menghemat air untuk penyiraman. jika perlakuan tempat menggunakan paranet atau shading net (green house) pada masa 3 bulan sayuran yang ditanam, anda tidak memerlukan penyiraman intensif. Meski tidak mendapat siraman yang intensif, tetapi budidaya sayur dengan media batang pisang tetap mampu tumbuh subur. ini dikarenakan batang pisang mempunyai cadangan air yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat bertumbuh dan berkembang. Metode budidaya sayuran dengan batang pisang (gedebog) sangat mudah dan praktis, anda hanya membutuhkan beberapa batang pohon pisang atau tergantung berapa banyak sayuran yang ingin dibudidayakan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan adalah : batang pisang bokashi / pupuk organik tanah kaleng bekas berdiameter 10 cm. yang harus dipersiapkan merupakan bibit sayur yang hendak dibudidayakan menggunakan teknik organik, penyemaian benih terlebih dahulu untuk jenis tanaman seperti cabai , tomat, dan terong. ketiga jenis tanaman ini sangat baik dengan penyemaian benih terlebih dahulu. Setelah batang pisang (gedebog) dilubangi dalamnya, isi lubang tersebut dengan campuran bokashi dan tanah dengan perbandingan 2:1. lalu biarkan selama 3 – 5 hari, selanjutnya tanam bibit disaat pengisian bokashi telah mencapai 3-5 hari. untuk menjaga kelembaban suhu sebaiknya lahan yang dijadikan tempat budidaya telah dipasang dengan paranet. Untuk perawatan tanaman dengan budidaya batang pisang (gedebog) pisang tidaklah sulit, yang diperlukan hanyalah penyemprotan pupuk cair organik setiap 5 hari sekali dan diselingi dengan pengendalian hama atau pestisida organik yang dapat dibuat sendiri. Jika diperlakukan secara baik dan benar, maka budidaya sayur organik menggunakan batang pisang (gedebog) akan memberikan hasil yang maksimal tanpa memerlukan penyiraman. teknik budidaya ini sangat cocok untuk daerah yang kurang atau terbatas sumber air. Ditulis : difsu setyomiarso penyuluh bpp temon, kulon progo Sumber : https://www.bernas.id/11999-batang-pisang-dapat-menjadi-media-tanam-sayuran-yang-irit-air.html |
***
Untuk melaksanakan program ketahanan pangan yang dimulai di halaman rumah kita dibutuhkan pertama, niat yang kuat untuk mengubah nasib. Karena kalau dalam diri sendiri tidak ada kemauan (walaupun sebenarnya punya kemampuan), mustahil tidak akan bisa mewujudkan sebuah perubahan nasib. Kedua, kita juga harus punya niat untuk belajar hemat. Perilaku konsumtif yang sudah membudaya dalam diri kita harus dihilangkan. Ketiga, tidak perlu ada rasa malu untuk belajar bercocok tanam walaupun kita hanya punya sedikit tanah yang tidak begitu luas. Keempat, untuk bisa mewujudkan niat kita itu, kita perlu meminta bantuan atau boleh juga bekerja sama dengan berbagai pihak. Salah satu di antaranya kita bisa bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seperti Dompet Dhuafa (DD) yang sudah sering melakukan pelatihan yang berkaitan dengan ketahanan pangan. Di bawah ini bisa dilihat salah satu program pelatihan ketahanan pangan yang dilakukan DD di Kota Medan baru-baru ini.
Dompet Dhuafa Adakan Pelatihan Ketahanan Pangan di Medan
Oleh : Herry Barus | Kamis, 07 Mei 2020 INDUSTRY.co.id – Medan– Akibat wabah Covid 19, lapisan masyarakat mengalami kesulitan mendapatkan bahan pangan. Dalam rangka menjaga ketahanan pangan para mustahik, Dompet Dhuafa Cabang Waspada menggelar pelatihan Ketahanan Pangan berlokasi Kantor Dompet Dhuafa Waspada, Rabu (6/5/2020). Sulaiman selaku Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Waspada menjelaskan, bahwa pelatihan ini merupakan bagian dari upaya Dompet Dhuafa Waspada untuk menjaga ketahanan pangan para mustahik atau masyarakat bawah dari menurunnya stabilitas ekonomi dampak Covid-19. Di tengah pandemi Covid-19 ini kita memang sengaja merancang program ketahanan pangan agar para mustahik dapat tetap bercocok tanam di rumah masing-masing dengan alat yang sederhana dan mudah didapat. Pangan menjadi kebutuhan vital setiap insan dalam bertahan hidup. Prioritas tersebut perlu dilakukan agar setiap masyarakat Indonesia bisa bertahan hidup dengan memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, menghemat anggaran serta tepat sasaran. Adapun bentuk pelatihan yang dilaksanakan yakni pelatihan budidaya ikan lele di dalam ember dan menanam sayuran. Sebagai langkah awal, Dompet Dhuafa Waspada memfasilitasi kebutuhan alat dan bahannya mulai dari ember, cup plastik, tanah, arang, hingga bibit ikan lele dan bibit sayurnya. Salah satu penerima manfaat bernama Edi Syahputra mengaku, “Sangat bersyukur dengan adanya pelatihan yang dilakukan ini. sebelumnya saya tidak tahu bagaimana untuk budidaya lele di dalam ember jadi bisa tahu. Saya kan udah dirumahkan semenjak Covid-19, jadi budidaya ikan lele ini harapannya bisa berhasil dan bermanfaat paling tidak untuk konsumsi sendiri. Dompet Dhuafa telah menyadari hal tersebut dan mencoba meramu solusi preventif, agar ketahanan pangan bisa ditekan. Langkah preventif tersebut hadir dalam bentuk Kebun Pangan Keluarga. Sebuah pelatihan ketahanan pangan yang memanfaatkan lahan kecil di rumah untuk memasok nutrisi harian secara mandiri. Program ini dinilai mampu mengedukasi dan menjangkau masyarakat terdampak wabah Covid-19 sehingga akan terus dilaksanakan. Dengan demikian ketahanan pangan masyarakat teratasi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, dan kesehatan keluarga terlindungi. (https://www.industry.co.id/read/65870/dompet-dhuafa-adakan-pelatihan-ketahanan-pangan-di-medan) |
Selain DD, ada juga TNI (dalam hal ini Kodam Jaya) yang terlibat aktif dalam menggerakkan masyarakat kecil untuk memanfaatkan lahan-lahan kosong menjadi areal pertanian yang produktif. Di Kabupaten Tangerang, tepatnya di Kampung Pangkalan, Desa Pangkalan, Kecamatan Teluknaga ada lahan kosong yang cukup luas (300 Ha). Sebagian lahan tersebut, seluas 50 Ha, TNI bersama masyarakat kecil dan pihak PT ASG (pemilik lahan) pada Desember 2019 di kampung itu menggarap lahan tersebut. Mereka menanam berbagai jenis holtikultura, seperti melon, labu, bayam, dan caesim. Selain itu, juga ditanam padi tradisional, rumput gajah dan padi mekanisasi. Ternyata, baru-baru ini mereka memanen hasilnya. Hasil panen tersebut jelas banyak membantu masyarakat kecil yang sekarang terdampak ekonominya akibat pandemi Covid-19. Untuk menolong sesama anak bangsa banyak cara yang bisa dilakukan. Bukan semata memberikan bantuan sosial dalam bentuk uang atau sembako, membantu mereka menyediakan lahan kosong, melatih mereka bertani yang benar, dan mengawasi aktivitas mereka selama bertani itu juga merupakan kerja-kerja konkrit yang bisa mengubah nasib sesamanya.
Pangdam Jaya Dan Bupati Zaki Panen Raya Buah Melon
Perkuat Ketahanan Pangan Ditengah Pandemi Covid-19 WEB TERPADU 10-May-20 10:39:43 13 views Tangerang — Panglima Kodam Jaya/Jayakarta, Mayjen TNI Eko Margiono dan Bupati Tangerang, A Zaki Iskandar melaksanakan Panen Raya Hortikultura di Kp. Pangkalan Desa Pangkalan, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang Banten, Jumat (8/5/20). “Panen Raya Hortikultura berupa buah melon ini sebagai upaya memperkuat dan meningkatkan ketahanan pangan nasional dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini. Ketahanan pangan nasional harus tetap berjalan,” kata Panglima Kodam Jaya/Jayakarta, Mayjen TNI Eko Margiono. Dilanjutkan Eko Margiono dalam sambutannya mengatakan, sudah menjadi komitmen bagi Kodam Jaya untuk mendukung program Ketahanan Nasional, dengan membuka lahan yang tidak produktif untuk dijadikan lahan pertanian dan perkebunan. Pembukaan lahan tidak produktif menjadi lahan produktif ini dimulai dari bulan Desember 2019, bekerja sama dengan pemilik lahan PT. ASG. Luas tanah yang digarap kurang lebih 300 Ha dan berlokasi di Desa Pangkalan Angus dan Tanjung Burung. “Dari luas lahan 300 Ha, yang telah digarap kurang lebih 50 Ha, yang sudah ditanami melon, labu, bayam, caesim, padi tradisional, rumput gajah dan padi mekanisasi,” ujar Eko. Pangdam menjelaskan bahwa pihak Kodam Jaya hanya ingin mendorong petani untuk mau bercocok tanam dan memanfaatkan lahan kosong yang tidak produktif dan petani bisa hidup lebih layak, apa lagi saat ini negeri kita sedang dilanda wabah virus corona. Pelaksanaan program tersebut melibatkan personel Babinsa Koramil 01/Teluk Naga, kelompok tani setempat, masyarakat desa setempat dan penyuluh dari BPT Teluk Naga Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang. Sementara kegiatan panen hortikultura buah melon ini diadakan agar dapat dijadikan motivasi bagi petani untuk terus memaksimalkan lahan pertaniannya yang sudah disiapkan oleh Kodam Jaya. “Harapannya, program ini terus berkesinambungan dan tidak berhenti, sehingga bermanfaat untuk kehidupan kelompok tani yang ada di wilayah Teluknaga Kabupaten Tangerang,” ujarnya. Bupati Tangerang, A Zaki Iskandar yang hadir langsung pada acara tersebut mengucapkan Alhamdulillah, di tengah-tengah kondisi cuaca dan tantangan sosial ekonomi yang kita hadapi saat ini, kita semua masih diberikan kesempatan untuk bisa melaksanakan panen raya holtikultura di wilayah Kabupaten Tangerang. “Saya ucapkan terima kasih serta apresiasi kepada segenap jajaran TNI dan semua pihak yang telah membina petani untuk mengolah lahan yang tidak produktif menjadi produktif di wilayah Teluknaga Kabupaten Tangerang,” ucap Zaki. Selain itu, kata Zaki yang mengenakan kaos berwarna ungu bertuliskan “Bersama Lawan Corona”, bahwa wilayah utara Kabupaten Tangerang merupakan wilayah pesisir yang berpotensi di bidang pertanian holtikultura. Oleh karena itu, Pemkab Tangerang terus menggalakkan ketahanan pangan yang merupakan fokus RPJMD Kabupaten Tangerang. “Mudah-mudahan penen kita di hari ini dapat menjadi inspirasi buat anak muda lainnya agar semangat berkebun dan bercocok tanam di wilayahnya masing masing,” terang Zaki. Pada acara tersebut hadir juga Dirjen Tanam Pangan Kementerian Pertanian RI, Bapak DR. Ir. Suwandi, M.SC, Asterdamjaya Kol. Inf. Jacky Aristanto, Kepala Badan Penyuluh dan Pengembangan SDM Pertanian pada Kementerian Pertanian RI, Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, Danrem 05/Wijayakhrama, Kolonel Inf. Tri Budi Utomo dan Dandim 0506 Tangerang. (Bidang IKP Diskominfo Kabupaten Tangerang) |
Di luar pelibatan LSM, seperti DD, dan TNI bisa juga melibatkan masjid. Masjid di kota-kota besar (di kota-kota kecil juga bisa) memiliki uang kas yang lumayan besar. Sering kita bertanya uang kas masjid sebesar itu untuk apa? Apakah hanya digunakan untuk kegiatan rutinitas masjid yang sudah pasti masih tersisa? Atau mungkin digunakan untuk acara-acara menyambut hari-hari besar Islam? Sering juga pengurus masjid kalau ada kegiatan hari-hari besar Islam masih juga minta sumbangan dari jamaah masjid. Bahkan, dari kegiatan tersebut dana yang masih tersisa akhirnya masuk ke kas masjid. Daripada uang kas digunakan untuk renovasi masjid, mengganti karpet masjid, atau asesori masjid lebih baik digunakan untuk yang lebih bermanfaat. Di masa-masa paceklik seperti saat ini, karena ada pandemi Covid-19, masjid harus berperan. Kas masjid harus digunakan untuk membantu sesama umat yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Bisa saja dalam aktivitas pemberdayaan umat pihak masjid bekerja sama dengan DD atau TNI. Intinya pengurus masjid harus peka terhadap kondisi umat sehingga tergerak membantu sesamanya. Salah satu masjid di negara kita yang pengurusnya sangat peduli dengan umat di sekitarnya adalah Masjid Jogokariyan di Kota Yogya. Berikut informsi di seputar program Masjid Jogokariyan.
Program
Masjid Jogokariyan merancang beberapa program dengan konsep manajemen masjid. Program-program tersebut dijalankan oleh ta’mir sebagai langkah strategis dan praktis untuk menjadikan Masjid Jogokariyan sebagai pusat peradaban umat. Beberapa penjelasan detail mengenai program-program yang ada antara lain: Pemetaan Jamaah Ta’mir dan pengurus Masjid Jogokariyan memiliki peta dakwah yang jelas, wilayah dakwah yang nyata, dan jama’ah yang terdata. Masjid Jogokariyan menginisiasi sensus masjid yang ditujukan untuk mengetahui data-data jama’ah secara detail, mencakup potensi dan kebutuhan, peluang dan tantangan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, serta kekuatan dan kelemahan. Pendataan itu dimaksudkan sebagai database dan peta dakwah agar kegiatan masjid bisa lebih komprehensif. Database yang mereka miliki tidak hanya menyoal hal-hal semacam itu, melainkan juga menyoal siapa saja jamaah yang sudah menunaikan shalat dan yang belum, siapa jama’ah yang shalat berjamaah ke masjid dan yang tidak, siapa jamaah yang berqurban dan berzakat di Baitul Maal Masjid Jogokariyan, serta siapa saja jama’ah yang aktif mengikuti kegiatan di masjid, seperti kajian, dan yang tidak. Di dalam peta data yang mereka miliki, diperlihatkan peta rumah penduduk Kampung Jogokariyan yang sekaligus menjadi jamaah masjid tersebut. Di dalam peta tergambar beberapa simbol seperti Kakbah (bagi penduduk yang telah berhaji), unta (bagi yang telah berqurban), koin (bagi yang telah berzakat), peci, dan lain-lain. Peta tersebut juga disimbolkan dengan berbagai warna yang berwarna-warni seperti hijau, hijau muda, kuning, dan seterusnya. Sementara itu, data-data mengenai potensi tadi dipergunakan oleh Masjid Jogokariyan untuk berbagai keperluan. Masjid Jogoakriyan sengaja tidak membuat unit usaha sendiri di sekitar masjid. Hal itu dimaksudkan untuk tidak menyakiti hati jamaah yang memiliki usaha serupa. Sebagai gantinya, Masjid Jogokariyan selalu memberdayakan warga yang tinggal di sekitar masjid untuk berbagai macam kegiatan. Sebagai misal, setiap minggu, Masjid Jogokariyan selalu menerima ratusan tamu. Untuk keperluan konsumsi, ta’mir masjid memesankannya pada jamaah yang memiliki usaha rumah makan atau cathering. Undangan Shalat Subuh Dalam rangka meningkatkan niat jamaah untuk beribadah subuh berjamaah di masjid, ta’mir Masjid Jogokariyan memiliki cara tersendiri. Mereka membuat undangan khusus kepada seluruh jama’ah yang disertai dengan nama lengkap mereka. Undangan tersebut berbunyi, “Mengharap kehadiran Bapak/Ibu/Saudara …. dalam acara Salat Subuh Berjama’ah, besok pukul 04.15 WIB di Masjid Jogokariyan.”. Di dalam undangan tersebut juga disertai hadist-hadist mengenai pentingnya beribadah Subuh berjamaah di masjid. Undangan semacam itu terlihat sangat eksklusif dan terbukti mampu meningkatkan jumlah jamaah shalat subuh berjamaah di Masjid Jogokariyan. Gerakan Sisa Infak Nol Rupiah Berbeda dengan masjid pada umumnya, Masjid Jogokariyan sangat berupaya agar saldo infak yang diberikan jamaah habis setiap pekan alias nol rupiah, kecuali apabila ada perencanaan pembangunan atau renovasi tertentu. Para pengurus berpendapat bahwa infak jamaah bukan seharusnya disimpan di dalam rekening, melainkan harus dipergunakan untuk memaslahatan umat agar dapat memiliki nilai guna. Pemanfaatan uang infak pun bermacam-macam, selain untuk operasional masjid, juga digunakan untuk kebutuhan mendesak jamaah atau warga yang tinggal di sekitar masjid. Sebagai misal, apabila ada jamaah yang anaknya perlu membayar uang sekolah, berobat ke rumah sakit, dan lain-lain. Menurut mereka, sangat tidak etis ketika saldo rekening bank masjid menumpuk tetapi disekeliling mereka masih banyak warga yang mersakan kesulitan hidup. Gerakan Jamaah Mandiri Gerakan Jamaah Mandiri diinisasi oleh Masjid Jogokariyan yang bertujuan untuk menghitung jumlah infak ideal yang perlu dibayarkan oleh jamaah. Setiap jamaah akan diberi tahu jumlah uang infaknya tiap pekan, apabila jumlah yang ditentukan sesuai dengan jumlah yang diinfakan, maka jamaah tersebut disebut sebagai jamaah mandiri. Apabila uang infaknya lebih, mereka disebut sebagai jamaah pensubsidi, sedangkan apabila uang infaknya kurang, mereka akan disebut sebagai jamaah disubsidi. Metode semacam itu mampu membuat nominal infak yang diterima oleh Masjid Jogokariyan meningkat sebesar 400% setiap minggu. Ta’mir masjid pun akan memberikan laporan transparan terkait alur pemasukan dan pengeluaran dana, sehingga jamaah akan merasa senang berinfak sekali pun tidak diminta. Hal itu diharapkan oleh ta’mir sebagai upaya agar ketika akan melakukan renovasi masjid, mereka tidak perlu membebani jamaah dengan proposal. Skenario Planning Masjid Jogkariyan memiliki strategi dakwah yang terencana dengan tema-tema tertentu setiap periodenya. Sebagai misal, pada periode 2000-2005, strategi dakwah Masjid Jogokariyan bertekad untuk mengubah tradisi kaum abangan di Kampung Jogokariyan menjadi islami murni. Hal itu dimaksudkan karena sebagian besar penduduk Kampung Jogokariyan adalah bekas abdi dalem keraton yang mempraktikan ajaran Islam dengan kultur Jawa. Masjid Jogokariyan juga mengajak anak-anak muda yang gemar bermabuk-mabukan di jalan untuk diarahkan ke masjid. Ta’mir terutama, menjadikan mereka sebagai petugas keamanan masjid. Selain itu, Masjid Jogokariyan juga mengajak anak-anak kecil untuk beraktivitas di lingkungan masjid. Hal itu dimaksudkan agar anak-anak memiliki kecintaan kepada masjid dan hati mereka selalu terpaut kepada masjid. Lebih jauh lagi, di periode tersebut, Masjid Jogokariyan mulai gencar untuk mengajak warga yang tinggal di sekitar masjid untuk shalat berjamaah di masjid. Pada period tahun 2005-2010, Masjid Jogokariyan merilis program bernama Jogokariyan Darusalam I yang bertujuan untuk membiasakan masyarakat berkomunitas di masjid. Berkat program tersebut, jama’ah shalat subuh meningkat sebanyak 50% atau sebanyak 10 shaff dari jama’ah shalat Jumat. Pada periode tersebut, Masjid Jogokariyan juga berkonsentrasi untuk menyejahterakan jama’ah melalui kegiatan-kegiatan tertentu, seperti lumbung masjid, memperbanyak pelayanan, membuka poliklinik, memberi bantuan beasiswa, memberikan layanan modal bantuan usaha, dan lain-lain.
Sementara itu, pada periode 2010-2015, Masjid Jogokariyan menggagas program Jogokariyan Darusalam II dengan tujuan untuk meningkatkan keagamaan masyarakat. Para pengurus dan ta’mir masjid bertekad untuk menuntaskan masyarakat yang belum menunaikan shalat berjamaah, meningkatkan jama’ah Salat Subuh menjadi 75% atau 14 shaf dari jama’ah Salat Jumat, menjadikan para mantan pemabuk sebagai bagian dari masjid, seperti menjadi relawan, petugas keamanan, dan lain-lain. |
***
Pandemi Covid-19 walaupun banyak memakan korban, ternyata banyak hikmah yang bisa diambil. Salah satunya memacu dan memicu kita untuk mengubah mindset. Semula hidup kita cenderung konsumtif, boros, tidak ada keinginan untuk berhemat. Karena ada pandemi Covit-19, kita mau tidak mau belajar berhemat. Selain itu, dengan adanya pandemi ini semua aktivitas dikerjakan di rumah (Work From Home/ WFH). Semula kita canggung melakukan WFH. Tapi, lama kelamaan kita jadi terbisa melakukannya. Boleh jadi WFH di masa depan akan menjadi pilihan utama bagi orang-orang yang cenderung betah di rumah. Dengan WFH orang menjadi kreatif menciptakan sarana komunikasi yang efektif untuk semua aktivitas pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah. Sebaliknya, mereka-mereka yang jadi korban PHK atau pekerja serabutan dengan adanya pandemi yang berakhir dengan pulang kampung (kalau yang masih punya kampung) bisa melakukan aktivitas bercocok tanam. Aktivitas ini bisa mendorong mereka untuk belajar memanfaatkan setiap jengkal tanah yang kosong. Aktivitas ini juga bisa menggerakkan mereka mewujudkan program ketahanan pangan. Kalau mereka-mereka sudah memiliki mindset seperti ini, sekarang tinggal berbagai pihak yang harus siap membantu mereka. Bantuannya berupa memberikan pelatihan, memfasilitasinya, dan tentu saja mengontrol serta mengevaluasi kegiatan dan hasilnya. Wallahu`alam bissawab.