Subagio S.Waluyo
Kita telah belajar menulis paragraf dengan menggunakan berbagai cara seperti yang dicontohkan dalam tulisan-tulisan yang terdapat di website: www.subagiowaluyo.com. Secara berurutan dijelaskan di website tersebut cara-cara, baik mengaitkan kalimat pertama dengan kalimat yang kedua dan seterusnya maupun mengawali tulisan pada saat kita kesulitan menuliskan kalimat pertama di sebuah paragraf. Cara pertama kita bisa menggunakan konjungsi atau kata penghubung antar kalimat. Ada 53 konjungsi baik berupa kata maupun frasa yang bisa kita gunakan (“2. Saatnya Menulis”). Cara kedua kita bisa menggunakan kata-kata kunci yang bisa digunakan secara berulang-ulang di setiap atau beberapa kalimat dalam satu paragraf (“3. Penggunaan Pengulangan Kata Kunci”). Cara ketiga kita bisa menggunakan definisi. Maksudnya, kita bisa mengawali sebuah tulisan dengan mengutip sebuah definisi (“4. Awali dengan Definisi”). Cara keempat kita juga bisa menggunakan kata tanya seperti apa, kapan, di mana, siapa, mengapa, dan bagaimana (“5. Memulainya dengan Pertanyaan”). Cara kelima kita tentu saja bisa menggunakan pernyataan-pernyataan yang memikat. Dalam hal ini bisa saja kita mengawali tulisan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang bikin pembacanya penasaran. Dengan kata lain, bisa menggunakan kata-kata atau frasa-frasa, bahkan kalimat-kalimat yang bombastis (“6. Awali dengan yang Memikat”). Cara keenam sampai kesepuluh kita bisa mengawali tulisan dengan cara mengutip entah itu dari ungkapan para pakar atau ilmuwan, ayat-ayat Al-Quran dan hadis, lirik-lirik lagu, bait-bait puisi, atau petikan-petikan yang terdapat di cerpen, novel, atau naskah drama. Semua itu bisa dilihat dalam tulisan yang dimulai dari “7. Awali dengan Kutipan (1)” sampai dengan “11. Awali dengan Kutipan (5)”. Sebagai pelengkap, masih di website tersebut, kita juga diarahkan untuk bisa menulis paragraf yang dipancing dengan gambar-gambar, baik gambar-gambar ilustrasi maupun gambar-gambar karikatur (“12. Dipancing dengan Gambar Ilustrasi” dan “13. Dipancing dengan Gambar Karikatur”). Diharapkan dengan cara-cara tersebut, kita dimudahkan menulis paragraf pada saat kita mengalami kebuntuan untuk menuangkan gagasan kita ke dalam sebuah tulisan.
Setelah kita bisa menuangkan gagasan ke dalam tulisan menjadi sebuah paragraf, langkah berikutnya kita menulis wacana. Dalam penulisan wacana kita dibebaskan untuk memilih. Ada empat jenis wacana yang kita bisa bebas memilihnya. Keempat jenis wacana itu adalah sebagai berikut:
- wacana lukisan (deskripsi);
- wacana eksposisi;
- wacana petunjuk; dan
- wacana narasi (fiksi).
Secara berurutan berikut ini kita bahas satu persatu ke empat jenis wacana di atas. Untuk pertama kali dalam penulisan wacana ini (sesuai dengan empat jenis wacana di atas) kita mulai membahas wacana lukisan (deskripsi).
Deskripsi atau pelukisan atau penggambaran dengan kata-kata tentang sesuatu entah itu namanya benda, suasana, keadaan, atau peristiwa. Melalui tulisannya penulis deskripsi menginginkan agar pembacanya bisa melihat yang dilihatnya atau dapat mendengar yang didengarnya atau dapat merasakan yang dirasakannya. Tulisan deskripsi lahir dari hasil pengamatan penulis. Untuk memperoleh tulisan yang benar-benar bisa mendeskripsikan sebuah peristiwa sekalipun dibutuhkan pengamatan yang tajam. Peristiwa Kanjuruhan, misalnya, yang memakan korban sampai 135 orang meninggal dunia dan 583 lainnya cedera, untuk menulis peristiwa tersebut dibutuhkan pengamatan yang mendalam. Penulis bisa saja turun ke lapangan agar memperoleh data yang valid ketika nanti menuangkannya ke dalam tulisan. Bisa juga melalui sarana lainnya seperti membaca media baik cetak maupun online. Bisa juga cukup merekam kejadian melalui pemberitaan di TV atau mengambil dari tunel-tunel Youtube. Salah satu tulisan yang ditulis oleh tim dari Wikipedia Indonesia merupakan contoh tulisan deskriptif yang layak dijadikan contoh ketika tim penulisnya meliput peristiwa tersebut. Kita bisa membaca tulisan `Peristiwa Kanjuruhan` berikut ini.
Pada tanggal 1 Oktober 2022, sebuah insiden penghimpitan kerumunan yang fatal terjadi pasca pertandingan sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Menyusul kekalahan tim tuan rumah Arema dari rivalnya Persebaya Surabaya, sekitar 3.000 pendukung Arema memasuki lapangan. Pihak kepolisian mengatakan bahwa para pendukung membuat kerusuhan dan menyerang para pemain dan ofisial tim, sehingga polisi berusaha melindungi para pemain dan menghentikan kerusuhan tersebut, namun massa justru bentrok dengan aparat keamanan. Sebagai tanggapan, unit polisi anti huru hara menembakkan gas air mata, dengan beberapanya ke arah tribun selatan yang tidak terdapat gesekan, yang memicu berlariannya para penonton untuk menghindarinya. Hal ini menimbulkan penumpukan kerumunan. Sebuah penghimpitan kerumunan terjadi di pintu keluar, menyebabkan sejumlah supporter mengalami asfiksia. Sampai pada tanggal 24 Oktober, tercatat ada sebanyak 135 orang yang tewas, dan 583 orang lainnya cedera. Bencana tersebut merupakan bencana paling mematikan kedua dalam sejarah sepak bola di seluruh dunia, setelah tragedi Estadio Nacional 1964 di Peru yang menewaskan 328 orang. Dengan demikian, bencana ini adalah yang paling mematikan di Asia, Indonesia, dan belahan bumi bagian timur. Pada tanggal 6 Oktober 2022, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Listyo Sigit Prabowo mengumumkan enam tersangka: direktur penyelenggara pertandingan PT Liga Indonesia Baru (LIB), kepala petugas keamanan Arema, panitia pelaksana pertandingan Arema atas kelalaian dan tiga petugas polisi atas penggunaan gas air mata.[ Latar Belakang Hooliganisme sepak bola memiliki sejarah panjang di Indonesia, dengan puluhan suporter tewas sejak tahun 1990-an. Klub-klub penggemar beberapa tim memiliki apa yang disebut “komandan”, dan unit polisi anti huru hara hadir di banyak pertandingan, dengan suar sering digunakan untuk membubarkan kerumunan kerusuhan yang menginvasi lapangan. Pada tahun 2018, kerusuhan di Kanjuruhan setelah pertandingan antara Arema Malang dan Persib Bandung mengakibatkan korban jiwa setelah polisi anti huru hara menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa. Meskipun peraturan FIFA 19b menyatakan bahwa gas air mata tidak boleh digunakan di stadion oleh petugas di pinggir lapangan atau polisi, gas air mata tetap digunakan oleh unit anti huru hara kepolisian Indonesia untuk mengamankan pertandingan sepak bola. Peraturan FIFA bersifat opsional ketika sebuah asosiasi atau konfederasi mengatur sebuah acara dengan peraturan kompetisinya sendiri. Oleh karena itu, peraturan tersebut hanya dapat berfungsi sebagai pedoman. Arema dan Persebaya Surabaya, dua klub yang sudah lama bersaing dalam Derbi Super Jawa Timur, dijadwalkan untuk memainkan pertandingan musim reguler Liga 1 di Stadion Kanjuruhan Malang yang berkapasitas 42.000 orang pada tanggal 1 Oktober. Karena masalah keamanan, polisi telah meminta agar pertandingan diadakan lebih awal pada sore hari pukul 15:30 WIB (08:30 UTC), bukan pukul 20:00 (13:00 UTC), dan hanya 38.000 orang yang diizinkan untuk menonton; namun permintaan itu tidak diterima oleh ofisial Liga 1 dan penyelenggara pertandingan, dan 42.000 tiket dicetak. Namun, mengikuti saran polisi, tiket pertandingan tidak disediakan untuk para pendukung Persebaya. Kapolres Malang sempat melakukan pembicaraan via telepon dengan Direktur Operasional LIB, Sujarno, yang mengatakan pertandingan harus tetap digelar pada malam hari. Insiden Selama pertandingan berlangsung, situasi pengamanan berjalan lancar dan tanpa insiden besar. Setelah pertandingan berakhir, di mana Persebaya mengalahkan Arema 3-2 – kemenangan pertama Persebaya saat tandang ke Arema, empat penonton dari tribun 9 dan 10 masuk ke lapangan untuk berfoto bersama pemain Arema. Menurut seorang saksi, mereka dikejar oleh polisi, yang menarik baju mereka dan memukuli mereka; hal ini memicu suporter lain untuk masuk ke area lapangan. Sekitar 3.000 pendukung Arema, yang dijuluki Aremania, menginvasi lapangan. Grup suporter pertama yang menyerbu lapangan berasal dari tribun 12. Mereka berpencar di sekitar lapangan mencari pemain dan ofisial tim mereka, menuntut penjelasan tentang kekalahan “setelah 23 tahun tidak terkalahkan dalam pertandingan kandang” melawan rivalnya, Persebaya. Petugas keamanan dan polisi mencoba mengalihkan lebih banyak Aremania menjauh dari lapangan, namun gagal. Kemudian Aremania mulai melemparkan benda-benda, merusak kendaraan polisi dan menyalakan api di dalam stadion, memaksa para pemain Persebaya bergegas berlindung di dalam ruang ganti dan lalu dilarikan lagi ke dalam mobil personel lapis baja milik polisi selama satu jam sebelum mereka bisa meninggalkan stadion. Setelah “tindakan pencegahan” gagal, polisi mulai menggunakan gas air mata dalam upaya untuk membubarkan para perusuh di lapangan. Awalnya, polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun 12, dengan tribun 10,11, dan 14 kemudian ditargetkan, diikuti oleh tribun selatan dan utara. Ini mengakibatkan para aremania yang berada di sana berlarian ke arah pintu keluar (gerbang 12-14) untuk menghindari gas air mata. Semua gerbang dikunci kecuali gerbang 14, menyebabkan penumpukan, penghimpitan kerumunan dan asfiksia, dengan sebagian besar korban ditemukan di gerbang 13 dan 14. Gas air mata juga dikerahkan di luar stadion. Listyo mengklaim 11 gas air mata ditembakkan dalam bencana ini (7 tembakan ke selatan, 1 tembakan ke utara dan 3 tembakan ke lapangan). Sementara The Washington Post melaporkan bahwa polisi menembakkan sedikitnya 40 peluru gas air mata ke arah kerumunan dalam waktu 10 menit. Pihak kepolisian mengatakan bahwa sepuluh kendaraan polisi dan tiga kendaraan pribadi hancur dirusak oleh Aremania. Sesaat setelah kerusuhan, ruang lobi dan ruang ganti pemain digunakan sebagai posko evakuasi darurat, dengan para pemain dan ofisial Arema membantu mengevakuasi korban yang masih berada di dalam stadion. Para korban dibawa ke rumah sakit dengan ambulans dan truk TNI. Banyak yang meninggal dalam perjalanan ke atau selama perawatan. Korban Pada tanggal 5 Oktober 2022, Kepolisian Republik Indonesia mengkonfirmasi 131 korban jiwa akibat bencana ini. Data ini senada dengan laporan sebelumnya dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang yang menyebutkan sebanyak 131 orang meninggal akibat bencana ini. Sementara itu, 133 kematian dilaporkan oleh Posko Pusat Krisis Postmortem, yang didirikan oleh pemerintah Kabupaten Malang. Aremania membantah angka resmi tersebut, dan menduga bahwa lebih dari 200 orang kemungkinan tewas, karena beberapa jenazah yang tewas langsung dikembalikan ke keluarga mereka alih-alih dibawa ke rumah sakit dalam korban tewas. Jumlahnya diperkirakan akan meningkat karena beberapa. Sebanyak 39 orang berusia 3 sampai 17 tahun juga termasuk korban yang ditangani situasinya “memburuk”. Hingga 18 Oktober 2022, jumlah korban yang dilaporkan adalah 583 orang terluka dan 133 orang tewas. Korban ke-135 meninggal pada 24 Oktober 2022. Pemerintah Kota Malang membiayai perawatan medis para korban. Rumah Sakit Daerah Kepanjen dan Rumah Sakit Wava dilaporkan penuh dengan korban dari bencana tersebut, yang menyebabkan beberapa dikirim ke rumah sakit lain di sekitar kota. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, mengumumkan bahwa pemerintah Jawa Timur akan memberikan kompensasi finansial bagi keluarga korban. Setiap keluarga terdekat dari korban meninggal akan menerima Rp 10 juta, sementara korban luka-luka akan menerima Rp 5 juta. Pada tanggal 4 Oktober 2022, Jokowi mengumumkan pemberian kompensasi finansial tambahan sebesar Rp 50 juta dari pemerintah pusat kepada setiap keluarga terdekat korban yang meninggal. Bencana ini merupakan yang paling mematikan kedua dalam sejarah sepak bola di seluruh dunia, setelah bencana Estadio Nacional tahun 1964 di Peru, yang menewaskan 328 orang. Buntut Akibat insiden tersebut, Presiden Joko Widodo kemudian menginstruksikan asosiasi untuk menangguhkan semua pertandingan Liga 1 sampai semua “evaluasi perbaikan prosedur keamanan” dilakukan. Diikuti oleh tim pencari fakta gabungan yang memutuskan bahwa semua pertandingan liga sepak bola (Liga 1, Liga 2 dan Liga 3) dihentikan sementara hingga Presiden mengatakan hal itu dapat dinormalisasi. Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) meminta maaf atas insiden tersebut dan mengumumkan larangan pertandingan kandang bagi Arema di sisa musim ini. PSSI juga menyatakan bahwa keputusan untuk tetap menggelar pertandingan oleh PT Liga Indonesia Baru, yang merupakan penyelenggara pertandingan, telah disepakati dengan para pemangku kepentingan sepak bola Indonesia lainnya. Selain itu, Jokowi juga memerintahkan semua stadion Liga 1, 2 dan 3 untuk diaudit penuh oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. Pada tanggal 3 Oktober 2022, dua hari setelah kejadian tersebut, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolres Malang, Ajun Komisaris Besar Polisi Ferli Hidayat, dari tugasnya. Kapolda Jawa Timur Nico Afinta, dan sembilan komandan Brimob Polda Jawa Timur juga dicopot. Juga pada 3 Oktober 2022, PSSI mengumumkan bahwa pertandingan grup B kualifikasi Piala Asia U-17 AFC 2023, yang diadakan di Indonesia, akan dimainkan secara tertutup mulai malam itu. Pada tanggal 4 Oktober 2022, seorang polisi ditahan selama 21 hari karena menggunakan akun Twitter resmi kepolisian Srandakan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan mencuitkan “Modyarr!” dan “Salut sama pak tentara, musnahkan” sebagai tanggapan terhadap netizen Indonesia yang membahas penggunaan gas air mata dalam insiden tersebut. Setelah kejadian tersebut, sebuah video yang menunjukkan tentara Indonesia memukuli dan menendang suporter Arema muncul ke permukaan. Panglima TNI Andika Perkasa berjanji bahwa tindakan tersebut tidak dipandang sebagai pembelaan diri, dan tentara yang terlibat akan dijerat dengan hukum pidana. Setelah pertemuannya dengan Presiden FIFA Gianni Infantino pada 18 Oktober 2022, Widodo mengeluarkan perintah untuk menonaktifkan Stadion Kanjuruhan, membongkar dan membangunnya kembali sesuai dengan standar FIFA. Legal Menyusul insiden tersebut, ada seruan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), sebuah lembaga pengkajian masalah pertahanan dan keamanan Indonesia, dan Indonesian Police Watch (IPW) untuk memecat Kapolres Malang, Ajun Komisaris Besar Ferli Hidayat. ISESS juga mendesak pemecatan Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Nico Afinta, sedangkan IPW meminta Afinta untuk membawa para penyelenggara pertandingan ke persidangan. Komisi Disiplin PSSI menjatuhkan hukuman larangan beraktivitas di dunia sepakbola seumur hidup kepada ketua panitia pelaksana pertandingan Arema, Abdul Haris, dan kepala keamanan Arema, Suko Sutrisno. Selain itu, Arema dikenai denda Rp 250 juta, dan Arema dilarang menggelar pertandingan dengan penonton sebagai tuan rumah. Pertandingan harus digelar jauh dari home base Malang, yakni sejauh 250 km dari lokasi. Investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia (KOMNAS HAM) berencana untuk menyelidiki insiden tersebut dan pemakaian gas air mata oleh polisi. Meskipun aturan FIFA mengatakan bahwa gas air mata tidak boleh digunakan di dalam stadion, kepala polisi daerah membela penggunaannya, dengan alasan ancaman yang ditimbulkan oleh para perusuh terhadap pemain dan ofisial. Namun, polisi juga menyatakan bahwa mereka akan mengevaluasi penggunaan gas air mata. Penyelidik juga memeriksa peran 18 petugas polisi yang mengoperasikan peluncur gas air mata. Pada 12 Oktober 2022, KOMNAS HAM mempublikasikan temuan mereka. Pada tanggal 14 Oktober 2022, Narasi, sebuah kantor berita independen Indonesia, merilis investigasi visual dengan menyajikan urutan bencana, menyoroti penyalahgunaan gas air mata. Narasi mengumpulkan lebih dari 80 rekaman video amatir. Polisi Polisi menyelidiki rekaman CCTV di enam gerbang Stadion Kanjuruhan pada 4 Oktober. Khususnya, gerbang 3 dan 9-13 karena hasil dari analisis awal menilai sebagian besar korban berada di gerbang tersebut. Pada 6 Oktober 2022, Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengumumkan enam tersangka. Ahmad Hadi Lukita, direktur PT Liga Indonesia Baru, didakwa karena kelalaiannya dalam verifikasi stadion. Abdul Haris, ketua panitia pelaksana pertandingan Arema, didakwa karena tidak memenuhi kewajiban membuat seperangkat aturan atau pedoman keselamatan bagi penonton, serta mengizinkan penjualan tiket di atas kapasitas stadion. Suko Sutrisno, kepala keamanan Arema, didakwa karena tidak membuat dokumen pengkajian risiko, dan memerintahkan penjaga pintu gerbang untuk meninggalkan gerbang stadion saat bencana terjadi.Tiga petugas polisi juga dijadikan tersangka: Wahyu SS, yang merupakan Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS, karena mengabaikan aturan FIFA tentang larangan penggunaan gas air mata, meskipun dirinya mengetahui aturan tersebut; lalu Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman karena memerintahkan anggotanya untuk menembakan gas air ke arah penonton; dan Kasat Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Polisi Bambang Sidik Achmadi, yang juga memerintahkan anak buahnya menembak gas air mata.Mereka dijerat Pasal 359 dan 360 KUHP, serta Pasal 103 juncto Pasal 52 UU RI No. 11/2022 tentang Keolahragaan. Pada 10 Oktober 2022, polisi mengakui telah menggunakan gas air mata kadaluarsa. Tim pencari fakta menyerahkan sampel gas air mata kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk menganalisis gas air mata yang digunakan oleh polisi untuk menemukan kemungkinan adanya racun atau senyawa lain dalam gas air mata, untuk menentukan senyawa yang menyebabkan cedera atau kematian para korban. Sampel gas air mata tersebut berasal dari tiga tempat penyimpanan gas air mata Polri yang terpisah, yaitu dari Brimob, Korps Samapta, dan Polres Malang. Karena masalah gas air mata yang kadaluarsa, orang tua dari dua korban yang meninggal dalam tragedi tersebut mengajukan permintaan otopsi ulang pada tubuh putri mereka, sang ayah mempertanyakan penyebab kematian kedua putrinya. Pada 15 November 2022, Polda Jawa Timur memanggil dokter dari Rumah Sakit Wava Husada, Kepanjen, untuk memberikan kesaksian terhadap tersangka terhadap KUHP pasal 359 dan 360, yang mana mengatur tentang hukuman dari mengakibatkan seseorang mengalami cidera serius atau kematian karena ketidak sengajaan, dan juga pasal 103 paragraf 1 Jo undang-undang pasal 52 nomor 11 tahun 2022, yang terkait dengan olah raga. Hingga tanggal itu, sebelas dokter telah memberikan kesaksian. Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Pada tanggal 3 Oktober 2022, tim gabungan independen pencari fakta atau disingkat TGIPF, yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, dibentuk. Tidak ada anggota Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang tergabung dalam tim pencari fakta tersebut. Pada 14 Oktober 2022, tim pencari fakta menyerahkan laporan akhir investigasi setebal 124 halaman kepada presiden. Sementara laporan lengkapnya dirahasiakan, ringkasan dan kutipan dari laporan tersebut telah tersedia. Laporan tersebut meletakkan kesalahan pada enam pihak yang terlibat dalam insiden tersebut: PSSI, LIB, panitia penyelenggara pertandingan, petugas keamanan pertandingan, Kepolisian dan TNI, serta suporter Arema. Dari pihak-pihak yang terlibat, PSSI dituding oleh tim pencari fakta sebagai penyebab utama insiden tersebut. Tim pencari fakta menilai ada delapan kesalahan yang dilakukan PSSI, dan ketua umum PSSI serta anggota komite eksekutif harus mengundurkan diri atas musibah Kanjuruhan. Di sisi lain, PSSI menolak rekomendasi tim gabungan pencari fakta agar PSSI melakukan perombakan kepengurusan melalui Kongres Luar Biasa (KLB). PSSI mengklaim itu hanya rekomendasi saja. Pada 28 Oktober 2022, komisaris eksekutif PSSI mengumumkan bahwa mereka akan menggelar kongres luar biasa, setelah perwakilan klub dan anggota PSSI mengutip Pasal 34 Statuta PSSI. Pada saat tim pencari fakta mengumumkan laporan akhir, BRIN belum menyelesaikan analisis sampel gas air mata dan masih menilai toksisitas dan melakukan profiling toksin secara lengkap. Meskipun demikian, laporan BRIN yang dihasilkan dan kemudian diserahkan sebagai addendum laporan akhir tim pencari fakta, tim pencari fakta menekankan bahwa konsentrasi tinggi gas air mata adalah penyebab utama dari cedera dan kematian. Pada 21 Oktober 2022, BRIN menyerahkan hasil analisis laboratorium gas air mata ke TGIPF. Namun, TGIPF melalui Mahfud MD tidak mengumumkan hasil itu ke publik. Menurut Mahfud, TGIPF menyimpulkan bahwa akar permasalahan dari kepanikan yang menyebabkan kematian ratusan orang pada tragedi disebabkan oleh penggunaan gas air mata. Menurut Polda Jawa Timur, gas air mata yang digunakan tidak berbahaya. Tim pencari fakta juga menemukan rekaman CCTV di Stadion Kanjuruhan yang diduga telah dihapus, mengindikasikan kemungkinan adanya upaya menutup-nutupi. Rekaman tersebut berasal dari lobi utama dan area parkir dengan durasi 3 jam 21 menit. Otopsi Pada 5 November 2022, tim independen dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) melakukan otopsi terhadap jenazah dua korban setelah sebelumnya ditunda. Keluarga korban mengatakan bahwa polisi telah mengintimidasi mereka. Ekshumasi dua korban perempuan, berusia 16 dan 13 tahun, dilakukan di TPU Sukolilo, Wajak. Hasil dari otopsi ini diharapkan akan dirilis dalam tiga minggu. Pada 30 November 2022, PDFI mengumumkan hasil otopsi di Universitas Airlangga melalui ketua perhimpunan, Nabil Bahasuan. Mereka menyatakan bahwa di dalam tubuh korban tidak mengandung residu gas air mata. Mereka menemukan bahwa penyebab kematian dua jenazah tersebut karena patah tulang pada tulang iga dan dada dan terjadi pendarahan. Mereka juga menyatakan bahwa kondisi jenazah telah terurai saat waktu pengambilan sampel. Namun begitu, kuasa hukum keluarga korban mengklaim bahwa saat korban ditemukan saat tragedi, korban didapati dengan wajah menghitam, busa keluar dari mulut korban, dan urin keluar. Reaksi FIFA Pada 6 Oktober 2022, Presiden Jokowi mengirim surat kepada Presiden FIFA Gianni Infantino melalui Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir. FIFA membalas surat tersebut pada 7 Oktober 2022 sebagai berikut: 1. Tidak ada sanksi yang diberikan kepada Indonesia dan Tim Nasional Indonesia dari FIFA 2. Kolaborasi antara pemerintah Indonesia, FIFA, AFC dan PSSI akan dibentuk dengan tujuan: 1) Menetapkan standar keamanan stadion untuk semua stadion sepak bola di Indonesia. 2) Merumuskan protokol dan prosedur keamanan yang harus dijalankan oleh polisi untuk memenuhi standar internasional. 3) Membina diskusi antara klub-klub sepak bola Indonesia dan perwakilan suporter untuk mengumpulkan masukan dan komitmen bersama. 4) Mengkaji ulang jadwal pertandingan sepak bola dan melakukan analisis risiko-manfaat. 5) Mengundang para pakar untuk tujuan bimbingan dan pemberian saran. 3. Pendirian kantor khusus FIFA di Indonesia Pada 18 Oktober 2022, Infantino bertemu Jokowi di Istana Merdeka. Dalam pertemuan tersebut, pemerintah Indonesia dan FIFA sepakat untuk: 1) Membenahi sistem, infrastruktur, dan budaya penggemar sepak bola Indonesia. 2) Memastikan semua aspek dalam kompetisi sepak bola Indonesia akan dijalankan di bawah standar FIFA. 3) Memastikan semua aspek dalam keamanan pertandingan akan dijalankan di bawah standar FIFA. 4) Mengkaji ulang semua kelayakan stadion dan menerapkan teknologi terkini. 5) Mengubah standar sepakbola Indonesia secara komprehensif sesuai dengan standar FIFA. Pengkajian terhadap seluruh pemangku kepentingan sepak bola Indonesia akan dilakukan bersama oleh pemerintah Indonesia dan FIFA. 6) Menyelenggarakan Piala Dunia FIFA U-20 2023, dengan Indonesia sebagai tuan rumah turnamen sesuai rencana dan jadwal. Turnamen ini akan dikelola bersama oleh pemerintah Indonesia dan FIFA. (https://id.wikipedia.org/wiki/Tragedi_Stadion_Kanjuruhan_2022 ) |
Ternyata, begitu baik tim penulis Wikipedia Indonesia meliput sebuah peristiwa sehingga menjadi sebuah tulisan deskriptif. Tulisan diawali dengan sebuah prolog (walaupun di awal tulisan tidak berjudul) yang menggambarkan secara garis besar isi peristiwa tersebut. Di awal tulisan disampaikan bahwa `Peristiwa Kanjuruhan` yang terjadi pada 1 Oktober 2022 dimulai dari 3000 orang suppoter Arema yang masuk ke lapangan karena tidak puas dengan kekalahan yang diderita oleh tim kesebelasan kesayangannya dari Persebaya. Khawatir terjadi kerusuhan masuklah polisi antihuru-hara yang dengan gas air matanya menembakkannya ke arah supporter dan ke beberapa titik di tribun. Akibatnya, 135 orang meninggal dunia dan 583 orang cedera (24/10-2022). Bencana Kanjuruhan termasuk bencana terbesar kedua setelah di Peru, tepatnya di Estadio Nacional (1964) yang memakan korban sebesar 328 orang meninggal dunia. Atas kejadian tersebut, Kapolri (Listyo Sigit) mengumumkan ada enam orang dijadikan tersangka.
Liputan `Peristiwa Kanjuruhan` tidak cukup sampai di situ. Tim penulis Wikipedia Indonesia juga menuliskan Latar Belakang kejadian serupa yang disebut sebagai Hooliganisme (perilaku mengganggu dan melanggar hukum karena merusak sehingga timbul kerusuhan, bullying, dan vandalisme yang dilakukan oleh penggemar sepakbola yang terlalu fanatif dengan tim kesebalasannya). Di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1990-an. Di Stadion Kanjuruhan sendiri pada tahun 2018 pernah terjadi kerusuhan ketika Arema Malang berhadapan Persib Bandung. Lagi-lagi dalam kerusuhan tersebut polisi menggunakan gas air mata meskipun telah diingatkan oleh Peraturan FIFA Pasal 19b untuk tidak menggunakan gas air mata di stadion. Di Latar Belakang juga disampaikan kronologi kejadiannya. Tim penulis Wikipedia Indonesia juga menyampaikan insiden yang terjadi berikut korbannnya yang masih simpang-siur terutama jumlah korban yang meninggal karena ada berbeda versi pihak kepolisian dan Dinas Kesehatan Malang dengan Arema. Meskipun demikian, pada tanggal 24 Oktober 2022 diberitahukan 135 orang yang meninggal dunia dan 583 orang yang cedera. Memang, dari segi jumlah `Peristiwa Kanjuruhan` lebih sedikit korbannya daripada di Peru (1964), tapi peristiwa tersebut berbuntut panjang (lihat tulisan di atas di subjudul `Buntut`). Bahkan, peristiwa tersebut mengundang Komnas HAM dan TIGPF untuk melakukan investigasi. Hasil investigasi dipublikasikan oleh Komnas HAM. Sedangkan TIGPF telah menyerahkan hasilnya ke presiden meskipun ada beberapa temuan yang tidak dilaporkan. TIGPF melaporkan bahwa akar masalah `Peristiwa Kanjuruhan` adalah penggunaan gas air mata oleh polisi sehingga timbul kerusuhan, kepanikan, dan berujung pada jatuhnya korban.
Tim penulis Wikipedia Indonesia telah menyajikan sebuah tulisan deskripsi yang berkaitan dengan `Peristiwa Kanjuruhan`. Kita juga sebenarnya bisa melakukan hal yang sama. Untuk bisa melakukannya diperlukan latihan menulis yang dimulai dari pengamatan. Tidak cukup pengamatan, kita juga perlu banyak mengumpulkan referensi agar tulisan deskripsi yang kita tulis benar-benar enak dibaca atau diapresiasi pembacanya. Mau belajar menulis deskripsi? Coba cari tulisan yang berkaitan dengan `Peristiwa Gempa Bumi di Cianjur`! Setelah menemukan tulisannya, cari bahan-bahan referensi yang bisa dijadikan data untuk memperkuat kevalidan tulisan kita! Semoga kita bisa melakukannya!