Subagio S.Waluyo

…………………………………………………………………………………………………..

Cita-cita besar para pendiri bangsa saat mendirikan Indonesia pun sangat mulia. Seperti yang tertulis dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”.

Namun, cita-cita besar tersebut belum sepenuhnya tercapai dan dirasakan secara merata oleh semua warga negara. Penyebabnya sederhana, yakni praktik korupsi. Ya, musuh terbesar bangsa ini bukan lagi penjajah, tetapi korupsi. Jika korupsi diibaratkan bibit penyakit, dan Indonesia diibaratkan tubuh, maka kondisinya saat ini adalah fungsi-fungsi organ tubuh (vital) di Indonesia sedang diserang bibit penyakit yang maha hebat.

……………………………………………………………………………………………………

(https://trulyoktopurba.wordpress.com/2018/08/18/merdeka-dari-gurita-korupsi/)

***

Siapa yang layak meneriakkan `Katakan tidak pada korupsi`? Apakah seorang pejabat publik boleh meneriakkan itu? Boleh-boleh saja asal pejabat publik tersebut masih memiliki integritas. Selain itu, memang sudah terbukti pejabat publik tersebut telah bersih darahnya, otaknya, dan hatinya. Artinya, dia benar-benar pejabat publik yang sudah terbukti baik moralnya. Kalau masih diragukan integritasnya, kita tidak bisa banyak berharap pada pejabat publik semacam itu. Jangan-jangan tipe pejabat publik seperti itu sekedar sebuah adagium `maling teriak maling`. Tipe pejabat publik seperti itu boleh jadi termasuk berupaya menjadi tipe pejabat `cari selamat`. Padahal boleh jadi juga dia telah kaya dengan hasil korupsinya.

          Bagaimana juga dengan pengusaha? Sama saja dengan pejabat publik yang punya integritas boleh-boleh saja. Tapi, kalau sang pengusaha sudah sering berhubungan dengan penguasa, pengusaha macam ini dijamin tidak bisa dipercaya semua yang dilakukannya. Perilakunya dengan penguasa bisa-bisa saja 11-12. Beda-beda tipislah dengan penguasa yang sudah jelas-jelas tidak punya integritas atau tidak bermoral! Meskipun demikian, kita harus tetap punya harapan karena masih ada orang-orang yang bisa diberdayakan untuk melakukan pencegahan tipikor sehingga mereka ini juga sangat layak untuk meneriakkan `Katakan tidak pada korupsi`. Siapa itu orangnya? Kita bisa berharap pada orang-orang akademis. Pada merekalah kita masih bisa berharap karena orang-orang akademis tingkat integritasnya masih belum seburuk kalangan pejabat publik (penguasa) dan pengusaha.

       Harapan besar untuk melakukan pencegahan tipikor tertumpu pada kalangan akademis mengingat mereka adalah orang-orang yang bisa berpikir logis dan realistis. Selain itu, mereka sebagian besar masih memiliki integritas dan moral (meskipun baru-baru ini ada petinggi PTN yang terjaring operasi KPK karena menerima suap). Di antara kalangan akademis yang memang sangat dibutuhkan untuk melakukan pencegahan tipikor adalah mahasiswa. Mahasiswa seperti kita ketahui adalah orang-orang muda yang energik, punya vitalitas, pemikirannya (mudah-mudahan) masih bersih, punya idealisme, dan tentu saja smart (cerdas). Meskipun mereka memiliki banyak kelebihan karena kemudaan usianya, dalam melakukan aktivitas pencegahan tipikor tetap harus didampingi oleh orang-orang yang lebih senior (dalam hal ini dosen-dosennya). Dosen-dosen yang mendampingi mereka tentu saja juga orang-orang yang memiliki integritas dan moral yang baik karena kalau tidak sangat boleh jadi orang-orang yang akan didampinginya suatu saat akan diajak ke perbuatan-perbuatan negatif. Jadi, untuk pencegahan terjadinya tipikor (yang paling utama di PT-nya sendiri baru di tempat lain yang terdekat) para mahasiswa harus didampingi para dosen.

***

Dalam melakukan pencegahan tipikor, baik mahasiswa maupun dosen sebaiknya juga melakukan pengawasan dan pengevaluasian. Dalam hal ini pengawasan harus benar-benar obyektif. Untuk bisa melakukan pengawasan yang obyektif tentu saja harus bisa dibuktikan bahwa suatu kegiatan sudah dilakukan sesuai dengan rencana. Dengan cara demikian, sebuah pengawasan akan terjaga kualitas pelaksanaannya. Bahkan, pengawasan itu lebih merupakan langkah antisipasi terhadap upaya penyimpangan atau penyelewengan (Samodra Wibawa, 2012:94). Jadi, dengan adanya pengawasan sebuah perencanaan tidak akan menyimpang ketika diimplementasikan atau pekerjaan apapun yang dikerjakan seorang birokrat sesuai dengan regulasinya. Selain itu, tentu saja sebuah pengawasan yang benar-benar dilakukan dengan baik dan benar akan bisa menghindari adanya upaya penyimpangan atau penyelewengan. Dengan demikian, kalau sampai saat ini, misalnya dalam pelayanan publik, baik yang ada di PT-nya maupun di salah satu instansi pemerintah terdekat dari PT-nya masih ada penyimpangan dan penyelewengan, sangat boleh jadi hal itu disebabkan pengawasan yang dilakukan masih tergolong lemah.

   Pengawasan yang tergolong lemah tentu saja akan berdampak pada langkah berikutnya, yaitu pengevaluasian. Artinya, kalau sudah jelas-jelas dari hasil pengawasan saja, misalnya, sudah terbukti adanya penyimpangan, bagaimana pula dengan pengevaluasiannya? Kenapa bisa dikatakan seperti itu? Untuk bisa menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu melihat bahwa dengan melakukan evaluasi kita akan bisa memperoleh jawaban sebagaimana yang terdapat pada uraian berikut ini.

a.    Menjelaskan yang sesungguhnya terjadi.

b.    Mengetahui pelaksanaan telah sesuai rencana atau standar prosedur.

c.    Mengawasi hasil pekerjaan telah sampai ke tangan sasaran (di saat seperti itu adakah penyimpangan terjadi?).

d.  Menghitung manfaat dan dampak sosial, ekonomi, dan politik dari semua kegiatan tersebut.

e.  Menimbang program atau kebijakan yang telah dirancang perlu diteruskan di masa mendatang atau sebaliknya cukup dihentikan dulu.

(Samodra Wibawa, 2012:95)

Di butir d., misalnya, disebutkan bahwa dengan adanya evaluasi kita bisa menghitung manfaat dan dampak sosial, ekonomi, dan politik tersebut. Jadi, ketika melakukan evaluasi terhadap sebuah aktivitas pelayanan publik yang ternyata menyimpang (bahkan, cenderung menyeleweng) dari rencana atau regulasi, kita sudah bisa memperkirakan akan terjadi dampaknya entah itu dampak ekonomi, sosial, atau bisa juga politik. Dengan cara melakukan butir d. itu kita juga bisa membuat pertimbangan terhadap sebuah program atau kebijakan (lihat butir e. di atas) apakah di masa mendatang, baik program maupun kebijakan itu perlu diteruskan atau perlu dihentikan? Di samping itu, dalam melakukan pengevaluasian juga diperlukan adanya kriteria yang harus dipenuhi. Kriteria yang harus dipenuhi bisa dilihat pada uraian di bawah ini.

a. Valid dan relevan, maksudnya informasi yang dikumpulkan memang menjawab pertanyaan yang dibutuhkan.

b.  Signifikan, yaitu informasi yang dihasilkan adalah baru dan penting.

c.  Reliabel, dalam hal ini data yang diperoleh dapat dipercaya melalui penelitian yang serius dan sistematis.

d.   Obyektif, artinya tidak bias, imbang, atau tidak memihak.

e.   Tepat Waktu: tidak terlambat atau terlalu cepat.

f.   Berguna, maksudnya mudah dimengerti dan dimanfaatkan oleh pelaku dan pembuat kebijakan.

(Samodra Wibawa, 2012: 96)

Dengan melihat pada uraian yang terdapat di kedua kotak di atas, tampaknya masyarakat yang terlibat dalam aktivitas pengawasan dan pengevaluasian adalah para mahasiswa yang didampingi oleh dosen-dosennya. Artinya, orang-orang yang terlibat itu setidak-tidaknya memahami sekali muatan yang terdapat di kedua kotak di atas karena buat mereka butir-butir yang terdapat di kedua kotak tersebut akrab dengan dunia penelitian yang memang kerap digelutinya. Orang-orang yang tidak terbiasa dengan data-data penelitian sangat sulit untuk mengoperasionalkannya. Dalam hal ini kemampuan menganalisis sangat dibutuhkan ketika melakukan pengevaluasian.

          Bagaimana cara memperoleh data atau informasi ketika melakukan pengevaluasian? Samodra Wibawa (2012:96) menyarankan hal-hal berikut ini.

  1. Bertanya kepada berbagai pihak terkait.
  2. Melakukan dengar-pendapat, baik secara resmi maupun semi resmi dengan berbagai pihak (semacam FGD).
  3. Membaca koran, majalah, baik cetak maupun online.
  4. Melakukan observasi ke lokasi kegiatan.
  5. Melakukan survai atau menyebarkan angket/kuesioner.

Lagi-lagi untuk bisa melakukan butir-butir di atas mau tidak mau harus melibatkan para mahasiswa yang didampingi oleh dosen-dosennya. Di luar itu tampaknya sangat sulit untuk bisa melakukan kelima saran di atas. Bukankah dalam pemberdayaan masyarakat itu juga tidak menutup kemungkinan untuk melibatkan masyarakat akademis (bisa juga orang-orang yang aktif di LSM)?

***

Mahasiswa sebagai salah satu sivitas akademika yang dipercayakan untuk melakukan pencegahan tipikor sebagaimana disampaikan di atas harus memiliki integritas dan moral yang baik. Untuk itu, setiap mahasiswa harus terhindar dari perilaku yang mendekati perbuatan korupsi. Tulisan di bawah ini cukup menarik disimak dan dijadikan bahan pelajaran buat para mahasiswa sebelum terjun ke lapangan. Di situ penulis menyampaikan ada lima korupsi yang harus dihindari. Kelima korupsi itu adalah titip absen dan bolos kuliah, menyontek lembar jawaban teman, copy paste tugas teman, memalsukan data untuk beasiswa, dan menggunakan uang kuliah untuk kepentingan pribadi. Untuk lebih jelasnya, silakan disimak dan dipelajari tulsian berikut ini.

Hindari Guys! Tanpa Disadari Kamu Suka Melakukan 5 Korupsi Mahasiswa Ini

Apakah kamu sedang melakukan korupsi mahasiswa? Apa saja perilaku mahasiswa yang termasuk dalam korupsi mahasiswa?

Yuk, simak tindakan korupsi mahasiswa!

Korupsi Mahasiswa

Mahasiswa memang dikenal sebagai kalangan yang kreatif. Mereka penuh dengan ide-ide yang cemerlang.

Namun, ternyata ide-ide yang cemerlang tidak hanya ada pada tindakan yang positif saja. Tapi, ide-ide cemerlang mahasiswa juga ada pada tindakan yang negatif.

Padahal, mahasiswa dikenal sebagai orang yang terpelajar. Seharusnya, dengan pendidikan yang baik maka perilakunya juga diharapkan juga lebih baik jika dibandingkan dengan orang yang kurang terpelajar.

Namun, sayangnya banyak mahasiswa yang secara tidak sadar telah melakukan tindakan yang kurang terpuji. Hal ini juga dapat dikatakan sebagian mahasiswa melakukan tindakan korupsi secara tidak langsung.

Mungkin pada awalnya, tindakan korupsi mahasiswa dinilai sebagai hal yang sepele. Tapi, hal tersebut bisa saja berdampak pada hal yang lebih besar di kemudian hari.

Jika kamu adalah mahasiswa, apakah kamu sudah mengetahui tindakan apa yang termasuk dalam korupsi mahasiswa?

Langsung aja simak tindakan korupsi mahasiswa berikut ya.

5 Korupsi Mahasiswa

Kali ini rubrik Finansialku telah merangkumkan tindakan-tindakan yang termasuk dalam korupsi mahasiswa.

Berikut 5 tindakan korupsi mahasiswa!

 #1 Titip Absen dan Bolos Kuliah

Tindakan korupsi mahasiswa yang mungkin paling sering dilakukan adalah titip absen atau lebih dikenal dengan istilah tipsen, ya kan guys? Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu sering melakukan tipsen?

Tanpa disadari ternyata melakukan tipsen juga merupakan tindakan korupsi lho guys. Hal ini menandakan bahwa kamu adalah mahasiswa yang malas.

Hmm, biasanya hal ini dilakukan oleh mahasiswa untuk menghindari dosen yang tidak kamu suka, malas bangun pagi, dan sebagainya.

Sayang banget kan guys kalau kamu nggak masuk kuliah. Kamu nggak bisa mendapatkan materi yang diajarkan oleh dosen deh. Padahal kamu udah bayar uang kuliah mahal-mahal. Jangan sampai uang orang tuamu terbuang sia-sia ya guys.

Kalau kamu suka melakukan tipsen, tiba saatnya kamu harus berhenti melakukan kegiatan yang buruk tersebut.

Ayo segera berubah mumpung masih ada waktu.

Jika kamu memang tidak bisa hadir di perkuliahan pada waktu tertentu, sebaiknya kamu izin kepada dosen yang bersangkutan. Hindari untuk melakukan tipsen ya. Ayo mulai bertindak jujur!

#2 Menyontek Lembar Jawaban Teman

Menyontek merupakan kegiatan yang tidak asing lagi dikalangan pelajar. Mungkin dari SD kalian sudah mengenal apa itu menyontek. Namun, sayangnya budaya menyontek masih ada bahkan hingga duduk di bangku kuliah.

Ternyata, menyontek saat sedang ujian merupakan tindakan korupsi lho guys.

Terdapat beberapa alasan mengapa mahasiswa menyontek saat ujian. Bisa karena tidak belajar, kurang persiapan, terdapat materi yang tidak terduga muncul, dan sebagainya.

Apapun alasannya, tetap saja kegiatan menyontek tidak dibenarkan. Jika kamu memang adalah mahasiswa yang jujur, tentunya kamu akan menjawab soal-soal yang diberikan sebisa kamu dan semaksimal mungkin.

Namun, masih terdapat sebagian mahasiswa yang mau jalan pintas. Mereka mengandalkan catatan kecil atau bahkan menyalin jawaban orang lain.

Ingat ya guys, penilaian dosen terhadap kamu tidak hanya dilihat dari atas kertas saja lho tapi perilaku serta sikap kamu terhadap orang lain jika menjadi pertimbangan dosen.

Bertindaklah jujur, lakukan yang terbaik. Jika kamu memang sungguh-sungguh belajar, kamu pasti akan mendapatkan hasil yang terbaik. Jangan rusak integritas kamu hanya untuk nilai di atas kertas ya.

#3 Copy–Paste Tugas Teman

Sebagai seorang mahasiswa tidak luput dari banyaknya tugas yang tak kunjung usai. Baru ada 1 tugas, beberapa lama kemudian muncul tugas baru, dan begitu seterusnya.

Hal ini sering kali membuat mahasiswa menjadi malas untuk mengerjakan tugasnya. Alhasil, mereka malah mencari jalan pintas dengan copy-paste tugas temannya.

Mereka bahkan tidak peduli apa isinya, yang penting adalah mereka mengumpulkan tugasnya.

Jika kamu salah satunya, maka segera berubah sekarang ya. Jangan suka copy-paste tugas teman.

Plagiarisme merupakan tindakan yang tidak terpuji. Plagiarisme merupakan kegiatan mencatut karya orang lain tanpa mencantumkan sumber tulisan dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas dengan cepat.

Walaupun hal ini sudah dianggap sebagai kegiatan yang lumrah di sebagian orang, tapi jika dibiarkan maka dapat menjadi kebiasaan korupsi. Oleh karena itu, mulailah untuk mengerjakan tugasmu sendiri.

Hindari untuk melakukan copy-paste tugas teman.

Jika kamu mengalami kesulitan saat mengerjakan tugas, kamu bisa menanyakannya kepada teman atau dosen kamu yang lebih paham. So, no copy-paste anymore ya!

#4 Memalsukan Data untuk Beasiswa

Sekarang ini sudah banyak sekali kampus yang memberikan beasiswa kepada mahasiswa berprestasi atau mahasiswa yang kurang mampu.

Untuk persyaratan beasiswa, biasanya mahasiswa diminta untuk mengisi berbagai data serta melengkapi berbagai dokumen yang diperlukan.

Namun, terdapat beberapa mahasiswa yang berani untuk memalsukan data hanya untuk mendapatkan beasiswa. Kamu jangan sampai begitu ya. Jangan sampai memalsukan data yang tidak sesuai dengan kenyataannya.

Misalnya, kamu memalsukan data nilai agar mencapai IPK yang disyaratkan atau mengaku sebagai mahasiswa yang kurang mampu.

Hal ini sebenarnya juga merupakan tindakan korupsi. Jaga integritas kamu ya karena integritas itu penting!

 #5 Menggunakan Uang Kuliah untuk Kepentingan Pribadi

Biasanya orang tua akan transfer uang kuliah ke anaknya sehingga, nanti anaknya yang akan membayarnya ke kampus.

Namun, sayangnya sering kali hal ini dimanfaatkan oleh sebagian mahasiswa untuk hal pribadi yang tidak berhubungan dengan kuliah.

Ada yang menggunakan uang kuliah untuk membeli HP baru, shopping, makan mewah, dan sebagainya. Kalian jangan sampai begitu ya guys. Kamu harus memiliki prioritas.

Jika uang tersebut memang diberikan untuk bayar biaya kuliah maka jangan digunakan untuk hal lain. Belajarlah untuk menggunakan uang yang ada dengan bijak.

Jangan sampai benih-benih korupsi tumbuh di dalam diri kamu karena sering menggunakan uang kuliah untuk keperluan pribadimu.

Mahasiswa Terhindar dari Korupsi Mahasiswa

Setelah mengetahui tindakan-tindakan apa saja yang termasuk dalam korupsi mahasiswa, tentunya kamu dapat mengevaluasi diri kamu apakah selama ini kamu melakukan korupsi mahasiswa atau tidak.

Jika tidak, maka tentunya sangat baik dan harus kamu pertahankan. Namun, jika ya, maka kamu sebaiknya segera berubah.

Hindari tindakan korupsi mahasiswa. Hal kecil yang negatif dapat berdampak pada hal besar di kemudian hari. Ayo, segera berubah dan hindari korupsi mahasiswa!

(https://www.finansialku.com/korupsi-mahasiswa/)

Diakui atau tidak, tampaknya tulisan di atas memang faktanya bisa kita temukan dalam aktivitas sehari-hari di kampus. Bahkan, itu sudah menjadi fenomena yang ada di setiap PT. Kita tidak bisa memungkiri kalau banyak mahasiswa berperilaku seperti itu. Kebiasaan buruk yang sering dilakukan sebagian mahasiswa lebih disebabkan pendidikan yang juga buruk, baik di keluarga maupun di masyarakat. Jadi, untuk memperbaiki perilaku buruk itu harus dimulai dari pendidikan di keluarga. Kalau pendidikan di keluarga sudah baik, mahasiswa sebagai anggota keluarga diharapkan juga memiliki perilaku yang baik. Selain itu, masyarakat sekitar tempat tinggal mahasiswa juga harus mendukung untuk sama-sama menanamkan nilai-nilai kebaikan. Dalam hal ini, baik keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan sudah menanamkan nilai-nilai kebaikan jauh sebelum sang mahasiswa menempuh pendidikan tinggi. Sangat sulit menanamkan nilai-nilai kebaikan pada anak didik yang sudah duduk di bangku PT. Untuk itu, harus ada upaya baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan. Salah satu yang banyak diharapkan dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan adalah melalui pendidikan karakter. Diharapkan dengan pendidikan karakter yang sudah ditanamkan pada anak didik sedini mungkin di masa depan akan terwujud mahasiswa yang memiliki integritas dan moral yang baik.

        Selain ditanamkan pendidikan karakter sedini mungkin, selama mereka belajar di PT juga perlu diberikan pembekalan yang berkaitan dengan nilai-nilai kejujuran, kepedulian, tanggung jawab, keberanian,  kemandirian, kerja keras, keadilan, kesederhanaan, dan kedisiplinan. Kesembilan nilai tersebut bisa dilihat uraiannya pada `5. Sekedar Pembekalan (1)` sampai dengan `8. Sekedar Pembekalan (4)`. Pembekalan tersebut bisa dilakukan ketika mereka belajar Pendidikan Antikorupsi. Sebagai bukti bahwa dalam diri setiap mahasiswa telah memiliki kesembilan nilai tersebut, setiap dosen yang memberikan kuliah pada mereka juga perlu mengetes, misalnya, nilai-nilai yang berkaitan dengan kejujuran, kepedulian, tanggung jawab, dan keberanian. Caranya bisa dengan penugasan yang diteruskan diskusi di kelas. Dosen yang memberikan penugasan pada setiap mahasiswa ketika diadakan diskusi bisa mengetes keempat nilai tersebut. Akan lebih baik lagi jika mencakup kesembilan nilai yang telah dikemukakan di atas. Pendidikan karakter yang telah ditanamkan sejak dini ketika di sekolah (SD, SMP, SLTA) plus pembekalan nilai-nilai yang diberikan ketika mengikuti mata kuliah Pendidikan Antikorupsi membuat mahasiswa semakin siap melakukan pencegahan tipikor.

          Mahasiswa yang menurut penilaian dosen benar-benar telah memiliki kesembilan nilai tersebut sebagai langkah awal perlu dilibatkan dalam kerja-kerja penelitian yang berhubungan dengan pencegahan korupsi. Bisa saja mahasiswa diminta membantu melakukan pengawasan terhadap pelayanan publik yang ada di kampusnya. Bisa juga mahasiswa diajak ke luar untuk melakukan hal yang sama di salah satu instansi pemerintah yang secara rutin memberikan pelayanan pada masyarakat. Bisa juga mahasiswa yang bersedia dilibatkan dalam pencegahan tipikor dimagangkan di berbagai instansi atau di badan-badan usaha milik pemerintah. Mahasiswa yang ditugaskan diminta untuk melakukan pengamatan terhadap pelayanan publik yang diberikan para pegawai yang melayani masyarakat. Pengamatan terhadap pelayanan publik bukan hanya mengamati pelayanan yang diberikan pegawai ASN ketika melayani masyarakat, mengamati lingkungan yang kotor, jalan-jalan yang rusak, saluran air yang mampet, atau kebiasan buruk masyarakat membuang sampah di kali dan, bahkan, tidak tersedianya sarana bermain buat anak-anak juga tidak luput dari pengamatan mahasiswa. Semua itu perlu dijadikan masukan yang bisa saja dijadikan bahan diskusi di kampusnya. Hasil dari diskusi tersebut bisa diimplementasikan dalam bentuk kegiatan pengabdian masyarakat. Dengan cara demikian, mahasiswa sudah berperan aktif dalam pencegahan tipikor walaupun dalam tugasnya sebatas melakukan pengamatan.

***

         Ombudsman RI: Perguruan Tinggi Perlu Terlibat Pencegahan Maladministrasi

(KABAR OMBUDSMAN JUM’AT, 29/10/2021 MANDAKARTIKAOMBUDSMANGOID)

 Banjarmasin – Ombudsman RI memandang perlunya keterlibatan perguruan tinggi dalam upaya pencegahan maladministrasi pada penyelenggara pelayanan publik melalui karya penelitian yang dihasilkan oleh mahasiswa. Hal tersebut disampaikan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam pertemuan dengan Rektor UIN Antasari Banjarmasin Prof. Dr. H Mujiburrahman pada Kamis (29/10/2021).

Sebagaimana amanat dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2021 tentang Perguruan Tinggi bahwa salah satu tujuan perguruan tinggi adalah mewujudkan pengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sejalan dengan hal tersebut, Yeka mendorong civitas akademika UIN Antarasari Banjarmasin untuk melakukan berbagai penelitian ilmiah salah satunya dalam bidang pelayanan publik terutama terkait dengan regulasi pemerintah. Baik regulasi pembenahan prosedural, regulasi perubahan peraturan daerah, regulasi terkait dengan dampak dan lingkungan hingga regulasi sosial masyarakat.

“Kami di pasal 8 (UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman) punya kewenangan memberikan saran perubahan regulasi. Saya pikir bisa digunakan dari hasil penelitian mahasiswa. Sehingga bisa memperluas spektrum, kami jadi tahu pelayanan apa yang sering dikomplen,” ucap Yeka.

Yeka berharap hasil penelitian baik dari mahasiswa dan dosen tidak hanya berhenti sampai di perpustakaan saja. Isu yang muncul dalam penelitian dapat menjadi bahan saran perbaikan untuk penyelenggara layanan maupun inovasi dalam pelayanan publik.

Kepala Perwakilan Ombudsman Kalimantan Selatan Hadi Rahman berharap ke depannya akan ada sebuah kerja sama antara Ombudsman dengan UIN Antasari Banjarmasin dalam hal pertukaran informasi melalui karya penelitian tersebut.

“Yang dirasakan sekarang kebijakan daerah kita itu masih banyak kekurangan. Kadang di pemerintah daerah kita itu budaya risetnya kurang jadi pas sekali jika kita bersinergi,” jelas Hadi.

Prof. Dr. H Mujiburrahman menyambut baik rencana kerja sama tersebut karena sejalan dengan apa yang sudah dilakukan selama ini dengan instansi atau pihak lain sebelumnya.

“Saya kira ini bagus. Nanti kita akan telusuri penelitian apa yang sudah eksisting dan yang akan baik ke depannya yang cocok dengan orientasi pemerintah. Saya berharap penelitian ini bisa memiliki impact terhadap masyarakat,” ucap Mujiburrahman.

(https://www.ombudsman.go.id/news/r/ombudsman-ri-perguruan-tinggi-perlu-terlibat-pencegahan-maladministrasi)

Salah satu bentuk keterlibatan mahasiswa dan dosen dalam melakukan pencegahan tipikor adalah keterlibatan dalam pencegahan maladministrasi. Instansi yang berkaitan dengan maladministrasi di negara ini tentu saja adalah Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, ORI mau tidak mau juga perlu melibatkan PT. Mengapa PT dilibatkan oleh ORI? Seperti kita ketahui, PT memiliki darma ketiga, yaitu darma pengabdian masyarakat. Lewat pengabdian masyarakat diharapkan berbagai penelitian yang berkaitan dengan maladministrasi yang hasilnya bisa dijadikan sumbangan pemikiran dalam hal pembenahan pelayanan publik. Bahkan, lebih jauh lagi, dengan melibatkan para mahasiswa bisa dilakukan pengawasan pelayanan publik yang dalam pelaksanaannya mengikuti prosedur ilmiah melalui kerja-kerja penelitian. Bukankah dengan demikian para mahasiswa yang didampingi oleh dosen-dosennya telah melakukan pengabdian masyarakat sekaligus juga telah melakukan pencegahan tipikor?

    Di luar ORI bisa saja mahasiswa dilibatkan di berbagai LSM yang mempunyai kepedulian terhadap pencegahan tipikor. Mereka (para pendiri atau pengelola LSM) pasti dengan tangan terbuka mau menerima kehadiran mahasiswa. Karena masih punya idealisme, para mahasiswa yang terlibat di LSM dalam melakukan aktivitasnya tidak berorientasi materi. Buat mereka menjadi sukarelawan yang siap melakukan pencegahan tipikor merupakan sebuah kebanggan tersendiri. Agar tidak terjadi eksodus besar-besaran dari kalangan mahasiswa yang mau aktif dalam pencegahan tipikor ke berbagai LSM, sebaiknya PT tempat mahasiswa belajar memfasilitasi mereka dengan cara membentuk lembaga yang khusus menangani masalah-masalah korupsi. Masih di PT, bisa saja Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ada di PT membuka forum diskusi masalah-masalah sosial dan budaya yang masuk ke dalamnya masalah korupsi. Atau boleh juga forum peneliti muda yang secara khusus sekali-kali membahas hasil penelitian yang berkaitan dengan korupsi. Jadi, banyak cara yang bisa dilakukan agar mahasiswa mau aktif terlibat dalam melakukan pencegahan korupsi. Untuk itu, tidak ada pintu tertutup buat mahasiswa yang masih punya kepedulian dalam melakukan pencegahan tipikor.

***

Cita-cita besar yang dicanangkan para pendiri bangsa yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tidak akan pernah tercapai kalau praktik kotor, korupsi, masih melanda negeri ini. Untuk bisa membersihkan praktik korupsi yang dimulai dengan upaya pencegahannya mau tidak mau harus melibatkan mahasiswa yang didampingi para dosennya. Insan-insan akademis yang setiap kali melakukan darma pengabdian masyarakat (karena upaya pencegahan tipikor juga termasuk pengabdian masyarakat) yang selalu memulai kerjanya dengan penelitian diharapkan, ketika melakukan pencegahan tipikor bisa menuntaskan tugasnya dengan cara-cara yang objektif, ilmiah, dan realistis. Sebagai tambahan, orang-orang akademis tersebut sebelum turun ke lapangan setidak-tidaknya harus memiliki integritas dan moral yang baik. Tanpa adanya integritas dan moral yang baik upaya pencegahan tipikor akan sia-sia saja.

Sumber Gambar:

  1. (https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/manokwari/id/data-publikasi/berita-terbaru/3026-tindak-pidana-korupsi-pengertian-dan-unsur-unsurnya.html)
  2. (http://wavekuliahonline.blogspot.com/2014/05/prinsip-prinsip-dalam-melaksanakan.html)
  3. (https://www.kompasiana.com/hasnaanz/5fe1f7ff8ede4817f2586d22/bagaimana-pandangan-masyarakat-mengenai-hukum-plagiarisme)
  4. (https://ombudsman.go.id/gallery/photo/read/447)

By subagio

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *